visitaaponce.com

Indonesia Angkat Isu Energi Hijau di ASEAN

Indonesia Angkat Isu Energi Hijau di ASEAN
Ilustrasi energi hijau(123 RF)

WAKIL Menteri Luar Negeri Pahala Nugraha Mansury mengatakan Indonesia terus berkomitmen untuk fokus pada pengembangan infrastruktur hijau. Terdapat 5 inisiatif utama dalam membangun infrastruktur hijau.

Pertama untuk meningkatkan kapasitas energi terbarukan. Saat ini Indonesia memiliki potensi untuk membangun 22 GW tenaga panas bumi, 75 GW tenaga air, sekitar 6,6 GW tenaga surya dan biomassa, dan sekitar 60,6 GW tenaga angin. Untuk memaksimalkannya pemerintah mengatur dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030.

"Rencana pengembangan listrik kami 2021-2030 adalah yang pertama dengan komitmen untuk membangun lebih banyak kapasitas listrik dari sumber daya terbarukan. Indonesia juga memiliki lebih banyak potensi dalam pengembangan energi terbarukan daripada hanya di bidang kelistrikan," kata Pahala dalam sidang paripurna ASEAN Indo-Pasific Forum (AIPF) di Jakarta, Rabu (6/9).

Baca juga : Jokowi Sebut Asia Tenggara akan Jadi Pusat Pertumbuhan Ekonomi yang Menjanjikan

Kedua yaitu pengembangan biofuel, biomassa, hingga hidrogen hijau. Pada tahun ini Indonesia telah mengembangkan B35, menggantikan sekitar 35 persen dari minyak diesel. Pertamina juga baru saja meluncurkan pertamax hijau menargetkan untuk dapat mencapai E20 pada 2030.

Baca juga : PDB ASEAN Bisa Melesat ke Angka US$1 Triliun di 2030, Jika Transisi Energi Berhasil

Sekitar 26 persen sumber daya dunia dalam bentuk nikel, Indonesia memiliki rencana untuk membuat baterai dengan kapasitas lebih dari 140 GWh pada 2030 mendatang. Negara ASEAN lainnya juga memiliki potensi yang besar seperti Filipina yang memiliki potensi yang sangat signifikan dalam mengembangkan nikel.

"Kami juga mencoba untuk membangun kapasitas di bidang tidak hanya biofuel tetapi juga membangun kemampuan untuk dapat menghubungkan klaster industri hijau. Seperti yang kita ketahui, semua negara di ASEAN berambisi untuk menjadi bagian dari rantai suplai global ekosistem EV," ujar Pahala.

Ketiga, mengembangkan ekosistem EV yang lebih kohesif, Indonesia harus dapat menghubungkan klaster industri hijau melalui ASEAN Power Grid. Hal itu juga merupakan salah satu hasil utama dari KTT ASEAN kali ini. Keempat membangun klaster industri hijau yang terkoneksi satu sama lain.

Terakhir, pengembangan ekosistem EV dan kapasitas produksi tidak akan terwujud tanpa adanya konektivitas di antara negara-negara anggota ASEAN. (Z-8)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat