visitaaponce.com

Wanita Buddhis Therevada Turun Tangan Cegah Kekerasan Seksual

 Wanita Buddhis Therevada Turun Tangan Cegah Kekerasan Seksual
Seminar bertema Jaga Dia Aman, We stand with sexual violence victims digelar di Kantor Kemenag RI Jakarta, Sabtu (2/12).(dok Kemenag RI)

KASUS kekerasan seksual kepada perempuan terus meningkat. Namun masih sangat sedikit korban yang melaporkan karena dianggap aib atau tabu. Bahkan korban selalu di pihak yang bersalah. Apalagi sejak pandemi lalu kasus kekerasan seksual terus meningkat dan banyak korban memilih bungkam.

Wanita Theravada Indonesia (Wandani) adalah organisasi wanita buddhis berbasis Theravada tergerak untuk terus menyuarakan masalah kekerasan seksual pada perempuan dan bagaimana solusinya, terutama untuk komunitas wanita buddhis dan masyarakat.

Sosialisasi tentang kekerasan seksual dan bagaimana korban kekerasan seksual ini harus bersikap, salah satunya melalui seminar bertema Jaga Dia Aman, We stand with sexual violence victims digelar di  Kantor Kemenag RI Jakarta, Sabtu (2/12).

Ketua Dharma Wanita Persatuan Unit Pelaksana Ditjen Bimas Buddha Kementerian Agama, Ariyati Kartini dalam sambutannya mengatakan bahwa dalam beberapa tahun terakhir kasus kekerasan seksual meningkat, untuk itu semua termasuk umat Buddha harus turun tangan untuk mencegahnya.

"Dalam beberapa kurun waktu kita mendengar beberapa kasus seperti yang terjadi di Deli Serdang dimana kepala sekolah melakukan pencabulan terhadap siswanya. Lainnya kasus mahasiswa di Makasar yang melecehkan teman KKN-nya. Kejadian ini bukan hanya terjadi pada perempuan bahkan bisa terjadi pada kaum laki laki," kata Ariyati.

Kasus kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yg bisa terjadi pada setiap gender, berbagai lapisan usia, dan di ranah manapun baik di ruang nyata atau di ruang maya. Dalam lingkup relasi personal, rumah tangga, relasi kerja, lingkup Pendidikan, organisasi dan publik.

"Saat ini Pemerintah memberi perhatian yang sangat serius untuk mengatasi hal ini dengan mengeluarkan beberapa kebijaka seperti UU no 12 tahun 2022 yang menyatakan bahw kita semua bertanggung jawab dalam upaya pencegahan kekerasan seksual pada lingkup pendidikan diatur dalam Permendikbud nomor 30 tahun 2022," ujarnya.  

Sedangkan lingkup keagamaan diatur dalam peraturan Menteri Agama nomor 73 tahun 2021.
 
Ariyati mengapresiasi atas kepedulian Wanita Theravada Indonesia bersama organisasi keagamaan lainnya dalam upayanya untuk mengedukasi komunitasnya dalam pencegahan kekerasan seksual.

Pemahaman yan baik terhadap berbagai tindak perilaku wajib dimengerti agar kekerasan seksual tidak terjadi baik di lingkup keluarga,  sekolah, organisasi, ataupun masyarakat sekitar.

"Kita harus mengendalikan diri yang baik atas ucapan dan tindakan yang mungkin kita anggap sebagai candaan tapi belum tentu diterima dengan baik oleh orang Iain. Seperti tanpa sadar kita berucap body shaming ke orang Iain contohnya meledek seseorang yang bertubuh gemuk, bersiul atau catcaÌling, mengambil foto orang tanpa izin, dan masih banyak lagi," jelasnya.

baca juga: Laporan Kekerasan Seksual Paling Banyak Berasal dari Kampus, Satgas TPKS Perlu Dioptimalkan

Sebagaimana Guru Buddha mengajarkan dalam dosa akusala Kamma bahwa salah satu perbuatan kamma buruk ialah perilaku seksual menyimpang Pepatah bijak mengatakan mencegah lebih baik.

Pada kesempatan sama Ketua Devisi Perlindungan Perempuan dan Anak, Leny Viola menjelaskan bahwa Wandani telah memiliki divisi untuk menangani kasus kekerasan seksual pada perempuan.

Hadirnya divisi tersebut setelah banyaknya kejadian kekerasan seksual selama pandemi. Laporan demi laporan ini menggerakkan hati Wandani untuk memberikan advokasi  dan sosialisasi kepada komunitas perempuan buddhis, khususnya berbasis Theravada .

Saat mendirikan divisi penanggulangan kekerasan seksual ini berkonsultasi dengan Komnas Perempuan. "Kami punya anggota tersebar di seluruh Indonesia.  Kami bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dalam advokasi, sosialisasi dan solusinya," kata Leny Viola.

Korban kekerasan seksual akan mendapat perlindungan, pendampingan dan memberikan solusi pada penyelesaian kasus hukumnya.

Sementara itu Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani menyebutkan kekerasan seksual pada perempuan merupakan tindakan kejahataan kemanusiaan. Untuk itu pelaku kekerasan seksual harus mendapatkan hukuman setimpal karena efek dari kekerasan seksual pada korban lebih berat secara psikologis maupun fisik. (N-1)

 

 

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat