visitaaponce.com

Komnas KIPI Tidak Ada Istilah Medis Detoksifikasi Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Tidak Ada Istilah Medis Detoksifikasi Vaksin Covid-19
Vaksin covid-19 disuntikkan pada petugas saat vaksinasi untuk petugas komunitas Bandara I Gusti Ngurah Rai di Badung, Jumat (29/12/2023).(ANTARA/FIKRI YUSUF)

KOMISI Nasional Pengkajian dan Penanggulangan Kejadian Ikutan Pasca-Imunisasi (Komnas PP KIPI) menjelaskan adanya hoaks terkait narasi yang mengklaim adanya cara untuk mendetoksifikasi vaksin covid-19 yang telah masuk ke dalam tubuh. Berita bohong tersebut beredar di media sosial menyusul kekhawatiran terhadap efek samping vaksin covid-19.

Unggahan video tersebut menampilkan ulasan tentang efek samping vaksin COVID-19 dari berbagai merek. Isi video juga menyebutkan tentang keberadaan tim detoksifikasi vaksin dan imunisasi yang tersebar di berbagai kota di Indonesia.

Menanggapi hal itu, Ketua Komnas KIPI Prof Hinky Hindra Irawan Satari menegaskan, tidak ada istilah medis detoksifikasi vaksin covid-19 atau detoksifikasi pada jenis vaksin lainnya.

Baca juga : Hasil Serosurvei, 99% Rakyat Indonesia Punya Antibodi Covid-19

Vaksin yang disuntikkan bertujuan membentuk kekebalan tubuh atau menghasilkan antibodi. Sementara itu, detoksifikasi mengacu pada upaya membersihkan, menetralkan, atau mengeluarkan zat racun atau toksin dari dalam tubuh.

"Vaksin yang diberikan itu kan antigen (mikroorganisme). Artinya, komponen virus yang diinaktivasi atau dilemahkan. Jadi, yang akan terbentuk adalah antibodi. Kalau detoksifikasi ini soal toksin racun," jelas Prof. Hinky, Sabtu (8/7).

"Jadi, divaksinasi tidak ada racun dan antibodi, tidak bisa dinetralisir. Bukan dinetralisir, ya, tapi kalau ada virus masuk, benda asing atau patogen masuk, dia akan menetralisir. Oleh karena itu, tidak ada istilah detoksifikasi pada vaksin," tambahnya.

Baca juga : ITAGI: Tidak Ada Perbedaan Vaksinasi Covid-19 bagi Lansia dan Dewasa

Klaim lain yang beredar menyebutkan bahwa mandi dengan soda kue, garam epsom atau garam Inggris, dan boraks dapat mendetoksifikasi vaksin. Selain itu, cuci darah yang dilakukan berulang kali juga diklaim sebagai cara untuk mendetoksifikasi vaksin.

"Soda kue untuk menetralisir asam, sedangkan (bahan pembersih) boraks dapat bersifat karsinogenik yang dapat menimbulkan kanker. Jadi, bukannya menyelesaikan masalah, justru akan menambah masalah kesehatan," ungkapnya.

"Cuci darah itu menetralisir toksin-toksin, sedangkan vaksin disuntikkan akan membentuk antibodi, bukan toksin. Maka, yang namanya cuci darah bukan buat mengeluarkan antibodi, melainkan mengeluarkan zat racun. Kalau sifatnya bukan racun, ya, tidak akan keluar, karena bermanfaat bagi tubuh," jelasnya lagi.

Baca juga : Epidemiolog: Evaluasi untuk Tingkatkan Cakupan Vaksinasi Lansia

Vaksin bekerja dengan cara membangun sistem kekebalan tubuh secara khusus untuk melawan penyakit tertentu. Sistem imun di dalam tubuh memiliki peran penting untuk melindungi tubuh dari serangan virus atau bakteri.

Namun, sistem imun perlu mengenali terlebih dahulu jenis-jenis virus atau bakteri yang dapat menyebabkan penyakit. Ketika virus atau bakteri tersebut masuk ke dalam tubuh pada kemudian hari, tubuh sudah siap untuk melawannya dan mencegah timbulnya penyakit.

“Dengan terbentuknya antibodi, kalau ada virus masuk, benda asing masuk, bakteri masuk, dia akan menetralisir," ucapnya.

Baca juga : Jangan Unggah Foto Kartu Vaksinasi Covid-19 di Sosmed, Berbahaya

Prof. Hinky juga menampik klaim keliru yang beredar di media sosial, yaitu anak yang tidak divaksinasi bebas dari infeksi telinga dan pengobatan antibiotik. Menurutnya, klaim tersebut tidak benar.

Vaksin influenza merupakan salah satu jenis vaksin yang bermanfaat bagi anak, dapat mengurangi risiko komplikasi flu, seperti infeksi telinga, serta mencegah keparahan penyakit yang sudah ada.

“Kuman penyebab infeksi telinga streptococcus pneumoniae dan haemophilus influenzae, kalau (anak) divaksinasi, ya, angkanya (risiko kejadian infeksi) berkurang. Jangan sekadar berasumsi atau mendengar tanpa ada basis data yang benar,” pungkasnya.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Indrastuti

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat