visitaaponce.com

Gaza di Ambang Bencana Kelaparan

Gaza di Ambang Bencana Kelaparan 
Anteran pengungsi saat pemberian makanan di Rafah, Jalur Gaza, Palestina, Rabu (8/11).(AFP/Said Khatib)

BENCANA kelaparan mengancam warga Gaza, Palestina, setelah sebulan menjadi korban serangan teror bom dan blokade Israel. Mereka yang hidup harus berjuang untuk tetap mendapatkan makanan, air bersih dan tempat bernaung karena teror bom Zionis Israel belum berhenti.

Muhammad Husein, salah satu WNI yang masih berada di Gaza mengungkapkan, hanya tersisa satu toko roti di sana. Warga Gaza memang terbiasa mengonsumsi roti.

"Ancaman kelaparan mengancam Jalur Gaza. Hanya satu toko roti yang masih beroperasi dari 23 toko roti," kata Husein lewat media sosialnya, Kamis (9/11).

Warga Gaza mengantre di depan salah satu toko roti yang dibom Israel, pada 2 November 2023. (AFP/Mahmud Hams)

 

Baca juga : RS Al-Shifa di Gaza Terus-Terusan Jadi Target Bom Israel

Wahid Al-Munirawi yang bekerja sebagai teknisi radiologi di Rumah Sakit Indonesia di Jalur Gaza mengungkapkan kondisi terkini Gaza.

"Makanan menjadi langka, air tidak layak diminum, dan bahkan sumber-sumber energi yang tersisa sedang digempur dan dihancurkan, sehingga tidak menyisakan tempat mengungsi bagi warga," ujarnya, dikutip dari Xinhua.

Baca juga : Viral Surat 100 Dokter Israel Minta Rumah Sakit Gaza Dibom.

Saat ini, tiga saudara kandung Al-Munirawi menerima perawatan di Rumah Sakit Indonesia, namun dia memperingatkan bahwa layanan medis mungkin akan terhenti akibat kekurangan pasokan energi.

Selama 24 jam terakhir, pihak kementerian itu melaporkan bahwa serangan udara Israel yang menyasar tempat penampungan, rumah sakit, dan toko makanan telah mengakibatkan puluhan orang tewas dan luka-luka.
 
Pada Kamis (2/11), tentara Israel mengepung Gaza City dan kamp Jabalia, dan terus melancarkan serangan di sejumlah titik di bagian selatan kota itu. 

Israel masih tutup akses makanan, air dan listrik

Setelah 32 hari, Israel masih memutus pasokan bahan bakar, listrik, makanan, dan air ke Gaza sebagai bentuk hukuman terhadap Gaza setelah serangan Hamas ke kota-kota perbatasan Israel pada 7 Oktober lalu.

Distribusi makanan dan pasokan medis di bagian selatan Gaza menjadi terganggu di tengah meningkatnya kebutuhan warga. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) terus bekerja demi memenuhi kebutuhan para pengungsi.

Upaya UNRWA untuk membatasi distribusi tepung terigu ke toko-toko roti dan menjualnya kepada warga dengan harga yang lebih murah telah membantu meringankan sebagian penderitaan warga Palestina.

Waleed Mahanna, yang berasal dari Gaza dan kini tinggal bersama kerabatnya di Rafah, mengatakan, "Setiap hari, saya harus berdiri mengantre sejak fajar hingga siang hari demi membeli sepotong roti."

"Ini adalah situasi tidak manusiawi terburuk yang dapat dialami seseorang," ujarnya.
 
Selama sebulan penuh sejak konflik mematikan tersebut pecah, jumlah korban tewas dari pihak Palestina di Gaza telah bertambah menjadi 10.328 orang, termasuk 4.237 anak-anak, 2.719 wanita, dan 631 lansia.

Sementara jumlah korban tewas dari pihak Israel mencapai lebih dari 1.400 orang dan ribuan orang lainnya luka-luka, menurut data statistik resmi dari masing-masing pihak.

Para pengungsi Palestina mengaku bahwa kehidupan mereka bagaikan di neraka, tanpa makanan dan air, di mana mayat bergelimpangan dan gempuran serangan udara serta bombardir terus-menerus terjadi.

Meski begitu, mereka berusaha tetap tegar dan berjuang untuk tetap hidup. Seperti yang dilakukan pasangan suami istri lansia di Gaza. Dengan mempertaruhkan nyawa, mereka berkeliling kota berusaha mencari makanan, minuman dan pakaian.

Di saat yang sama, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memperkirakan bahwa ratusan ribu warga Gaza telah mengungsi ke bagian selatan daerah kantong tersebut. (Ant/Aljazeera/Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat