visitaaponce.com

Indonesia Darurat TTPO, 3.700 PMI Jadi Korban, Komnas HAM Luncurkan Program Jalan Terjal

Indonesia Darurat TTPO, 3.700 PMI Jadi Korban, Komnas HAM Luncurkan Program 'Jalan Terjal'
Komnas HAM menyebut Indonesia darurat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO)(MI/Marianus Marselus )

KOMISI Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM menyebut Indonesia darurat kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO). Data tahun 2020-2024 setidaknya 3.700 Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi korban TPPO di wilayah Asean.

Dari data ini Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) cukup signifikan penyumbang kasus kematian PMI di luar negeri.

"Dari jumlah itu sedikitnya ada 657 PMI asal NTT dipulangkan dalam kondisi tak bernyawa," ujar Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro, Kamis (27/6).

Baca juga : Laos Didapuk Jadi Keketuaan AMMTC ke-18, Lanjutkan Penguatan Keamanan ASEAN

Atnika mengatakan ini dalam acara Peluncuran Kajian TPPO Komnas HAM 2023 dan High-level Dialogue tentang TPPO yang diselenggarakan di Labuan Bajo, NTT, Kamis (27/6).

Menekan tingginya kasus TPPO itu,  Komnas HAM Luncurkan program "Jalan Terjal". Program itu bertujuan mengkaji efektivitas implementasi kebijakan pencegahan dan penanganan TPPO di Indonesia. 

Koordinator Tim TPPO Komnas HAM, Anis Hidayah mengatakan kajian ini berangkat dari situasi Indonesia sebagai negara dengan darurat TPPO. Provinsi NTT dan Kalimantan Barat dipilih sebagai objek kajian karena merupakan wilayah rentan praktik TPPO. 

Baca juga : AS Apresiasi Indonesia Manfaatkan Keketuaan ASEAN untuk Tangani TPPO

"Khusus di wilayah NTT fenomena menyedihkan hampir setiap hari ada jenazah PMI yang dikirim ke Bandara El Tari Kupang. Tak jarang dari korban itu tidak terungkap kasusnya, tidak terungkap kenapa meninggal dunia," ungkapnya.

Berdasarkan hasil kajian ditemukan sejumlah kelemahan dalam penanganan TPPO di Indonesia. Di antaranya kelemahan sistem dan konsistensi kolaboratif lintas kementerian lembaga dalam gugus tugas pencegahan dan penanganan TPPO, juga lemahnya koneksi data lintas lembaga.

Karena itu menurut dia, dibutuhkan strategi penanganan dan pencegahan yang serius dan komprehensif oleh negara, kementerian lembaga, pemerintah daerah dan masyarakat. 

Baca juga : Komnas HAM Sebut Gugus Tugas TPPO di Daerah Tak Bergigi. Kenapa?

Online Scamming Jadi Modus Baru

Pada periode Desember 2022 hingga Mei 2023, Komnas HAM menerima banyak pengaduan terkait TPPO online scamming dari berbagai negara Asean. Praktek kejahatan TPPO dengan modus online scamming merupakan cara baru yang patut diwaspadai. 

"Persoalan online scamming adalah tren baru modus TPPO yang menjadi perhatian Komnas HAM. Data korban scamming TPPO meningkat tajam dari ratusan menjadi ribuan," papar Atnike.

Baca juga : Lagi, Pekerja Migran NTT Meninggal di Malaysia. Jenazah ke-55 Tahun Ini

Selain itu, ada pula modus pengantin pesanan (mail order bride). Dua modus baru itu mengakibatkan PMI mengalami eksploitasi dalam industri komersial seksual, sektor rumah tangga dan perkebunan sawit. 

Lebih menyedihkan lagi ditemukan banyak perempuan dan anak di NTT yang menjadi korban kejahatan luar biasa itu. 

"Modus TPPO setiap tahun terus berkembang, makin kreatif dalam konteks negatif. Indonesia menjadi ladang subur dari target korban TPPO baik sebagai negara pengiriman maupun negara tujuan," ungkapnya. 

Penanganan TPPO Melemah 

Sementara itu, Anis Hidayah mengungkapkan, berdasarkan hasil kajian Komnas HAM di tahun 2023 ditemukan sejumlah faktor penghambat penanganan TPPO di Indonesia.

Di antaranya masih lemahnya sistem dan konsistensi kerja kolaboratif lintas kementerian lembaga, kemudian data di pusat dan daerah belum terkoneksi dengan baik, putusnya hubungan vertikal pusat dan daerah dalam penanganan TPPO. 

Yang berikut, belum terbangun komitmen kerja sama penegakkan hukum antar aparat penegak hukum dan negara lain, kemudian minimnya pengawasan terhadap operasional perusahaan penempatan PMI. 

"Juga masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam pencegahan TPPO. Yang terakhir pemalsuan identitas sebagai salah satu titik rawan yang membuat pekerja makin rentan menjadi korban TPPO. Ini modus yang paling tua," jelasnya. 

Hasil kajian itu juga mengungkapkan belum efektifnya kerja satuan tugas (Satgas) TPPO yang dibentuk pemerintah, baik dari sisi anggaran dan tupoksi yang jelas untuk penegakkan hukum. Selain itu belum selarasnya pandangan penerapan hukum TPPO antara instansi kepolisian dan kejaksaan.

Kondisi itu diperparah dengan adanya keterlibatan aparat pemerintah dan penegak hukum dalam kasus yang mengakibatkan pelaku sulit dijerat, kemudian minimnya pelaporan dan kerjasama dari para korban karena diintimidasi.

"Jarang sekali di Indonesia korban TPPO menerima ganti rugi," ungkapnya.

Dari hasil kajian itu Komnas HAM mengambil kesimpulan kerja Satgas Nasional yang dibentuk 16 tahun lalu belum efektif melakukan pencegahan TPPO sesuai mandat undang-undang.

Satgas TPPO yang dimaksud merupakan amanat dari UU No. 7/2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Pemerintah pusat, provinsi, kabupaten dan kota masing-masing wajib memiliki satgas TPPO.

Selain itu pola-pola pencegahan TPPO di Indonesia terlihat masih sporadis, pemerintah masih berfokus pada upaya evakuasi korban. (MM/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat