visitaaponce.com

Kerja Masyarakat untuk Perubahan Iklim Perlu Dapat Pengakuan

Kerja Masyarakat untuk Perubahan Iklim Perlu Dapat Pengakuan
Upaya perlindungan lingkungan dalam mitigasi perubahan iklim telah dilakukan oleh masyarakat adat sehari-hari.(AFP)

KERJA-kerja masyarakat adat dalam melindungi hutan adat tidak boleh terlupakan. Hal itu menjadi salah satu yang didorong Indonesia dalam Conference of The Parties COP28 Dubai.

“Dalam ranah scientific modern, sebetulnya upaya-upaya perlindungan lingkungan dalam mitigasi perubahan iklim telah dilakukan oleh masyarakat adat sehari-hari. Mereka punya kinerja untuk climate change itu sendiri,” kata Kepala Sub Direktorat Pengakuan Hutan Adat dan Perlindungan Kearifan Lokal Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Yuli Prasetyo Nugroho saat ditemui di sela-sela agenda COP28 di Dubai Expo, Dubai, Uni Emirat Arab, Minggu (3/12).

Hal itu sebenarnya sejalan dengan perjanjian paris artikel lima, tentang reducing emission from deforestation and forest degradation. Karenanya, peran masyarakat adat dalam menjaga hutannya menjadi sangat penting dalam pengendalian emisi gas rumah kaca.

Baca juga: Jokowi dan Sekjen PBB Bahas Aksi Iklim hingga Situasi di Gaza

Menurut Yuli, hutan adat Indonesia terbagi dalam tiga fungsi, yakni hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi. Wilayah itu sangat penting dalam pencapaian penurunan emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan dan fungsi lahan. Hingga kini, Indonesia telah mengesahkan sebanyak 131 komunitas adat dengan luas lahan 244 ribu hektare di 18 provinsi. Angka itu akan terus berkembang dengan percepatan yang dilakukan pemerintah.

Ia menyatakan, Indonesia sebenarnya sudah sangat terdepan dalam melakukan pengelolaan hutan adat dibanding negara-negara lain. Hal itu pun sudah diakui oleh dunia internasional.

Baca juga: Krisis Iklim

“Jadi dalam Local Communities and Indigenous People Platform (LCIPP) dan COP27 Sharm El Sheikh tahun lalu kemarin, kita menyampaikan soal hitan adat dan sangat dihargai teman-teman yang lain,” ucapnya.

Pasalnya, jika dibandingkan dengan negara lain, hanya pemerintah Indonesia yang kini memiliki hubungan kuat dengan masyarakat adat. Hal itu yang tidak dimiliki negara-negara lain.

“Jadi banyak dari negara-negara seperti Fiji dan Brazil ingin belajar bagaimana prosenya. Indonesia sudah menjadi role model untuk proses perlindungan masyarakt adat untuk kawasan pengelolaannya,” beber Yuli.

Karena perannya yang signifikan, Indonesia pun mendorong agar masyarakat adat mendapatkan apresiasi dalam bentuk pendanaan untuk pengelolaan hutan mereka. “Jadi tinggal bagaimana masyarakat adat mendapat benefit dari upaya perlindungan hutan yang dilakukan dari generasi ke generasi. Bisa dalam bentuk result based payment (RBP),” tegas Yuli.

Wakil Menteri Lingkungan Hidup Alue Dohong mengungkapkan, peran negara hutan tropis tidak boleh disepelekan dalam penurunan emisi gas rumah kaca. Karenanya, Indonesia bersma dengan Brazil dan Kongo sebagai negara hutan tropis terbesar di dunia membangun kekuatan bersama untuk mendorong ekonomi hijau dan manajemen hutan berkelanjutan.

“Tentu negara-negara maju jangan hanya melihat hutan tropis sebagai nature based solution dan jangan hanya meminta Indonesia menjaga hutannya, tapi harus berkomitmen menyediakan pendanaan US$100 miliar pertahun,” tegas Alue.

Menurut dia, Indonesia sudah jelas menunjukkan kerja nyata dalam penurunan deforestasi. Pada 2022 saja, angka deforestasi menurun sebesar 8,4% dibanding dengan tahun sebelumnya.

“Kita berhak mendapatkan RBP. Memang faktanya Indonesia telah menerima berbagai pendanaan, tapi kita berhak untuk mendapatkannya lagi, karena kita sudah mampu bekerja secara nyata,” pungkas Alue. (Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat