visitaaponce.com

Gencatan Senjata Tak Pernah Berlaku di Sudan

Gencatan Senjata Tak Pernah Berlaku di Sudan
Suara tembakan terdengar di Sudan setelah beberapa jam kesepakatan genjatan senjata disetujui. Kedua pihak yang berseteru saling tuding.(AFP)

PERTEMPURAN kembali berkecamuk di Sudan beberapa jam setelah kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi pihak internasional seharusnya mulai berlaku. Kedua belah pihak yang berseteru saling  menuduh telah melanggar gencatan senjata.

Tembakan keras bergema pada Selasa (18/4), di wilayah ibu kota Khartoum, beberapa menit setelah dimulainya gencatan senjata pukul 18:00 waktu setempat. Tentara militer dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF) paramiliter saingan mengeluarkan pernyataan yang menuduh satu sama lain gagal menghormati gencatan senjata.

Komando Tinggi Angkatan Darat mengatakan akan melanjutkan operasi  mengamankan ibu kota dan wilayah lainnya. "Kami belum menerima indikasi apa pun di sini bahwa pertempuran telah berhenti," kata Juru Bicara PBB Stephane Dujarric dalam jumpa pers di New York, Amerika Serikat (AS) .

Baca juga: Seorang WNI di Sudan Terkena Peluru Nyasar

Konflik antara pemimpin militer Sudan dan wakilnya yang memimpin RSF meletus empat hari lalu. Pertempuran tersebut telah memicu kondisi yang digambarkan PBB sebagai bencana kemanusiaan, termasuk hampir runtuhnya sistem kesehatan di Sudan.

Organisasi Pangan Dunia (WFP) menghentikan operasi setelah tiga karyawannya terbunuh. Sedikitnya 185 orang tewas dalam konflik tersebut, menurut catatan PBB.

Baca juga: Dua Jenderal Berseteru, Rakyat Sudan jadi Korban

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, berbicara di Jepang, mengatakan telah menelepon dua pemimpin saingan, panglima militer Jenderal Abdel Fattah al-Burhan dan pemimpin RSF Jenderal Mohamed Hamdan Dagalo untuk meminta gencatan senjata.

Blinken juga meminta keduanya berdamai. “Kami ingin menerapkan gencatan senjata dan memulihkan kehidupan normal di kota. Tapi RSF adalah milisi yang tidak menghormati apapun,” kata Juru Bicara Militer Sudan Kolonel Khaled Al-Akida.

Sementara itu, RSF mengatakan akan menjunjung tinggi bagiannya dari perjanjian gencatan senjata. “Pasukan kami yang dikerahkan di berbagai wilayah Khartoum berkomitmen untuk gencatan senjata,” kata Penasihat Komandan RSF Musa Khaddam.

Al-Burhan mengepalai Dewan Penguasa yang dibentuk setelah kudeta militer 2021 dan pencopotan al-Bashir 2019, sementara Dagalo lebih dikenal sebagai Hemedti adalah wakilnya di dewan itu. Perebutan kekuasaan keduanya telah menghentikan rencana peralihan ke pemerintahan sipil setelah puluhan tahun otokrasi dan dominasi militer di Sudan, yang terletak di persimpangan strategis antara Mesir, Arab Saudi, Ethiopia, dan wilayah Sahel Afrika yang bergejolak.

Kekerasan juga berisiko menarik aktor dari berbagai wilayah Sudan yang mendukung berbagai faksi politik. Gencatan senjata sebelumnya yang lebih pendek yang disepakati pada Minggu (16/4), juga diabaikan secara luas. Tembakan artileri, serangan pesawat tempur, dan pertempuran jalanan membuat perjalanan di Khartoum hampir mustahil, menjebak penduduk dan orang asing di rumah mereka.

Kondisi saat ini membuat Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah tidak dapat menyediakan layanan kemanusiaan. Ini memperingatkan bahwa sistem kesehatan Sudan berisiko rusak. (Aljazeera/Z-3)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Thalatie Yani

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat