visitaaponce.com

Fondasi Etika Generasi Muda tidak Terbangun, Ini Penyebabnya

Fondasi Etika Generasi Muda tidak Terbangun, Ini Penyebabnya
Calon wakil presiden (cawapres) Gibran Rakabuming Raka.(Dok.MI)

KOORDINATOR Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyatakan bahwa pendidikan karakter di Indonesia masih lemah dan perlu diperbaiki. Hal ini dikatakan menjadi modal penting dalam membangun etika yang baik bagi generasi muda.

Terlebih baru-baru ini juga viral Debat Cawapres, di mana Gibran Rakabuming Raka dianggap memiliki etika yang minim dan hal ini erat kaitannya dengan pendidikan karakter.

“Harusnya ketika debat ya mesti fokus ke substansi jangan ke gimik-gimik yang enggak jelas. Apalagi gimiknya nabrak-nabrak etika. Justru kontra produktif. Persoalan ini juga mestinya masuk dalam pendidikan karakter yang sudah menjadi program nasional, tapi sayangnya kan gagal,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Rabu (24/1).

Baca juga: Gibran Tuding Cak Imin Pakai Botol Plastik, Anies: Terima Bisikannya Salah

Lebih lanjut, menurut Ubaid lemahnya pendidikan karakter di Indonesia juga tercermin dari hasil Survei Penilaian Integritas (SPI) Pendidikan 2022 yang tercatat hanya mencapai 70,4 atau dalam kategori rendah.

Dari survei ini, semakin tinggi jenjang pendidikan, integritas yang tercermin dari karakter, ekosistem, dan kepatuhan justru makin rendah.

Baca juga: Inilah 10 Contoh Hak dan Kewajiban Anak di Rumah

“Hasil survei integritas sektor pendidikan kan buruk. Ya itu cerminan pendidikan karakter kita belum berhasil. Etika di dunia pendidikan kita juga seringkali berwujud hipokrit. Etika seringkali dipaksakan ke peserta didik, sehingga etika di sekolah dan luar sekolah bisa sangat kontradiktif,” ujar Ubaid.

 

Pendidikan Karakter Terkesan Hanya Basa-basi

Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Rissalwan Habdy Lubis menambahkan bahwa pendidikan karakter di Indonesia saat ini masih terkesan hanya basa-basi saja.

“Pendidikan karakter sebetulnya harus memiliki dasar yang kuat sementara pendidikan moral, pendidikan ideologi, dan pendidikan berbasis agama cenderung malah dihilangkan oleh Kemendikbud Ristek pada saat ini. Sehingga pendidikan karakter terkesan hanya basa-basi dan tidak memiliki spirit sesuai dengan ideologi bangsa,” kata Rissalwan.

Menurutnya harus segera memperkuat pendidikan karakter dengan memasukkan unsur ideologi dan moral.

“Hal ini bisa saja menjadi tugas dan tanggung jawab dari BPIP (Badan Pembinaan Ideologi Pancasila) untuk memberikan materi kurikulum inti atau ekstra-kurikulum di sekolah-sekolah,” tegasnya.

Calon Wakil Presiden nomor urut 02 Gibran Rakabuming Raka saat debat cawapres.

Gibran Dinilai Bukan Representasi Anak Muda yang Ideal

Di lain pihak, pengamat pendidikan sekaligus Sekretaris Komnas Pendidikan Andreas Tambah menilai bahwa persoalan etika tidak melulu menjadi tanggung jawab sekolah. Tapi juga dari rumah dan lingkungan.

Menurutnya, etika para politisi atau publik figur juga penting untuk diperhatikan. Menurutnya jangan hanya menuntut etika orang lain untuk diperbaiki sementara tidak ada contoh yang menyertai.

“Pendidikan itu bisa dilakukan di rumah, sekolah, dan lainnya. Hal yang tidak baik yang disalahkan pasti sekolah dan guru. Tokoh politik itu memiliki tutur kata yang tidak baik dan jadi contoh ketidaksopanan. Ini yang harus diperbaiki,” ujar Andreas.

“Saya berharap tokoh politik, masyarakat, pelaku agama dan akademisi, tolong lakukan tutur kata yang baik. Karena perilaku itu mudah viral dan mudah dilihat banyak orang. Termasuk yang masih muda. Mereka tidak menyadari hal itu. Karena yang disalahkan pasti sekolah atau guru serta pendidikan,” sambungnya.

Dia meyakini bahwa dunia pendidikan tidak akan maju jika setiap kali ada persoalan yang menjadi sasarannya adalah sektor pendidikan secara terus menerus.

“Sebetulnya sekolah sudah memberikan edukasi yang baik. Hal yang salah itu contoh yang tidak baik dari para politisi ini baik secara tutur kata dan sikap yang tidak memberikan contoh yang baik. Mengkritik boleh tapi harus ada etika. Kritik dan hujatan itu berbeda. Ini bisa jadi perilaku yang tidak baik tapi dibenarkan. Jangan menuntut etika orang lain ketika contoh tidak dilakukan,” tandas Andreas. (Des/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat