visitaaponce.com

Indonesia Miliki Potensi untuk Kembangkan Bioprospeksi

Indonesia Miliki Potensi untuk Kembangkan Bioprospeksi
Seorang pembeli memilih irisan kayu bajakah di Tayan, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, Minggu (15/5/2022).(ANTARA/JESSICA HELENA WUYSANG)

INDONESIA merupakan salah satu negara yang mempunyai keanekaragaman hayati (biodiversitas) sangat tinggi, yang berada pada 21 tipe ekosistem dan 75 tipe vegetasi yang berbeda. Indonesia juga diberkati dengan melimpahnya Sumber Daya Genetik (SDG) sebagai bahan baku bioprospeksi.

Bioprospeksi yang berasal dari kata biodiversitas dan prospeksi, merupakan upaya untuk menghasilkan produk bernilai ekonomi tinggi (added value). Dalam Peraturan Menteri LHK Nomor: P.02/MenLHK/Setjen/Kum.1/1/2018 disebutkan bioprospeksi yaitu kegiatan eksplorasi, ekstraksi, dan penapisan sumberdaya alam hayati untuk pemanfaatan secara komersial baik dari sumber daya genetik, spesies dan atau biokimia beserta turunannya.

Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Satyawan Pudyatmoko menyampaikan potensi pemanfaatan SDG Indonesia ini berpatutan dengan pasar dunia yang menjanjikan, sekitar 40 - 50% obat yang beredar di pasar menggunakan natural product. Kemudian, 10 dari 25 dari produk farmasi mengandung natural ingredient.

Baca juga: Kegiatan Sosialisasi Konservasi Jenis Ikan Dilindungi Digelar di Bangka Belitung

Dunia juga mengarah ke biomimikri, yaitu suatu pendekatan inovasi pengembangan teknologi baru dengan meniru teknologi alami. Belum lagi kebutuhan akan obat dan vaksin untuk penyakit baru, kebutuhan ketahanan pangan. Dan yang tidak kalah menarik bahwa kosmetik yang beredar di pasar dunia mengandung natural product.

“Jadi ini merupakan peluang besar melalui konsep bahwa Indonesia sebagai negara yang memegang hak milik atas keanekaragaman hayatinya, memiliki bahan negosiasi dengan negara yang maju dalam industry farmasi, obat, kosmetik, dll,” ujar Satyawan di Jakarta, Kamis (28/12).

Satyawan menngungkapkan pemanfaatan sumber daya genetik untuk bioprospeksi tidak dapat dipisahkan dengan penelitian, karena diawali dengan penelitian dan biasanya industri menggandeng lembaga riset untuk penelitian dan pengembangan produk. Tahapan bioprospeksi itu sendiri biasanya dimulai dari tahapan eksplorasi, penelitian, pengujian, penyediaan bahan baku, produksi hingga promosi.

Beberapa contoh bioprospeksi yang berasal dari kawasan konservasi di antaranya senyawa antikanker dari bajakah (Spatholobus littoralis) di BKSDA Kalteng, bahan baku kosmetik dari jernang (Daemonorops draco) di BTN Bukit Dua Belas, kecantikan dan kosmetik berupa Heels Cream dari spesies Climedia hirta di BTN Gunung Merapi, bahan baku jamu, antibakteri dari kedawung (Parkia moriana) di BTN Meru Betiri.

Baca juga: Bekerjasama dengan BBKSDA Riau, PalmCo Alokasikan Lahan untuk Konservasi Gajah Sumatra

Selain itu senyawa antikanker dari candidaspongia (Candidaspongia spp) di BBKSDA NTT dan anti-frost dari bakteri PGMJ (Parkia timoriana) di BTN Gunung Ciremai.

Satyawan menyampaikan ada empat strategi pengembangan bioprospeksi kedepan. Pertama, identifikasi potensi sumber daya genetik dan pengetahuan tradisional yang berkaitan dengan bioprospecting. "Kedua, implementasi dan fasilitasi Intelectual Property Right (IPR) / Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) terhadap hasil bioprospecting," ucap dia.

Ketiga, penguatan regulasi pemanfaatan sumber daya genetik secara komersial termasuk mekanisme pembagian keuntungan yang berkeadilanatas pemanfaatan sumber daya genetik (benefit sharing).

"Keempat, membangun mekanisme pendanaan berkelanjutuan atas pemanfaatan bioprospecting," pungkasnya. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat