visitaaponce.com

Abaikan Seruan Dunia, Pertempuran Terus Berkecamuk di Sudan

Abaikan Seruan Dunia, Pertempuran Terus Berkecamuk di Sudan
Militer sudan dan parammiliter Pasukan Pendukung Cepat mengabaikan seruan dunia untuk menghentikan perang.(AFP)

MILITER Sudan dan paramiliter Pasukan Pendukung Cepat (RSF) mengabaikan seruan negara-negara di dunia, termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menghentikan perang. Kedua belah pihak saling serang termasuk di ibu kota negara miskin tersebut, Khartoum.

Akibatnya, 56 warga sipil di antaranya tiga relawan Organisasi Pangan Dunia PBB (WFP) turut menjadi korban tewas pertikaian yang meletus sejak Sabtu (15/4). Sehari setelahnya, PBB berupaya mendamaikan kedua belah pihak, tetapi buntu dan perang saudara itu pun berlanjut.

WFP pun menangguhkan aktivitas bantuan di negara miskin itu akibat tiga relawannya menjadi korban. Mesir dan Chad, negara tetangga Sudan meminta militer dan RSF mengambil jalur negoisasi.

Baca juga : PBB Upayakan Bantuan kepada Sudan, Perang Pecah di Tengah Gencatan Senjata

Sayangnya keduanya terus melancarkan serangan dengan ledakan dan tembakan senjata intensif menargetkan gedung-gedung di pinggiran utara dan selatan Khartoum.

Suara tank-tank bergemuruh di jalan-jalan dan jet tempur meraung di atas langit Sudan selama dua hari hingga Minggu (16/4). Pertempuran berlanjut hingga malam yang memaksa penduduk sipil Sudan berdiam diri di rumah dengan ketakutan akan konflik berkepanjangan.

Kekerasan ini meletus Sabtu (15/4) pagi, setelah berminggu-minggu perebutan kekuasaan antara panglima militer Sudan Abdel Fattah al-Burhan dan wakilnya dari RSF, Mohamed Hamdan Daglo. Komite Pusat Dokter Sudan melaporkan 56 warga sipil tewas serta 600 orang terluka.

Baca juga : Pertempuran Berlanjut di Sudan, Ribuan Orang Terluka dan Perampokan Merajalela

Pada Minggu (16/4) sore, militer Sudan mengatakan mereka telah menyetujui proposal PBB untuk membuka jalur bagi kasus kemanusiaan, termasuk evakuasi korban luka, selama tiga jam yang berakhir pada 17:00 waktu setempat.

Keputusan tersebut didukung RSF dengan syarat militer Sudan menghentikan serangan. Keputusan gencatan senjata sementara itu tidak menghentikan serangan, suara tembakan senjata berat masih terdengar di pusat Khartoum dekat bandara, dan asap hitam pekat mengepul dari daerah sekitarnya.

"Tembakan dan ledakan tak henti-hentinya," kata Ahmed Hamid, 34, dari pinggiran utara Khartoum.

Baca juga : Gencatan Senjata Tak Pernah Berlaku di Sudan

Sementara Ahmed Seif, warga Khartoum lainnya, menyebut situasi itu sangat mengkhawatirkan. "Sepertinya situasi Sudan tidak akan tenang dalam waktu dekat," jelasnya.

Pimpinan RSF, Daglo mengatakan mereka telah merebut istana kepresidenan, bandara Khartoum, dan lokasi strategis lainnya. Tetapi klaim tersebut dipatahkan militer Sudan dengan menyatakan masih menguasai seluruh fasilitas tersebut.

Pertempuran juga meletus di wilayah Darfur barat dan di perbatasan timur negara bagian Kassala. Warga daerah itu, Hussein Saleh mengatakan militer Sudan menembakkan peluru artileri ke sebuah kamp RSF.

Baca juga : Perang Saudara di Sudan, 20 Juta Orang Terancam Kelaparan

PBB mengatakan tiga karyawan WFP yang tewas pada Sabtu (15/4) dalam perang yang terjadi di Darfur Utara. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyerukan kedua belah pihak untuk menjunjung keadilan tanpa penundaan.

Dia sebelumnya memperingatkan bahwa eskalasi pertempuran akan semakin memperburuk situasi kemanusiaan yang sudah genting di Sudan. PBB mengatakan sepertiga penduduk Sudan membutuhkan bantuan kemanusiaan.

WFP mengatakan sebuah pesawat yang dikelola oleh organisasi tersebut juga rusak parah di bandara Khartoum. "Kami tidak dapat melakukan pekerjaan menyelamatkan nyawa kami jika keselamatan dan keamanan tim dan mitra kami tidak dijamin," kata kepala WFP Cindy McCain.

Baca juga : Lelah Jadi Korban Perang, Pengungsi Antre untuk Hengkang dari Sudan

Tidak ada negosiasi

Didirikan pada 2013, RSF muncul dari milisi Janjaweed yang dipengaruhi mantan Presiden Omar al-Bashir. RSF mayoritas beranggotakan etnis minoritas non-Arab di Darfur.

Integrasi RSF yang direncanakan ke dalam militer Sudan adalah isu yang menjadi titik masalah perang yang saat ini berkecamuk. Tujuannya untuk memulai transisi demokrasi dan mengakhiri krisis politik-ekonomi yang dipicu oleh kudeta militer pada 2021 oleh Burhan dan Daglo.

Seruan untuk mengakhiri pertempuran datang dari seluruh kawasan dan dunia, termasuk AS, Inggris, Tiongkok, Uni Eropa dan Rusia. Sementara pemimpin Umat Katolik Paus Fransiskus mengatakan dia mengikuti peristiwa itu dengan perhatian dan mendesak kedua belah pihak untuk berdialog.

Baca juga : PBB Kirim Utusan Khusus ke Sudan

Setelah pertemuan mengenai situasi di Sudan, Uni Afrika mengatakan seorang pejabat senior akan segera melakukan perjalanan ke Sudan dalam misi gencatan senjata. Blok Liga Arab mengadakan pertemuan darurat di Kairo, atas permintaan Mesir dan Arab Saudi.

Mantan perdana menteri Sudan Abdalla Hamdok, pada konferensi pers di Abu Dhabi, menggambarkan situasi kemanusiaan di Sudan berstatus hancur. Dia pun menyerukan militer Sudan dan RSF untuk melakukan gencatan senjata.

Tetapi kedua jenderal itu tampaknya tidak berminat untuk mengikuti seruan dunia. Kudeta yang dilakukan kedua pemimpin tersebut pada Oktober 2021 memicu pengurangan bantuan kemanusiaan dan memicu protes hampir mingguan yang ditanggapi dengan tindakan keras yang mematikan.

Burhan, yang naik pangkat di bawah pemerintahan tiga dekade Bashir yang sekarang dipenjara, mengatakan kudeta itu diperlukan untuk memasukkan lebih banyak faksi dalam politik. Tetapi Daglo menyebut kudeta itu kesalahan dan kegagalan. (AFP/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat