visitaaponce.com

DPR Desak Kepala LP Narkotika Sleman Tanggung Jawab atas Penyiksaan dan Pelecehan Seksual

DPR Desak Kepala LP Narkotika Sleman Tanggung Jawab atas Penyiksaan dan Pelecehan Seksual
Subardi.(DOK NasDem DIY.)

SEKELOMPOK mantan terpidana narkotika di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Narkotika Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), melaporkan penyiksaan dan pelecehan seksual yang mereka alami. Laporan ini disampaikan ke Ombudsman DIY, Senin (1/11).

Vincentius Titih Gita Arupadatu, salah seorang mantan narapidana yang juga korban tindakan keji selama di LP, menuturkan peristiwa tersebut berupa penganiayaan, diinjak-injak, hingga dipukul memakai kelamin sapi jantan yang sudah keras. Bahkan, ada penyiksaan lain berupa kurungan di dalam sel kering selama lima bulan. "Banyak pelanggaran HAM yang ada di LP, seperti penyiksaan terhadap warga binaan," kata Vincentius usai menyampaikan aduan di kantor ORI DIY sebagaimana dilansir dari Medcom.id.

Anggota DPR dari Yogyakarta, Subardi, menilai peristiwa ini merupakan kejahatan terhadap hak asasi manusia. Ia meminta Kepala LP Narkotika Sleman hingga Kepala Kanwil Kementerian Hukum dan HAM DIY bertanggung jawab atas perilaku aparat atau petugas.

“Saya minta petugas (pelakunya) diperiksa transparan dan diungkap ke publik. Bila benar, mereka harus disanksi yang tegas. Kepala LP harus tanggung jawab, Kepala Kanwil juga harus bertindak. Peristiwa sekeji ini akibat lemahnya pengawasan!" tegas wakil rakyat asal Kabupatan Sleman itu, Selasa (2/11).

Dalam pengakuan korban, mereka menyaksikan tindak pelecehan seksual berupa pemaksaan masturbasi di depan banyak orang menggunakan benda tertentu yang telah dilumuri sambal. Beberapa di antaranya merupakan terpidana yang baru dipindahkan dari tahanan kepolisian. 

"Jadi ada timun isinya dibuang, lalu diisi sambal, mereka disuruh untuk masturbasi. Lalu mereka disuruh memakan timunnya," ucap Vincentius.

Bahkan, jenis hukuman lain yaitu ada terpidana yang dtelanjangi di hadapan banyak petugas dan disiram air. Ada pula kasus warga binaan meninggal dunia karena pelayanan kesehatan yang buruk. 

"Ada penyakit paru, tapi tidak pernah dikeluarin, enggak pernah jemur, obatnya juga telat. Cuma di RS beberapa hari dan balik ke LP (setelah) dua hari meninggal," katanya.

Tak hanya Vincentius, korban lain bernama Yunan Afandi mengaku hal serupa. Yunan mengaku sempat dimasukkan sel sempit dengan kapasitas lima orang, tetapi diisi 17 orang. Peristiwa itu membuatnya sempat lumpuh selama dua bulan.

"Dua bulan saya enggak bisa jalan. Saya enggak berani melihat (saat ada) petugas," kata Yunan yang mengaku dipidana di LP Narkotika sejak 2017 hingga 2021. Yunan juga mengatakan penyiksaan yang dialaminya terjadi pada 2021.

Menurut Subardi, segala bentuk kejahatan atas HAM dan perilaku biadab tak bisa ditoleransi. Akibat kejahatan ini, para korban akan merasakan trauma seumur hidup, depresi, hingga serangan mental berkepanjangan. 

"Efek trauma dan sakit mental bisa dialami seumur hidup. Mereka para korban, sekalipun terpidana memiliki hak asasi yang tidak boleh dilecehkan, apalagi diperlakukan tidak manusiawi," jelasnya.

Ketua DPW NasDem DIY itu juga mendesak peristiwa ini segera direspons cepat agar tidak berlarut. Kejahatan tersebut bertentangan dengan prinsip HAM dalam UUD 1945, UU Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan, dan Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1995 tentang Pembinaan Warga Binaan. 

Baca juga: Disdukcapil Kota Bandung Setop Sementara Layanan SIAK

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1995, tujuan pembinaan yakni meningkatkan kualitas ketakwaan kepada Tuhan, meningkatkan sikap dan perilaku, serta kesehatan jasmani dan rohani para terpidana. "Dilihat dari aspek mana pun, penyiksaan ini melanggar moral, etika, agama, dan peraturan perundang-undangan. Parahnya, kejadian ini justru terjadi di LP, tempat seharusnya terpidana dibina," pungkas Subardi. (OL-14)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat