visitaaponce.com

Arab Saudi Pangkas Produksi Minyak untuk Dongkrak Harga

Arab Saudi Pangkas Produksi Minyak untuk Dongkrak Harga
Ilustrasi kawasan pengolahan minyak mentah dunia di Arab Saudi.(AFP)

ARAB Saudi mengumumkan pemangkasan produksi minyak menyusul pertemuan produsen-produsen utama. Pemangkasan bertujuan untuk menopang harga meskipun ada kekhawatiran akan terjadinya resesi.

Pertemuan 13 anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC+) yang dipimpin oleh Arab Saudi dan 10 mitranya, yang dipimpin oleh Rusia diwarnai dengan negosiasi yang alot.

"Pemangkasan baru Arab Saudi sebesar 1 juta barel per hari (bph) adalah untuk bulan Juli tetapi dapat diperpanjang,” kata Menteri Energi Pangeran Abdulaziz bin Salman kepada para wartawan setelah pertemuan OPEC+ di markas besar kelompok tersebut di Wina, Selasa, (6/5).

Para analis sebagian besar memperkirakan para produsen OPEC+ akan mempertahankan kebijakan mereka saat ini. Namun, tanda-tanda muncul akhir pekan ini bahwa ke-23 negara tersebut mempertimbangkan pemangkasan yang lebih dalam.

Baca juga: Harga Minyak Naik, Pasar Tunggu Kabar Pemotongan OPEC+

Pada bulan April, beberapa anggota OPEC+ setuju untuk memangkas produksi secara sukarela sebesar lebih dari 1 juta barel per hari. Produsen minyak bergulat dengan penurunan harga dan volatilitas pasar yang tinggi di tengah invasi Rusia ke Ukraina, hingga menjungkirbalikkan ekonomi di seluruh dunia.

Harga minyak telah anjlok sekitar 10 persen sejak pemangkasan diumumkan pada bulan April, dengan minyak mentah Brent mendekati US$70 per barel, level yang belum pernah diperdagangkan di bawahnya sejak Desember 2021.

Para pedagang khawatir permintaan akan merosot, begitu juga kekhawatiran tentang kondisi ekonomi global karena Amerika Serikat berjuang melawan inflasi dan suku bunga yang lebih tinggi sementara pemulihan pasca-Covid di Tiongkok tersendat-sendat.

Wakil Perdana Menteri Rusia Alexander Novak mengatakan pemangkasan produksi saat ini diperpanjang hingga akhir 2024 setelah mengkaji masalah ini untuk waktu yang lama.

Baca juga: Waduh, Kepanikan Pasar Keuangan Amerika Gerus Harga Minyak Dunia

Menurut tabel OPEC+ mengenai tingkat produksi yang dibutuhkan untuk tahun depan, Uni Emirat Arab akan dapat memompa lebih banyak daripada saat ini, sementara beberapa negara termasuk Angola, Republik Kongo, dan Nigeria telah memotong kuota mereka.

Bloomberg melaporkan bahwa negara-negara Afrika telah enggan untuk menyerahkan sebagian kuota mereka meskipun gagal untuk memenuhinya.

"Kami memiliki kesepakatan yang membuat semua orang senang,”kata Menteri Hidrokarbon Republik Kongo, Bruno Jean-Richard Itoua.

Rusia Pertahankan Produksi

Pertemuan hari Minggu juga diawasi dengan cermat karena Rusia ingin mempertahankan produksinya, sementara Arab Saudi ingin menaikkan harga untuk menyeimbangkan anggarannya.

"Mereka telah menunjukkan lagi bahwa mereka bekerja sama. Pada akhirnya, ini adalah tentang apa yang mereka sepakati," kata analis UBS Giovanni Staunovo, dia menambahkan bahwa bagian terpenting adalah menunjukkan persatuan.

Rusia bergantung pada pendapatan minyak dengan perang di Ukraina yang berlarut-larut dan sanksi-sanksi Barat yang menghantam ekonominya, dan telah mengirimkan minyak ke India dan Tiongkok karena kedua negara raksasa Asia ini menyerap minyak mentah yang murah.

Di sisi lain, menurut analis Commerzbank harga impas Arab Saudi saat ini mencapai US$80 per barel.

Pada Maret 2020, aliansi ini didorong ke ambang kehancuran ketika Moskow menolak untuk memangkas produksi minyak bahkan ketika pandemi covid-19 membuat harga jatuh bebas.

Setelah negosiasi gagal, Arab Saudi membanjiri pasar dengan menggenjot ekspor ke rekor tertinggi sebelum kedua negara mencapai kesepakatan.

Ketika ditanya apakah ada perbedaan pendapat dengan Arab Saudi akhir pekan ini, "Tidak, kami tidak memiliki perbedaan pendapat, ini adalah keputusan bersama,” kata Novak.

Para analis mengatakan bahwa harga minyak diperkirakan akan naik dalam jangka pendek menyusul langkah Riyadh.

"Yang masih menjadi tanda tanya adalah sisi permintaan dari persamaan minyak. Jika tekanan inflasi yang berlarut-larut menyebabkan revisi ke bawah pada permintaan minyak global, maka pengurangan suplai dapat dinetralisir," ujar Tamas Varga, analis PVM Energy.

Negara-negara OPEC+ memproduksi sekitar 60% minyak dunia. Pertemuan berikutnya dari kelompok ini dijadwalkan pada 26 November mendatang.

(AFP/Z-9)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putri Rosmalia

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat