Akibat Perang, Eropa Kembali Alami Kenaikan Inflasi
![Akibat Perang, Eropa Kembali Alami Kenaikan Inflasi](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/02/b785e7153187ec080310c33060694817.jpg)
PENURUNAN inflasi AS tidak signifikan, yaitu dari 6,5%% menjadi 6,4%. Sedangkan Eropa kembali mengalami kenaikan dari 8,5% menjadi 8,6%.
Inflasi inti pun juga naik dari 5,2% menjadi 5,3%. Alhasil, Gubernur Bank Sentral Eropa Christine Lagarde dapat dipastikan akan meningkatkan suku bunga sekitar kisaran 50 bps pada pertemuan berikutnya.
Hal ini memberi gambaran nyata dampak perang di Rusia-Ukraina, telah menekan perekonomian di Eropa, khususnya dari sisi Inflasi. Perang tersebut telah mendorong harga harga energi meningkat, dan mendorong inflasi untuk tak terkendali.
"Memang, dengan menaikkan suku bunga, inflasi akan bergerak turun meski tidak mudah. Namun luka utama dari Inflasi juga harus diobati, yaitu invasi atau perang," kata Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Indonesia Maximilianus Nico Demus, Jumat (24/2).
Oleh karena itu, selama invasi belum bisa diselesaikan, inflasi di kawasan Eropa akan lebih sulit dijinakkan. Kebijakan moneter, kian dibutuhkan untuk mengendalikan inflasi namun potensi resesi ekonomi juga menjadi perhatian.
Baca juga: Berkaca Kasus Rubicon, Sri Mulyani Pastikan Perbaiki Sistem Pengawasan Internal
Dengan kuatnya ekonomi saat ini, kemungkinan Lagarde tidak akan sungkan untuk menaikkan lagi tingkat suku bunganya, bahkan lebih besar. Meskipun ada harga yang harus dibayar khususnya dari sisi pertumbuhan ekonomi.
Anggota Dewan Eksekutif Bank Sentral Eropa Isabel Schnabel juga mendorong pengetatan kebijakan moneter. Dia melihat kenaikan tingkat suku bunga akan terjadi hingga 3,75%.
Terakhir kali, Lagarde menaikkan tingkat suku bunga dari 2,75% menjadi 3,25% atau sebanyak 50 bps. Namun dengan tingginya inflasi, besaran 50 bps bukan sesuatu yang jauh untuk digapai.
Namun Villeroy, anggota Dewan Pengurus Bank Sentral Eropa, mengatakan saat ini tidak boleh bereaksi berlebihan meski ada kemungkinan tingkat suku bunga akan naik.
"Tapi dengan inflasi yang keras, hal ini akan tetap jauh lebih sulit apabila tidak melakukan sesuatu dengan luar biasa," kata Nico. (OL-4)
Terkini Lainnya
Rupiah Menguat Seiring Pasar Tunggu Data NFP AS
Pemerintah Tekan Inflasi Komponen Harga Bergejolak sejak Tengah 2022
Inflasi Turun, Langkah Mitigasi tetap Dilakukan
Kemenkeu: Penurunan Kemiskinan Beri Harapan pada Ekonomi Indonesia
Rupiah Dibuka Melemah di level Rp16.370 per Dolar AS pada Selasa 2 Juli 2024
IHSG Ditutup makin Menguat di Atas 7.000
Apple Eropa Sediakan Perangkat Lunak Deteksi Kerusakan
IHSG Ditutup Menguat Lampaui 6.950
Sri Mulyani Laporkan Kondisi Ekonomi ke Presiden Jokowi
Negara-Negara di Eropa Selatan Cari Cara Atasi Obesitas Pada Anak
Prabowo: Israel akan Terkucilkan jika tidak Mau Gencatan Senjata
Nyamuk Harimau Invasi Eropa Bawa Wabah Demam Berdarah Dengue
Umur di Tangan Tuhan, Bantuan Hidup Dasar Mesti Dilakukan
Sengkarut-marut Tata Kelola Pertanahan di IKN
Panggung Belakang Kebijakan Tapera
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Iuran Tapera ibarat Masyarakat Berdiri di Air Sebatas Dagu
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap