visitaaponce.com

DPR Indonesia Pilih Soft Diplomacy dalam Tanggapi Peta Standar China 2023

DPR: Indonesia Pilih 'Soft Diplomacy' dalam Tanggapi Peta Standar China 2023
Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno.(Ist/DPR)

BEBERAPA waktu lalu China, secara sepihak, merilis peta baru yang disebut sebagai ‘Peta Standar China 2023’.

Dampaknya, kehadiran peta tersebut memicu suasana panas di antara negara kawasan. Dari ‘Peta Standar China 2023’, 'Negeri Tirai Bambu' tersebut tergambarkan memiliki wilayah yang lebih luas dari yang diduga.

Kementerian Sumber Daya Alam China merilis peta itu bersamaan dengan Kesadaran Pemetaan Nasional China dan Hari Publisitas Survei dan Pemetaan.

Baca juga: Indonesia Percepat Negosiasi Kode Etik di Laut China Selatan

Peta tersebut mencakup wilayah yang disengketakan dengan negara-negara tetangga mulai dari Arunachal Pradesh dan Aksai Chin di India, Taiwan, hingga Laut China Selatan.

Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi I DPR RI Dave Akbarshah Fikarno mengungkapkan bahwa Indonesia akan terus mengupayakan soft diplomacy melalui forum-forum multilateral ataupun bilateral.

Salah satunya dengan Negara ASEAN dan Asia Selatan. Terlebih, Indonesia akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN dalam waktu dekat ini.

Baca juga: Malaysia Tolak Peta Baru Tiongkok yang Klaim Wilayah Maritim Malaysia

“Mengingat kita kan sebentar lagi akan melaksanakan KTT ASEAN untuk itu kita bisa trace isu-isu tersebut pada saat pembukaan (KTT ASEAN). Jadi Presiden (Jokowi) bisa menyampaikan dan juga (khususnya) undangan dari negara-negara lain,” ungkap Dave dalam keterangan pers, baru-baru ini.

Menurut Dave, hal ini perlu untuk dikawal agar jangan sampai perbedaan persepsi memicu konflik yang berkepanjangan, bahkan perang terbuka.

“Ini yang harus menjadi perhatian, dan juga Spratly Island yang terus dikembangkan mereka. China terus membangun kekuatan militer di sana dan juga Australia yang meningkatkan patrolinya di seputaran sana. Terus juga US menambah lagi untuk memperkuat dari presence (kehadiran) mereka di Filipina,” jelasnya

Baca juga: AS Kecam Serangan 'Water Cannon' Kapal Tiongkok ke Kapal Filipina

Ia menilai semua negara saling berkaitan karena untuk saling memantau perkembangan dari peta baru tersebut. Sehingga, apabila situasi keamanan meningkat, hal itu berpotensi menjadi akhir dari perang dingin berlanjut ke perang terbuka.

“Ya, hal itu bisa merusak ataupun menghambat pembangunan ekonomi dan juga ketentraman dan kestabilan secara regional,” tutup politikus Fraksi Partai Golkar ini. (RO/S-4) 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat