visitaaponce.com

Saatnya Tinggalkan Tempat Pembuangan Akhir

Saatnya Tinggalkan Tempat Pembuangan Akhir
KELOLA SAMPAH: Petugas Dinas LHK DKI Jakarta memilah sampah plastik dan bambu alat peraga kampanye di TPS TB Simatupang, Jakarta(MI/ Ramdani)

   HARI Peringatan Sampah Nasional (HPSN) yang jatuh setiap tanggal 21 Februari merupakan sebuah peringatan tentang fenomena kelam meledaknya tempat pembuangan akhir (TPA) Leuwigajah pada 2005 silam. Karenanya, HPSN yang diperingati setiap tahunnya merupakan sebuah momentum untuk terus memperbaiki sistem tata kelola sampah di Indonesia, khususnya sebagai peringatan bahwa penggunaan TPA sudah semestinya diminimalisir.

   “TPA itu hanya tempat pembuangan residu dan sisa-sisa. Kita belajar dari negara-negara maju seperti Denmark, Jepang, sampah yang terbuang ke TPA hanya 4%, dan yang lain dikelola. Kita punya mimpi seperti itu,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 (PSLB3) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dalam acara HPSN 2024 di Manggala Wanabakti, Jakarta, Rabu (21/2).

Ia menyatakan bahwa TPA, khususnya dengan sistem open dumping terbukti meyebabkan banyak dampak negatif. Misalnya saja pada 2023 lalu terjadi kebakaran di 35 TPA di Tanah Air. Beberapa di antaranya ialah TPA Sarimukti di Bandung, TPA Suwung di Bali hingga TPA Rawakucing di Tangerang. Menurut Vivien, Indonesia memiliki komitmen yang kuat agar tidak ada lagi TPA baru pada 2030 mendatang.

Baca juga : Ini 10 Bank Sampah Berkinerja Baik Tahun 2023, Raih Penghargaan KLHK

“Lalu bagaimana dengan yang menumpuk? Kita menggunakan teknologi mining. Kita gunakan sampah menjadi sumber energi, ataupun briket yang bisa menjai pengganti batu bara,” ucap Vivien.

Bagi dia, yang terpenting lagi, selain penanganan di hilir, ialah perubahan mindset masyarakat, bahwa sampah tidak semestinya dikelola dengan sistem kumpul, angkut buang. Lebih dari itu, sampah bisa direduksi dari kegiatan sehari-hari.

“Upaya pengelolaan sampah produktif harus dilakukan.Misalnya kita membuat kompos dan nantinya bisa digunakan di kawasan hutan. Itu yang akan kita pikirkan ke depannya,” pungkas Vivien.

Baca juga : Menteri LHK Canangkan Gerakan 'Nasional Compost Day, Kompos Satu Negeri'

Salah satu daerah yang berhasil mengurangi timbulan sampah di TPA ialah Yogyakarta. Pada kesempatan itu, Sekretaris Daerah Yogyakarta Aman Ryuriadijay mengungkapkan, Yogyakarta memiliki TPA Piyungan yang menjadi TPA sentral dan mencakup tiga wilayah, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Namun, pihaknya melihat bahwa umur TPA Piyungan hampir habis dan tentu akan menjadi masalah jika tidak dilakukan tindakan cepat. Karenanya, dalam melakukan pengelolaan sampah, pihaknya melakukan pendekatan di semua sisi.

“Jadi Yogyakarta mengembangkan pengelolaan hulu dan hilir secara proporsional. Kita gak membuat kecenderungan di satu sisi, tapi semua sisi. Hulu iya, hilir iya. Ada pengurangan sampah dan ada pengelolaan sampah,” beber Aman.

Dari hulu, sejak dua tahun lalu, pihaknya melakukan upaya perubahan perilaku sosial masyarakat dengan mendidikan bank sampah. Menurut dia, kehadiran bank sampah merupakan dorongan untuk perubahan perilaku masyarkat dan itu terbukti berjalan baik di Yogyakarta

Baca juga : KLHK akan Canangkan Gerakan Nasional 'Compost Day-Kompos Satu Negeri'

“Paradigma yang kita bangun di bank sampah ialah bukan paradigma profit, tapi benefit. Maka dikembangkanlah sodakoh sampah. Karena hasil dari lingkup bank sampah bukan untuk masing-masing individual tapi sosial lilngkungan masyarakat. Itulah yang membuat hulunya kuat,” beber dia.

Hingga akhir tahun 2024, ia memperkirakan nasabah bank sampah di Yogyakarta ada sebanyak 23.750 kepala keluarga atau 25% dari total KK di Yogyakarta yang tersebar di 666 bank sampah.

Selain bank sampah, strategi pemerintah daerah di hulu membuat keputusan untuk menutup TPA Piyungan agar memberikan tekanan kepada berbagai pihak untuk melakukan pengelolaan sampah dari hulu. Dari situ, muncullah gerakan zero sampah anorganik hingga pengelolaan sampah organik dengan biopori.

Baca juga : Pengembangan Industri Pengolahan Sampah Kunci Pengurangan Timbulan Sampah di TPA

Hasilnya, berdasarkan data yang dihimpun, Yogyakarta berhasil menurunkan jumlah sampah yang masuk ke TPA dari 300 ton perhari pada 2022 menjadi 150 ton perhari di pertengahan 2023.

Aman melanjutkan, yang menjadi PR besar saat ini ialah pengelolaan di hilir. Target pengelolaan sampah Yogyakarta ke depan ialah membuat TPSRDF dan insenerator yang dibangun sampai akhir April 2024 nanti.

Namun, penggunaan teknologi dalam pengelolaan sampah di hilir, kata dia, tentu membutuhkan biaya yang tidak murah. Dulu, Yogyakarta hanya membutuhkan biaya Rp25 ribu untuk pengelolaan sampah perton. Dengan adanya teknologi, butuh biaya Rp500 ribu perton.

“Oleh karenanya, yang kita teruskan ke depan, meskipun kita membuat backup pengelolaan sampah campuran tadi, hulunya akan terus kami kurangi sehingga politik anggaran bisa lebih efisien,” pungkas dia. (H-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Soelistijono

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat