Laporan Kekerasan Seksual Paling Banyak Berasal dari Kampus, Satgas TPKS Perlu Dioptimalkan
![Laporan Kekerasan Seksual Paling Banyak Berasal dari Kampus, Satgas TPKS Perlu Dioptimalkan](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/11/16ef4250675d852bb0ce47b21678b342.jpg)
KEKERASAN terhadap perempuan dan anak terutama pada ranah pendidikan harus mendapat perhatian serius. Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo mengatakan, menurut catatan tahunan Komnas Perempuan tahun 2022, kekerasan seksual di kampus paling banyak.
"Kekerasan di Indonesia terhadap perempuan mencapai 338.496. Kekerasan seksual sendiri sebanyak 4.660, dan kampus menempati posisi puncak dengan 27% laporan," kata Antonius saat Diskusi Publik Mewujudkan Kampus Ramah Perempuan dan Anak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kamis (23/11).
DIY sebagai Kota Pelajar, kata dia, harus menjadi pelopor semangat mencegah dan bersuara soal kekerasan seksual di lingkungan kampus, agar lingkungan pendidikan dapat menghasilkan generasi berkualitas tanpa adanya kekerasan. Kunci sukses mewujudkan kampus ramah perempuan dan anak yakni Satgas Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah ada di setiap kampus harus aktif.
Baca juga : Paksa Tiga Pelajar Ngaku Pelaku Klitih, Oknum Polsek Dilaporkan ke Propam
"Selalu kampanyekan berani speak up bagi korban atau saksi yang mengetahui ada kejadian kekerasan seksual di wilayah kampus mereka," papar dia.
Dukungan dari pimpinan perguruan tinggi juga sangat penting untuk melawan kekerasan seksual di satuan pendidikan mereka.
Anggota DPD RI dari DIY, GKR Hemas mengatakan, kekerasan seksual di dunia pendidikan saat ini cukup marak. Para siswa dan mahasiswa terutama perempuan banyak menjadi korban.
Baca juga : Ketua Dewan Pers Nilai Perlu Perlindungan Hukum pada Wartawan Perempuan
Namun, bagi korban, tidak mudah untuk berbicara memperjuangkan haknya. Karena ketika ada perempuan korban yang berani bicara, maka banyak tantangan harus dihadapi.
Para korban dianggap mencemarkan nama baik terlebih jika pelakunya adalah dosen atau pejabat kampus. Tantangan lain yang dihadapi adalah korban justru disalahkan karena telah dianggap menggoda, sehingga terjadilah kekerasan seksual.
Ketika Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) merespon laporan, seringkali ada pihak yang meminta agar penanganan kasusnya dihentikan.
Baca juga : Ini Jurus Anies Atasi KDRT dan Kekerasan Seksual
Kampus adalah tempat yang seharusnya menjadi contoh hadirnya peradaban unggul. Hal ini karena kampus bukan saja tempat untuk mengembangkan dan mentransfer ilmu, melainkan tempat untuk membangun kebudayaan.
Karena itu, GKR Hemas mengajak civitas akademika di semua perguruan tinggi di DIY untuk menjadi pelopor mewujudkan kampus tanpa kekerasan utamanya kekerasan seksual.
"Manusia berilmu saja tidak cukup, melainkan harus dilengkapi dengan nilai-nilai keutamaan, untuk menuntun perilaku agar hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Bukan justru menjadi ancaman bagi hidup orang lain," terang GKR Hemas.
Baca juga : Unkris Gelar Uji Publik Calon Satgas Penanganan Kekerasan Seksual
Menurut Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Pemberdayaan Sumber Daya Masyarakat, Sugeng Purwanto, penting bagi setiap individu untuk bersama mencegah kekerasan, terutama terhadap perempuan dan anak dalam kerangka hukum perlindungan saksi dan korban.
Sugeng mengatakan, upaya mewujudkan kampus yang ramah perempuan dan anak di mulai dari komitmen kuat dari kampus untuk melindungi perempuan dan anak dari kekerasan. Komitmen ini harus direalisasikan dalam bentuk kebijakan program dan anggaran yang memadai. Kampus harus menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman bagi perempuan dan anak.
"Lingkungan yang aman dan yang nyaman dibangun melalui berbagai upaya seperti, meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya kesetaraan gender segala aspek, memberikan pendidikan dan pelatihan setara mengenai pencegahan kekerasan, serta menyediakan layanan pendampingan dan perlindungan bagi korban kekerasan," jelas Sugeng.
Kampus menurut Sugeng harus melibatkan semua pihak termasuk mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan dan masyarakat dalam upaya mewujudkan kampus ramah perempuan dan anak partisipasi. Semua pihak sangat penting untuk menciptakan perubahan-perubahan ke arah yang lebih baik.
"Kami berharap hasil dari diskusi publik ini akan menjadi langkah awal yang signifikan untuk menciptakan lingkungan kampus yang aman, inklusif dan bebas dari kekerasan bagi perempuan dan anak," tutup Sugeng. (Z-5)
Terkini Lainnya
Menteri PPPA: Pelaku Kekerasan Seksual terhadap Perempuan Harus Diberikan Efek Jera
IDAI Sarankan Orangtua Agar Perkenalkan Anatomi Tubuh pada Anak Sedini Mungkin
Ini 7 Tips Bagi Orangtua untuk Mencegah Kekerasan Seksual pada Anak
DKPP Diharap Berperspektif Korban dalam Memutus Ketua KPU RI
Ayah Tiri Lakukan Kekerasan Seksual kepada Balita karena Sering BAB Sembarangan
Perusahaan Pers Didorong Segera Bentuk Tim Satgas PPKS
Pelantikan Ketua IKAWIGA, Alumni Miliki Peran Strategis bagi Perguruan Tinggi
Komunitas UGM Peduli Gagas Kegiatan Polmas Kawasan Pendidikan
Universitas Terbuka Luncurkan Dua Prodi Baru S1 Perpajakan dan S1 Sains Data
Momentum Raih Prestasi Nasional, 1.085 Peserta Ikuti Turnamen Bulutangkis FISIP UI Open 2024
Armada Ramah Lingkungan Turunkan Polusi Udara di Kampus Universitas Indonesia
BWA Distribusikan 20.000 Al-Qur’an ke Pelosok Jawa Tengah dan DIY
Ngariksa Peradaban Nusantara di Era Digital
Manajemen Haji dan Penguatan Kelembagaan
Integrative & Functional Medicine: Pendekatan Holistik dalam Pengobatan Kanker
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Huluisasi untuk Menyeimbangkan Riset Keanekaragaman Hayati di Indonesia
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap