visitaaponce.com

Fakta Mengenai DEFA yang Buat Ekonomi Digital ASEAN Melejit hingga US2 Triliun di 2030

Fakta Mengenai DEFA yang Buat Ekonomi Digital ASEAN Melejit hingga US$2 Triliun di 2030
Ilustrasi(Istimewa)

NILAI ekonomi digital ASEAN diproyeksi akan mampu meningkat dua kali lipat mencapai US$2 triliun pada 2030 mendatang. Hal tersebut karena adanya Digital Economic Framework Agreement (DEFA). Apa itu DEFA?

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan, DEFA merupakan kerangka kerja sama yang menyediakan peta jalan (roadmap) komprehensif untuk memberdayakan dunia usaha dan pemangku kepentingan (stakeholder) di kawasan ASEAN, melalui percepatan pertumbuhan perdagangan, peningkatan interoperabilitas, penciptaan lingkungan digital yang aman, serta peningkatan partisipasi UMKM.

"Sebelum adanya DEFA ekonomi digital ASEAN diprediksi tumbuh senilai US$330 miliar pada 2025, hingga US$1 triliun pada 2030," ungkap Airlangga dalam simposium "Digital Economy and Sustainibility" di Jakarta, Kamis (24/8).

Diketahui bahwa kajian mengenai ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) telah resmi disahkan pada pertemuan para Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) pada 19 Agustus 2023.

Kajian ini ditugaskan oleh Negara-negara Anggota ASEAN, dengan dukungan dari Australia untuk ASEAN Futures Initiative (Aus4ASEAN Futures), dan memberikan visi ambisius tentang peluang digital yang harmonis di kawasan ini, melampaui Perjanjian Ekonomi Digital (DEA) bilateral atau multilateral yang sudah ada.

Studi DEFA melibatkan pemangku kepentingan di seluruh ASEAN, mengumpulkan informasi melalui serangkaian lokakarya dan sesi konsultasi di seluruh kawasan.

Hal ini juga mencakup masukan dari sektor swasta ASEAN, menyurvei lebih dari 2.000 usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), melibatkan lebih dari 60 pemimpin bisnis di perusahaan besar. Hal ini juga didukung oleh tinjauan literatur sekunder untuk mendapatkan rekomendasi praktik terbaik.

DEFA berupaya menawarkan peta jalan yang komprehensif untuk memberdayakan dunia usaha dan pemangku kepentingan di seluruh ASEAN, melalui percepatan pertumbuhan perdagangan, peningkatan interoperabilitas, penciptaan lingkungan online yang aman, dan peningkatan partisipasi UMKM.

Oleh karena itu, topik-topik utama seperti perdagangan digital, e-commerce lintas negara, keamanan siber, ID digital, dan pembayaran digital juga dipertimbangkan bersama dengan topik-topik baru seperti AI untuk memastikan DEFA yang tahan terhadap masa depan.

Menurut model bottom-up yang dikembangkan oleh Boston Consulting Group, ekonomi digital ASEAN diproyeksikan meningkat tiga kali lipat pada akhir dekade ini melalui adopsi teknologi digital, tumbuh dari sekitar US$300 miliar menjadi hampir US$1 triliun pada 2030.

Aturan progresif di DEFA akan melipatgandakan kontribusi nilai ini, membuka peluang sebesar US$2 triliun bagi ekonomi digital ASEAN.

Kao Kim Hourn, Sekretaris Jenderal ASEAN, menggarisbawahi bahwa penyelesaian studi DEFA merupakan tonggak penting dan salah satu pencapaian paling luar biasa pada tahun 2023.

"Yang merupakan persiapan penting bagi ASEAN untuk memulai perundingan DEFA. DEFA juga merupakan bukti komitmen jangka panjang ASEAN untuk merangkul transformasi digital yang akan memajukan bisnis ASEAN secara global, dan membuka era pertumbuhan ekonomi tanpa batas,” katanya dikutip dari laman resmi ASEAN.

Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN (AEM) juga mengesahkan Kerangka Negosiasi DEFA ASEAN, yang membuka jalan bagi ASEAN untuk memulai perundingan DEFA pada akhir tahun 2023.

Perundingan DEFA diharapkan dapat diluncurkan secara resmi pada pertemuan Dewan Masyarakat Ekonomi ASEAN (AEC) ke-23 dan diakui secara resmi oleh para Pemimpin ASEAN pada KTT ASEAN ke-23 di Jakarta, pada September 2023 mendatang.

40% Dikuasai Indonesia

Menko Airlangga menjelaskan 40% dari total nilai ekonomi digital ASEAN saat ini berasal dari Indonesia. Oleh karena itu, dengan adanya DEFA, ekonomi digital Indonesia juga diperkirakan akan ikut tumbuh mencapai US$400 miliar pada 2030 mendatang.

Dari segi bruto barang dagang atau gross mechandise value (GMV) tahun 2022, ASEAN mencatatkan GMV sebesar US$194 miliar atau meningkat 90% sejak 2019.

"DI Indonesia, GMV tercatat US$70 miliar, dan pada 2025 nanti diperkirakan akan tumbuh sekitar US$150 miliar. Asia Tenggara juga menjadi rumah bagi lebih dari 4.500 startup, serta di Indonesia sendiri ada lebih dari 2.000 startup," ujar Menko Airlangga.

Melalui kepemimpinan Indonesia di ASEAN, Menko Airlangga menyampaikan pihaknya tengah mendorong tiga isu utama yang mencakup isu pemulihan ekonomi (recovery building), ekonomi digital (digital economy), serta keberlanjutan (sustainability).

Pada kesempatan yang sama, President of Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA) Tetsuya Watanabe menyampaikan, pengembangan ekonomi digital di kawasan juga perlu disertai dengan aspek keberlanjutan.

Untuk itu, perlu adanya kolaborasi bersama antar sektor mulai dari pemerintah hingga sektor swasta guna menciptakan transformasi ekonomi digital yang berkelanjutan di kawasan ASEAN dan Asia Timur.

"Kita perlu memastikan sektor terkait, seperti transportasi, keuangan agar bersama-sama membantu para pembuat kebijakan dan sektor swasta di wilayah ini untuk mewujudkan transformasi digital, manajemen proyek, dan keterlibatan publik serta swasta," pungkasnya. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat