visitaaponce.com

Lembaga Keagamaan Harus Dilibatkan untuk Edukasi Terkait Syarat Kesehatan Haji

Lembaga Keagamaan Harus Dilibatkan untuk Edukasi Terkait Syarat Kesehatan Haji
Petugas haji membantu jemaag haji lansia.(Dok. MI)

ISTITHA’AH kesehatan atau kemampuan fisik jemaah menjadi salah satu persyaratan utama dalam penyelenggaraan haji 2024. Hal itu mengacu pada tingginya angka kematian jemaah haji pada tahun 2023 yang mencapai lebih dari seribu jiwa. Akan tetapi, banyak calon jemaah haji yang tak lolos pemeriksaan kesehatan dan harus berpotensi tak bisa berangkat haji tahun ini, padahal mereka telah menjalani masa tunggu haji selama 10-20 tahun.

Pengamat Haji dan Umroh Indonesia dari Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Ade Marfuddin mengatakan bahwa selain melibatkan Kementerian Kesehatan dalam menguatkan syarat istitha'ah kesehatan bagi jemaah haji, penting juga menggandeng organisasi keislaman untuk turut memperkuat pentingnya syarat kesehatan bagi jemaah haji.

“Pihak yang berhak memutuskan terkait syarat kesehatan ini ada dua lembaga yaitu Kementerian Kesehatan yang mengeluarkan hasil diagnosis kesehatan, dan lembaga keagamaan dalam hal ini MUI. Calon jemaah haji yang tak lolos kesehatan pasti kecewa, marah dan dilema, di MUI bisa berperan menenangkan masyarakat misalnya dengan mengeluarkan fatwa bahwa jika seseorang dinyatakan terindikasi tidak layak berangkat haji, maka secara hukum Islam, gugurlah kewajibannya untuk berangkat haji,” jelasnya saat dihubungi Media Indonesia pada Kamis (15/2).

Baca juga : Mudzakarah Perhajian Indonesia 2023 Beri 9 Rekomendasi Pelaksanaan Istitha’ah

Menurut Ade, Kementerian Agama juga harus melibatkan tokoh-tokoh agama yang mengerti persoalan haji untuk membuat suasana lebih kondusif. Mulai dari melibatkan kiyai, ustadz, sampai pembimbing ibadah haji, dikatakan bahwa harus terus ada sosialisasi bahwa penting bagi masyarakat ketahui bahwa ibadah haji adalah ibadah fisik yang menekankan kesehatan raga, sehingga masyarakat tidak memaksakan kondisi ketika secara medis tidak layak untuk berangkat.

“Pemuka agama seperti dan para tokoh agama juga pembimbing ibadah haji, harus mampu menjelaskan terkait hukum-hukum Islam bahwa seseorang yang tidak mampu secara kesehatan, maka gugurlah kewajibannya untuk berhaji. Para pemuka agama bisa ikut membantu memberikan ketenangan kepada jemaah, bahwa ketika dinyatakan tidak sehat dan tidak bisa berangkat, maka harus diterima ini secara lapang dada sebagai bagian dari upaya untuk meminimalisir angka wafat yang tinggi,” jelasnya.

Ade mengatakan bahwa penting untuk melibatkan nilai-nilai agama untuk menciptakan. Baginya, ibadah haji ini adalah ajaran agama Islam maka solusinya juga bisa dilakukan dengan pendekatan agama melalui tokoh-tokoh agama.

Baca juga : Resmi Dilantik, Asphirasi Ingin Tekan Kasus Penipuan Haji dan Umrah

“Harus ada pengertian dengan pendekatan keagamaan. Terkait keberangkatan, bahwa bisa saja rencana haji tersebut digantikan oleh keluarga terdekat atau mungkin bisa juga menunda keberangkatan tahun depan. Bisa pula memberikan alternatif untuk berangkatkan umroh saja karena tidak perlu ada skema pemeriksaan yang ketat karena durasi ibadah lebih cepat,” jelasnya.

Terkait pengurangan kuota pendamping haji bagi lansia, Ade menjelaskan bahwa hal itu sudah sewajarnya terjadi sebagai implikasi dari ketatnya syarat pemeriksaan kesehatan jemaah haji. Saat pemeriksaan kesehatan dilaksanakan dan dipatuhi, maka calon jemaah haji yang akan berangkangkat bisa dipastikan merupakan orang-orang yang sehat.

“Artinya pemerintah tidak memerlukan banyak kuota untuk pendamping haji lansia, karena yang berangkat adalah calon jemaah haji yang dinilai sehat dari sisi medis. Tetapi dalam hal ini, ada orang-orang yang sehat yang mungkin terbatas fisiknya seperti penyandang disabilitas atau orang tua yang sehat tapi terbatas fisik, tentu mereka yang membutuhkan pendampingan. Jadi pendampingan di sini dibutuhkan untuk orang-orang yang sehat tapi punya keterbatasan khusus secara fisik, bukan untuk orang yang sakit,” ujarnya.

Baca juga : Menag Yaqut: Masa Tinggal Jemaah Haji akan Dipersingkat

Selain itu, Ade menyoroti pentingnya bagi pemerintah untuk memantau dan mengawasi kesehatan para calon jemaah haji yang sudah lolos screening kesehatan, mengingat waktu keberangkatan adalah bulan Mei atau sekitar 4 bulan lagi.

“Departemen Kesehatan harus terus memberi edukasi dan mendorong para calon jemaah haji yang sudah lolos ini untuk hidup sehat, sering berolahraga, makan yang sehat, ikut senam, jalan rutin dan sebagainya. Hal itu penting untuk terus didorong agar pada hari keberangkatan haji, kondisinya tetap prima,” tandasnya.

(Z-9)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat