visitaaponce.com

Pemilu Wujud Demokrasi Sesuai Nilai Luhur Pancasila

Pemilu Wujud Demokrasi Sesuai Nilai Luhur Pancasila
Seminar advokasi pembinaan ideologi Pancasila bertajuk Penanaman Demokrasi Pancasila untuk Kalangan Milenial di Karanganyar, Rabu (2/3/2022)(Dok BPIP)

MAKIN tajamnya penggunaan politik identitas dan polarisasi masyarakat berbasis agama yang diakibatkan oleh Pemilu menjadi keprihatinan  Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.

Selain polarisasi, praktek money politic, dan persepsi masyarakat yang lebih mementingkan kepopuleran atau latar belakang identitas orang yang dipilih, dibandingkan visi dan program yang ditawarkan ikut memperparah kondisi politik Indonesia.

Hal itu disampaikan oleh Deputi  bidang Hukum, Advokasi dan pengawasan regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila, Kemas Ahmad Tadjuddin dalam seminar advokasi pembinaan ideologi Pancasila bertajuk Penanaman Demokrasi Pancasila untuk Kalangan Milenial di Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (2/3) yang dibesut oleh Kedeputian bidang Hukum, Advokasi dan Pengawasan Regulasi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.


"Masyarakat Indonesia khususnya para pemilih pemula seharusnya dapat mengerti  bagaimana cara menyikapi proses demokrasi ini sesuai dengan nilai nilai luhur bangsa dalam Pancasila. Menjelang Pesta Demokrasi 2024 kita perlu memperkuat dan mendewasakan diri kita dalam berdemokrasi bukan malah merusak negara dan bangsa yang kita cintai," kata Kemas Ahmad Tadjuddin.


Menurutnya Pemilu adalah ujian kebersatuan yang harusnya berhenti ketika pesta demokrasi selesai. Perbedaan latar belakang, pikiran dan sudut pandang seharusnya memperkaya pola pikir bangsa Indonesia.

"Bukan halangan untuk maju, dan karenanya kita wajib memilih dengan cerdas dan memberi dampak positif pada negara. Dan jangan berlarut pada afeksi terhadap subjek yang dipilih, namun berdampak negatif terhadap persatuan dan kesatuan negara," tambahnya.

Aacara dialog tersebut dihadiri oleh Bupati Karanganyar, Juliatmono, dan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah Julianto Sudrajat, dan Staf Khusus Ketua Dewan Pengarah BPIP, Lia Kian yang didapuk sebagai narasumber.

Lia Kian dalam paparannya mengatakan bahwa Pancasila yang menjadi dasar pola kehidupan berbangsa dan bernegara adalah wujud dari proses penggalian dua  unsur, yaitu tradisi agama dan budaya.

Menurutnya Pancasila merupakan hasil pemikiran dan perumusan para anggota BPUPK. Rumusan itu adalah cerminan  bangsa Indonesia dengan latar belakang dan pandangan yang berbeda.

Mereka dapat merumuskan suatu unsur yang merupakan dasar utama dalam berbangsa dan bernegara bagi seluruh bangsa Indonesia hingga saat ini.

Proses berdemokrasi yang luar biasa dilakukan dengan baik oleh KPU, memerlukan partisipasi yang aktif dan positif dari seluruh rakyat dan bangsa Indonesia. "Karena perlu disadari Pemilu bukan semata mata perwujudan hak konstitusi. Namun juga wujud nyata pelaksanaan kewajiban dari rakyat Indonesia untuk menjaga keberlangsungan negara ini," ujar Lia Kian.

Masyarakat Indonesia khususnya pemilih pemula hendaknya mulai  membuka mata dengan kedewasaan dan hati bersih dalam menyikapi pemilu dan demokrasi. Masyarakat hendaknya mengerti dan bijak dalam menjalankan hak sebagai wargacnegara dengan menghindari  politik identitas yang menyinggung tentang suku agama dan unsur primordialisme.

Serta politik uang yang semata mata digunakan hanya untuk memperlancar upaya kemenangan, bukan untuk keberhasilan program dan kesejahteraan rakyat dan bangsa.

Lia menambahkan apapun yang menjadi hasil dari pemilihan umum, harus mampu menyejahterakan rakyat dan mampu mengakomodir hak-hak masyarakat, dan menjadikan unsur yang dipimpinnya ke dalam masa depan yang lebih baik.

Semua warga Indonesia berhak memilih dan dipilih. Oleh sebab itu semua tergantung  kepada masyarakat mau dipimpin oleh pemimpin yang kualitasnya seperti apa.

"Maka kedewasaan dan integritas bukan hanya monopoli dari pihak yang dipilih tetapi juga pihak yang memilih," jelasnya.

Lia Kian menutup paparannya dengan pernyataan bahwa  jangan biarkan pesta demokrasi yang indah ujung-ujungnya hanya menghasilkan narapidana baru khususnya dalam kasus korupsi kolusi dan nepotisme.

Komisioner KPU RI, Hasyum Asy'ari menambahkan bahwa semenjak dini masyarakat harus diajarkan kehidupan berdemokrasi seperti dalam pemilihan ketua kelas, OSIS, dan ketua organisasi ekstrakulikuler.

"Dalam proses pelatihan berdemokrasi tersebut tentunya kita banyak dihadapkan dengan banyak pilihan dan konsekuensi. Maka sebelum memilih pemimpin hendaknya kita  harus dapat memimpin diri kita sendiri untuk memilih sesuai hati nurani dan kedewasaan berpikir. Dan jangan sekali kali menjadikan unsur lain seperti berita hoax dan narasi negatif sebagai hal yang memimpin pola berpikir kita," ujar Hasyim Asy'ari. (RO/N-1)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat