visitaaponce.com

Militer Sudan Enggan Berunding Lagi dengan RSF

Militer Sudan Enggan Berunding Lagi dengan RSF
Tentara Sudan menolak melakukan perundingan ulang dengan RSF yang ditengahi Arab Saudi.(AFP)

TENTARA Sudan menolak perundingan Pasukan Dukungan Cepat (RSF) yang ditengahi Arab Saudi. Jeddah mendorong kedua kelompok itu melanjutkan gencatan senjata dan membuka akses kemanusiaan.

Pembicaraan militer Sudan dengan RSF sudah dimulai di kota pelabuhan Jeddah pada awal Mei yang menghasilkan komitmen untuk melindungi warga sipil dan dua kesepakatan gencatan senjata jangka pendek yang telah berulang kali dilanggar. Tentara dan RSF telah sepakat untuk memperpanjang kesepakatan gencatan senjata selama seminggu selama lima hari sebelum berakhir pada Senin (29/5) malam.

Angkatan bersenjata Sudan mengatakan dalam sebuah pernyataan pada Rabu (31/5), bahwa pihaknya menangguhkan pembicaraan. Alasannya, militer Sudan menuduh RSF tidak berkomitmen dalam melaksanakan ketentuan perjanjian itu, khususnya mengenai gencatan senjata.

Baca juga: Tiongkok dan Jepang Kirim Bantuan untuk Pengungsi Perang Sudan

“Komando Umum Angkatan Bersenjata telah memutuskan untuk menangguhkan pembicaraan saat ini di Jeddah karena kurangnya komitmen milisi pemberontak (RSF) untuk mengimplementasikan salah satu ketentuan perjanjian dan pelanggaran terus-menerus terhadap gencatan senjata,” menurut pernyataan yang diposting di Situs web Kantor Berita Sudan.

Seorang Juru Bicara Militer Sudan Brigadir Nabil Abdalla juga mengatakan bahwa keputusan itu sebagai tanggapan atas dugaan pelanggaran berulang RSF atas gencatan senjata, pembukaan akses kemanusiaan, pendudukan rumah sakit dan infrastruktur sipil lainnya di ibu kota, Khartoum.

Baca juga: PBB Butuh Bantuan US$3 miliar terhadap Pengungsi Sudan

Dalam sebuah pernyataan, RSF menuduh tentara menghentikan pembicaraan di Jeddah sehingga dapat dijadikan alasan untuk menggunakan kekuatan udara dan artileri berat. Uni Afrika (AU) mengatakan penangguhan pembicaraan seharusnya tidak menyurutkan upaya mediasi lebih lanjut.

“Dalam negosiasi yang sulit, adalah fenomena klasik bahwa satu pihak menangguhkan atau mengancam untuk menangguhkan partisipasinya," kata Kepala Staf Presiden Komisi AU sekaligus Juru Bicara AU untuk krisis Sudan Mohamed El Hacen Lebatt.

Ia mengatakan kondisi ini seharusnya tidak mematahkan semangat para mediator yakni Amerika Serikat dan Arab Saudi untuk membujuk kedua belah pihak. Hingga Selasa (30/5) malam, bentrokan sengit dilaporkan terjadi di Khartoum, Omdurman, dan Khartoum Utara.

Perang di Sudan telah memaksa hampir 1,4 juta orang mengungsi, termasuk lebih dari 350 ribu orang yang telah menyeberang ke negara tetangga. Lebih dari enam minggu setelah konflik, PBB memperkirakan bahwa lebih dari setengah populasi, 25 juta orang, membutuhkan bantuan dan perlindungan.

Area ibu kota telah dilanda penjarahan yang meluas dan sering terjadi pemadaman listrik dan pasokan air. Sebagian besar rumah sakit telah berhenti beroperasi.

PBB, beberapa lembaga bantuan, kedutaan, dan bagian dari pemerintah pusat Sudan telah memindahkan operasi ke Port Sudan, di negara bagian Laut Merah Sudan. Para pemimpin tentara dan RSF telah memegang posisi teratas di dewan penguasa Sudan sejak mantan pemimpin Omar al-Bashir digulingkan dalam pemberontakan rakyat pada 2019.

Mereka melakukan kudeta pada 2021 karena mereka akan menyerahkan kepemimpinan dewan kepada warga sipil, sebelum keluar dari rantai komando dan restrukturisasi RSF di bawah transisi yang direncanakan. (Aljazeera/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat