visitaaponce.com

Kurikulum Merdeka Belajar Perlu Evaluasi Sebelum Jadi Kurikulum Nasional

Kurikulum Merdeka Belajar Perlu Evaluasi Sebelum Jadi Kurikulum Nasional
Sejumlah siswa belajar membatik di SMA Negeri 11, Semarang, sebagai bentuk kegiatan Kurikulum Merdeka Belajar.(Dok. Antara)

PENELITI Kebijakan Publik dan Pendidikan Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto menilai Kurikulum Merdeka Belajar perlu evaluasi secara objektif dan ilmiah sebelum ditetapkan menjadi kurikulum nasional.

"Pada dasarnya kurikulum membutuhkan kajian ilmiah yang benar-benar objektif agar kita tahu kekurangan dan kelebihannya, serta rekomendasi kebijakan pemerintah yang diperlukan untuk membuat kurikulum tersebut efektif meningkatkan mutu pendidikan nasional," kata Totok saat dihubungi, Senin (15/4).

Totok mengatakan transformasi kurikulum tingkat nasional harus mempertimbangkan kesiapan guru dan tenaga pendidik, infrastruktur atau sarana prasarana, dan dukungan orang tua serta masyarakat.

Baca juga : Kurikulum Merdeka Perlu Dievaluasi Secara Total dan Menyeluruh

Selain itu, diperlukan juga lebih banyak guru yang kompeten. Dimulai dari pendidikan calon guru di Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) atau universitas keguruan, agar siap menjalankan kurikulum beserta turunannya sampai lesson plan dan sistem evaluasinya dengan baik.

Seperti diketahui, Kurikulum Merdeka Belajar sudah berjalan beberapa tahun dan melibatkan sebagian besar satuan pendidikan dan guru. Meski begitu, masih diperlukan kajian ilmiah mengenai kurikulum tersebut karena kajian yang ada masih bersifat kualitatif dan kasuistis.

"Selain itu, kemampuan guru dan tenaga kependidikan dalam menjalankan kurikulum ini masih belum memadai. Mereka masih banyak yang rancu antara Kurikulum 13 dan Kurikulum Merdeka Belajar," ujar dia.

Baca juga : Penyusunan Rancangan Permendikbudristek Kurikulum Merdeka Libatkan Masyarakat

Bahkan beberapa daerah masih menggunakan kurikulum lama seperti KBK dan KTSP.

"Satu lagi pekerjaan rumah pemerintah dan Kemendikbud Ristek adalah menghapus kesan merdeka belajar itu belajar semaunya. Kesan itu muncul karena ketidakmampuan banyak guru dan orang tua memahami cara baru belajar mengajar ini," pungkasnya.

(Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat