visitaaponce.com

Meninggikan Substansi, Menghempaskan Gimik

Meninggikan Substansi, Menghempaskan Gimik
Ilustrasi MI(MI/Seno)

KETIKA itu, musim dingin di Tokyo tahun 2011. Dengan coat yang tebal, saya berjalan menyusuri jalan Kasumigaseki dari kantor saya di Asian Development Bank Institute (ADBI) menuju kantor World Bank. Di ujung telepon sudah ada Giovanni Capanelli, bos saya  di ADBI yang sudah resah karena saya tak kunjung tiba. Fithra di mana kamu, ini rapat sudah hampir dimulai. Itu seperti 15 menit terlama sepanjang hidup saya karena sepanjang perjalanan Gio tak berhenti menelepon.

Rapat itu cukup penting bagi teman-teman di ADBI karena narasumbernya ialah Sekjen ASEAN, yang pada saat itu dijabat Surin Pitsuwan. Buku yang hendak kami pungkasi adalah mengenai masa depan ASEAN di tahun 2030, yakni Indonesia menjadi salah satu pilar penghela pertumbuhan ASEAN ke depan. Sejak saat itu saya pun tersadar, bahwa Indonesia tidak hanya bertanggung jawab pada dirinya sendiri, tetapi juga membawa beban kawasan.

Indonesia, dengan sejarah reformasi yang mengubah arah politik dan ekonominya, kini berdiri di tengah-tengah panggung global yang semakin dinamis. Dalam memandang masa depan, perbincangan seputar tantangan ekonomi dan politik, baik domestik maupun global, menjadi sentral dalam merancang visi dan strategi pembangunan. Dalam konteks persiapan perdebatan capres dan cawapres, kita akan merinci secara lebih elaboratif tantangan-tantangan krusial yang harus dihadapi

Indonesia, serta memetakan langkah-langkah substansial yang dapat diambil.

Dalam analisis game theory, dinamika pemilihan strategi politik dapat diilustrasikan sebagai sebuah permainan, di mana setiap kandidat berperan sebagai pemain utama. Pertanyaan krusialnya bukan hanya seputar cara memenangkan suara, tetapi juga bagaimana mencapai keseimbangan yang memberikan keuntungan optimal untuk masyarakat Indonesia dalam jangka panjang, yang sering direpresentasikan dalam bentuk matriks keuntungan (pay off matrix).

Dalam mengejar target-target pasangan capres-cawapres, beberapa target ekonomi cukup optimistis, seperti target pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan angka kemiskinan. Meskipun target tersebut diumumkan, kita masih menantikan detail how to untuk mencapainya. Pasangan capres-cawapres diharapkan mampu merancang strategi yang rasional sehingga realisasi saat menjabat tidak terlalu jauh dengan janji kampanye.

Perhatian terhadap kredibilitas menjadi kunci, sebagaimana dijelaskan oleh Barro dan Gordon dengan konsep market self-fulfilling expectation. Jika janji kampanye terlalu manis, tetapi tidak sesuai, risikonya adalah kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap target pemerintah, dan akibatnya, ongkos ekonomi dari pembuatan kebijakan akan menjadi lebih mahal.

 

Perdebatan yang substansial

Terlepas dari itu, para pasangan calon juga diharapkan memberikan perdebatan yang substansial, bukan hanya sekadar pertunjukan joget-joget dan hal remeh-temeh lainnya. Dalam kerangka game theory, strategi pasangan calon dapat dibagi menjadi dua, yaitu go high (fokus pada substansi) atau go low (mengandalkan gimik).

Keseimbangan ideal tercapai, ketika semua pasangan calon memilih untuk fokus pada substansi. Namun, dalam konteks non cooperative equilibrium, insentif terbesar mungkin muncul jika salah satu pasangan calon memilih untuk menggunakan gimik demi mendapat dukungan dari grassroot.

Oleh karena itu, diperlukan tekanan dari para cendekiawan dan berbagai elemen masyarakat untuk menekan pasangan calon agar fokus pada substansi, serta mencerdaskan grassroot sehingga keseimbangan antara substansi dan gimik akan bergeser ke arah yang lebih substansial. Jauh dari sekadar joget-joget atau memainkan drama recehan.

Konsep go high atau go low dalam konteks game theory ini memerlukan perhitungan matang, dan John Nash, pencipta teori keseimbangan dalam permainan, mengajarkan bahwa hasil terbaik dapat dicapai ketika setiap pemain memilih tindakan yang optimal mengingat tindakan pemain lain.

Dalam konteks politik, hal ini dapat diartikan sebagai perlunya menciptakan tekanan kolektif yang mendorong semua kandidat menuju substansi sehingga keseimbangan politik yang dicapai tidak hanya menguntungkan para pemain politik, tetapi juga memberikan nilai tambah yang nyata untuk masyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Lantas, tantangan apa saja yang harus dibahas dalam pertarungan substansi antara kandidat capres cawapres? Ada setidaknya dua tantangan, yang pertama adalah tantangan domestik. Dalam merinci tantangan domestik yang harus dihadapi oleh para kandidat, fokus pada kualitas pertumbuhan ekonomi menjadi sangat krusial.

Dalam olah data besar yang kami himpun lebih dari 22 juta data poin, Lapangan kerja dan harga-harga masih menjadi top of mind Masyarakat untuk isu-isu ekonomi. Temuan ini seakan tidak sinkron dengan paparan data makro yang menunjukkan tingkat pengangguran terbuka yang terus turun sejak meletus di era pandemi di tahun 2020. Angka inflasi pun tergolong moderat, masih terjaga dalam koridor target.

Lantas apa penyebab ini masih menjadi sumber perhatian Masyarakat? Dalam konteks pekerjaan, jika digali lebih dalam, Masyarakat sebenarnya belum puas dengan pekerjaan mereka sekarang, tampak bahwa ini hanya menjadi transit untuk mencari pekerjaan yang lebih layak.

Angka ini sinkron dengan jumlah pengusaha ultramikro yang justru bermekaran selama pandemik dan pasca pandemi. Kemunculan pelaku usaha ultra mikro ini lebih karena mereka terhempas dari sektor usaha formal selama masa pandemi, yang menyajikan upah yang jauh lebih layak. Akibatnya, pendapatan kaum yang terhempas ini boleh jadi tak mampu mengejar naiknya harga-harga yang meski moderat namun tetap tak bisa dipegang erat. Inilah bekas luka (scarring effect) pandemi yang masih perlu perawatan khusus.

Lebih lanjut, ketika berbicara mengenai pertumbuhan ekonomi,  tentu kita ingin mencapai pertumbuhan ekonomi yang di atas 5%, karena 5% saja tidak cukup untuk keluar dari jebakan pendapatan menengah.

Dalam bab 3 buku kami yang berjudul Globalization, Productivity and Production Networks in ASEAN yang terbit di tahun 2019, saya dan kolega menulis mengenai jebakan pendapatan menengah (middle income trap). Kami melihat bahwa Indonesia memiliki potensi cukup besar untuk terjebak selamanya di level pendapatan menengah. Celah yang dilewati pun cukup sempit karena kita berkejaran dengan potensi bonus demografi yang akan hilang ditahun 2038. Menurut perhitungan kami, (Hardiana dan Hastiadi, 2019), jika ingin melewati celah tersebut setidak-tidaknya ekonomi harus tumbuh 6% secara rata hingga tahun 2038 nanti, jika tidak maka celaka duabelas, kita akan menjadi tua sebelum kaya. Substansi dalam rencana ekonomi menjadi nyawa bagi masa depan bangsa ini. Mencapai pertumbuhan minimal 6% hingga tahun 2038 bukan hanya sebuah angka, tetapi sebuah kalkulasi matang yang memerlukan kebijakan-kebijakan konkret.

Para kandidat harus menyusun rencana ekonomi yang tidak hanya menjaga tren tersebut tetapi juga melibatkan sektor swasta, menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif, dan mendorong inovasi. Substansi di sini bukan sekadar janji manis, tetapi strategi konkret untuk menjaga agar Indonesia tidak terjebak dalam jebakan pendapatan menengah.

Tantangan berikutnya adalah tantangan global. Dalam konteks global, peran ASEAN sebagai pilar stabilitas ekonomi regional memerlukan perhatian khusus. Memperluas portofolio partner ekonomi di luar ASEAN bukan hanya taktik, tetapi strategi jangka panjang untuk mengurangi risiko disrupsi geopolitik.

Dalam upaya menyembuhkan bekas luka pandemi yang dapat memberikan dampak jangka panjang, kolaborasi menjadi kunci utama. Menghadapi tantangan ekonomi yang semakin berat ke depannya, perlu adanya solidaritas dan sinergi antara negara-negara, terutama yang memiliki peran signifikan dalam geopolitik global. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah ketegangan geopolitik, seperti yang terjadi antara Rusia dan Ukraina, serta konflik antara Palestina dan Israel.

Dalam konteks ini, Indonesia, sebagai negara yang mewakili tiga kepentingan sekaligus, yaitu kepentingan negara berkembang, kepentingan ASEAN, dan kepentingan negara OKI, memiliki tanggung jawab untuk bersuara lebih keras. Peran Indonesia menjadi semakin krusial untuk memitigasi sumber-sumber konflik tersebut. Mendesak Amerika Serikat dan pihak-pihak terkait untuk mengurangi tensi dalam ketegangan geopolitik dapat menjadi langkah penting dalam membangun stabilitas global.

Posisi Indonesia saat ini tidak diragukan lagi, terutama setelah menjadi bagian dari pusat pertumbuhan dunia. Kehadiran dan peran Indonesia yang semakin terasa dalam arena global membuka peluang untuk memainkan posisi tawar yang lebih kuat. Dengan memiliki peran yang signifikan dalam pertumbuhan ekonomi global, Indonesia memiliki potensi untuk membentuk opini dan mempengaruhi kebijakan di tingkat internasional.

Sebagai negara yang mewakili negara-negara berkembang, Indonesia dapat mengadvokasi kebutuhan untuk meredakan konflik dan mempromosikan kerja sama internasional yang bermanfaat bagi semua pihak. Dengan bermain aktif di arena global, Indonesia dapat menjadi mediator yang efektif untuk mengurangi ketegangan, mempromosikan perdamaian, dan membangun solidaritas di tengah kompleksitas geopolitik global.

Pada gilirannya, dalam merancang strategi kampanye, kandidat harus menyadari bahwa substansi dan gimik bukanlah dua entitas yang saling eksklusif. Sebaliknya, keseimbangan di antara keduanya dapat menciptakan kampanye yang kuat dan mencerahkan masyarakat. Kandidat yang menggabungkan janji substansial dengan strategi kreatif dalam menyampaikannya akan mampu menarik perhatian dan, yang lebih penting, membangun kredibilitas.

 

Tantangan domestik dan global

Sebuah kampanye yang sukses tidak hanya mengandalkan slogan-slogan menarik tetapi juga memberikan visi yang jelas dan rencana nyata untuk mencapainya. Dalam konteks perdebatan praksis, para kandidat perlu memanfaatkan momentum untuk menyoroti substansi dari platform mereka. Dengan memahami permainan politik melalui lensa game theory, kandidat dapat menciptakan strategi yang tidak hanya memenangkan suara tetapi juga membangun dasar kepercayaan masyarakat.

Tantangan domestik dan global bukanlah rintangan yang tak teratasi, melainkan panggung di mana kandidat dapat membuktikan keunggulan visi dan kepemimpinan mereka. Dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih cerah, Indonesia membutuhkan pemimpin yang tidak hanya mahir dalam permainan politik, tetapi juga memiliki kebijakan substansial yang dapat mengangkat negeri ini ke level yang lebih tinggi.

Dengan demikian, kampanye Pemilihan Presiden harus menjadi panggung di mana substansi mendominasi dan gimik hanyalah pelengkap kreatif yang memperkuat pesan-pesan penting untuk kemajuan bersama. Dengan begitu, kampanye Pemilihan Presiden bukan hanya menjadi ritual politik tetapi kesempatan emas untuk membangun fondasi yang kokoh bagi masa depan Indonesia.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat