Perlu Regulasi yang Kuat Cegah Kekerasan kepada Dokter
![Perlu Regulasi yang Kuat Cegah Kekerasan kepada Dokter](https://disk.mediaindonesia.com/thumbs/800x467/news/2023/04/aacad554ce1a959ee7b38b95b79d5a9b.jpg)
PENGURUS PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan PP Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Iqbal Mochtar menilai perlu adanya regulasi yang benar-benar kuat agar kekerasan kepada tenaga kesehatan dan dokter tidak terjadi lagi.
Menurutnya, UU tentang Perlindungan Nakes masih sangat kurang support, tidak ada pasal-pasal yang jelas terutama dalam RUU Kesehatan untuk menunjukkan komitmen yang kuat dari pemerintah melindungi dokter atau tenaga kesehatan.
Perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan hingga dokter internship sejatinya telah diatur dalam Pasal 50 Huruf (a) Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Selain itu, dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan juga akan diatur.
Baca juga: Refleksi RUU Kesehatan : Program Pendidikan Berbasis Rumah Sakit Perlu Digodok Secara Matang
"Saya melihat pemerintah hanya melakukan wacana melalui undang-undang membuat narasi-narasi seolah-olah memberikan perlindungan hukum, tetapi faktanya ketika di lapangan itu tidak terjadi," kata Iqbal saat dihubungi, Jumat (28/4).
Ia mencontohkan adanya dokter paru di Papua dibunuh dan kasus penganiayaan dokter internship di Puskesmas di Puskesmas Pajar Bulan Way Tenong, Lampung Barat, Provinsi Lampung.
Baca juga: DPR Minta Usut Tuntas Penganiayaan Dokter di Lampung
Ia menjelaskan bahwa di luar negeri itu perlindungan tenaga kesehatan itu sangat adil dan kuat. Pemerintah di banyak negara maju benar-benar mempersiapkan fasilitas yang membuat masyarakat itu tidak semena-mena terhadap tenaga kesehatan.
Misalnya ketika masuk di rumah sakit atau di klinik di luar negeri maka di pintu depannya sudah terpampang peringatan bahwa dokter dan tenaga kesehatan itu melayani.
Tidak diperbolehkan untuk melakukan kekerasan fisik terhadap dokter dan tenaga kesehatan bila ini dilakukan akan berhadapan dengan hukum dengan hukum pidana.
"Saya kira ini merupakan komitmen yang sangat kuat dari pemerintah yang seharusnya ditiru oleh pemerintah Indonesia. Kalau di sini ini tidak ada masyarakat dokter dibiarkan melakukan kerja sama di dalam pelayanan medis tetapi tidak ada tidak ada perlindungan hukum yang ada," ujarnya.
"Saya kira hal ini perlu dimasukkan di dalam rancangan undang-undang kesehatan yang baru," pungkasnya. (Iam/Z-7)
Terkini Lainnya
Jangan Sampai Gaji Dokter Asing Lebih Tinggi dari Lokal
Kemenkes Nyatakan tidak Terlibat Pemberhentian Dekan Unair yang Tolak Dokter Asing
Kenali Gejala Autisme pada Anak untuk Penanganan Tepat
Pelaku Mutilasi Garut Diduga ODGJ
IDI Tegaskan Kepentingan Masyarakat Harus Diutamakan Sebelum Menghadirkan Dokter Asing
JDN IDI Ditunjuk Memimpin JDN MASEAN
Ide Naturalisasi Nakes Tidak Sejalan dengan UUD 1945
Kekacauan SKP Kemenkes Membuka Peluang Profesi Kesehatan untuk mengajukan JR Uji Materiel pasal 258 dan 264 UU 17 tahun 2023
Memperingati Hari Bakti Dokter Indonesia Ke-116, Kebangkitan (Dokter) Indonesia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Manajemen Sekolah Penghalau Ekstremisme Kekerasan
Pemilu Iran: Pertarungan Dua Kubu Politik yang Sangat Berjarak
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap