visitaaponce.com

Penanganan Kemiskinan Berkaitan Erat dengan Pengendalian Stunting

Penanganan Kemiskinan Berkaitan Erat dengan Pengendalian Stunting
Dirjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Usman Kansong (kedua kanan) dalam Executive Forum di Hotel Aryaduta(MI/Usman Iskandar)

PENANGANAN kemiskinan sangat erat kaitannya dengan pengendalian stunting. Direktur Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik Kementerian Komunikasi dan Informatika Usman Kansong mengatakan bahwa kemiskinan dapat menjadi penyebab masalah stunting, hal ini dikarenakan seseorang miskin menyebabkan dia menderita stunting. Di lain pihak, stunting juga dapat sebabkan kemiskinan karena menghambat produktivitas.

“Karena itu pemerintah mencoba menyelesaikan kedua hal ini secara paralel. Kita punya program penghapusan kemiskinan ekstrem dan pencegahan stunting,” ungkapnya dalam Executive Forum bertajuk Kesehatan dan Kemiskinan PR Kita Bersama di Jakarta, Rabu (25/10).

Lebih lanjut, menurut Usman, masyarakat saat ini juga masih memiliki pola pikir yang salah terkait dengan penanganan stunting. Protein yang harus dikonsumsi menurut masyarakat hanya daging sapi yang harganya sangat mahal.

Baca juga : Konsep Bansos di Indonesia Lebih untuk Menjaga Kelompok Terbawah tidak semakin Miskin

Padahal, protein bukan hanya daging sapi saja, tapi bisa juga ikan lele, telur dan lainnya yang memiliki harga yang terjangkau.

“Makanya kita edukasi bahwa mindsetnya berubah padahal bisa diganti ikan lele dan lainnya. Kita lakukan kampanye misalnya gizi cukup isi piringmu separuhnya protein dan karbohidrat, separuhnya lagi yang lain sehingga gizi cukup. Kita enggak bicara harganya karena bisa diperoleh dengan harga murah,” ujar Usman.

Selain itu, Kominfo juga ikut mengedukasi masyarakat yang akan menikah. Menurutnya hal ini juga berkaitan erat dengan stunting karena kesehatan orangtua akan mempengaruhi kesehatan anaknya.

Baca juga : Bantuan Sosial Berhasil Turunkan Angka Kemiskinan di DKI

 

Kemensos Bertugas Tangani Kemiskinan

Di tempat yang sama, Plt. Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kementerian Sosial Beni Sujanto menambahkan bahwa pihaknya memiliki tugas untuk penanganan kemiskinan. Beberapa yang sudah dikucurkan di antaranya bansos, program keluarga harapan (PKH), rehabilitasi sosial terpadu, BLT BBM dan BLT minyak goreng.

“Kami juga punya program meningkatkan pendapatan. Jadi dunia usaha itu harus menerima penyandang disabilitas. Lalu banyak disabilitas yang belum tertangani misalnya dengan motor roda tiga. Ibu Menteri bilang yang mendesainnya harus teman disabilitas jadi diberdayakan juga. Kita masuk ke grass root,” kata Beni.

Baca juga : Bansos bukan Solusi Entaskan Masyarakat dari Kemiskinan

“Lalu juga kami menciptakan peluang usaha melalui pahlawan ekonomi nusantara (PENA). Jadi bukan hanya bantuan kewirausahaan tapi juga memberdayakan masyarakat agar dapat terlepas dari penerima bansos dan menjadi mandiri serta berkembang, berbuah dan menghasilkan,” sambungnya.

Smeentara itu, Perencana Ahli Madya/ Koordinator Bidang Bantuan Sosial Bappenas Dinar Dana Kharisma mengatakan bahwa kemiskinan ekstrem mengalami penurunan dari 2% di 2022 lalu, kemudian mencapai 1% di tahun ini dan ditargetkan mencapai 0% pada 2024.

“Ini bukan berarti kemiskinan itu hilang karena ini hanya kemiskinan ekstrem saja. Jadi yang miskin dari yang paling miskin. Kalau kemiskinan kita targetkan antara 6,5-7,5% dan sekarang ada di sekitar 9,5%,” ucap Dinar.

Baca juga : Pemerintah Klaim Ekonomi Baik, tapi kok Bansos Ditambah Terus?

“Jadi tugasnya dua, menghilangkan yang ekstrem tapi tidak melupakan juga miskin nonekstrem. Kalau mau bicara lebih jauh lagi, ketika dia keluar dari miskin bukan berarti sejahtera. Miskin itu ketika dia graduasi akan masuk ke rentan atau ada di area yang sedikit bahaya. Dia bisa menjadi miskin lagi,” lanjutnya.

 

Kemiskinan Ekstrem telah Menurun Cukup Signifikan

Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Ateng Hartono menambahkan bahwa kemiskinan ekstrem telah menurun cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh bantuan sosial dari pemerintah. Namun, kemiskinan dikatakan masih flat di kisaran 9%.

Baca juga : Di Tahun Politik, Bansos Miliki Efektivitas yang Rendah

“Kalau kemiskinan itu cenderung flat karena ada kenaikan BBM,” ujar Ateng.

Dia menambahkan bahwa BPS juga telah mengumpulkan data terkait dengan kemiskinan ekstrem di 212 kabupaten atau kota Indonesia. Pada tahun ini, menurutnya terdapat dinamika dari kemiskinan ekstrem di berbagai daerah seperti terdapat graduasi miskin ekstrem menjadi tidak miskin ekstrem sebanyak 2,91%, tidak miskin ekstrem menjadi ekstrem 2,06% dan yang tetap miskin ekstrem 0,70%.

“Dari tiga kelompok ini yang hijrah ini disebabkan 3 hal, pertama kepala rumah tangga bekerja, anggota keluarga tidak banyak dan pemanfaatan bansos yang baik,” tandasnya. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat