visitaaponce.com

Perjuangan Masyarakat Adat Belum Berakhir

Perjuangan Masyarakat Adat Belum Berakhir
Tokoh dan Masyarakat Adat di kabupate Jayapura, Papua, berpose bersama.(Ist)

MASYARAKAT adat ada baru pemerintah. Bukan pemerintah ada baru masyarakat adat. Inilah pernyataan masyarakat adat atas perlakuan pemerintah terhadap masyarakat adat. Orang-orang yang memimpin pemerintahan adalah anak-anak adat.

Tetapi setelah anak-anak adat itu duduk di pemerintahan? Mereka lupa masyarakat adat. Pemerintah menganggap masyarakat adat itu tidak pernah ada. Perdebatan eksistensi masyarakat adat pun terus diperdebatkan hingga kini.

Rancangan undang-undang tentang Masyarakat Adat yang telah diajukan Aliansi Masyarakat Nusantara pun hingga kini belum disahkan Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Baca juga : Sekjen AMAN: RUU Masyarakat Adat belum disahkan DPR RI karena ditolak Fraksi PDIP dan Golkar

“Komisi-komisi dan partai politk di DPR RI belum sepakat. Masih ada yang menolak rancangan undang-undang masyarakat adat untuk disahkan,” ujar Abdon Nababan, Ketua Steering Commite Panitia Kongres Masyaraat Adat Nusantara keenam di Jayapura, pada Minggu (23/10/2022).

Walaupun pemerintah atau negara  tidak pernah mengakui keberadaan masyarakat adat. Namun masyarakat adat akan tetap ada terus dengan perjuangannya sepanjang bumi ini masih ada.

Sedangkan, masa kekuasaan anak-anak adat yang memimpin pemerintahan atau negara akan berakhir dalam kurun lima sampai sepuluh tahun. Bahkan masa keberadaan sebuah bangsa bisa hilang atau hancur dimakan waktu.

Baca juga : Publik dan Media Diharap Dukung Pengesahan RUU Masyarakat Adat

Oleh karena itu, tidak ada alasan apapun pemerintah atau negara untuk tidak mengakui eksistensi masyarakat adat dan hak-hak hidupnya.

Khusus di Papua, masyarakat adatnya hidup dalam kondisi ketidakpastian. Kalau bersuara memperjuangkan eksistensi dan hak-haknya dianggap separatis dan nasib hidupnya bisa segera dibatasi.

Apabila  tidak bersuara mengenai eksistensi dan hak-hak hidupnya, maka eksistensi dan seluruh kekayaan masyarakat adat akan ditindas dan dirampas habis oleh penguasa atas nama pembangunan dan kepentingan negara. Akhirnya, masyarakat adat di Papua hidup segan matipun tak mau.

Baca juga : 15 Tahun UU Masyarakat Adat tak Disahkan, Presiden dan DPR RI Digugat ke PTUN

Bagaimana masyarakat adat di Papua dan para pemimpin adatnya berjuang mempertahankan keberadaannya dan memperjuangkan hak-hak hidupnya di selama ini? Ondoafi Kampung Maribu Distrik Sentani Barat Kabupaten Jayapura, kini berusia sekira 70-an tahun.

Sepanjang hidupnya, Zakarias Bonyadone bersama komunitasnya terus berjuang mempertahankan tanah adatnya bersama kekayaan yang terkandung di dalamnya. Perjuangan mereka tidak mulus, selalu terhalang dengan tuduhan separatis dan menghambat pembangunan.

“Saya dituduh separatis dan penghambat pembangunan saat saya bicara tentang hak-hak masyarakat adat, seperti tanah dan hutan. Saya dicap sebagai penghambat pembangunan,” ujar Zakarias Bonyadone di Dosay, pada  18 Oktober 2022.

Baca juga : NasDem Terus Berupaya agar RUU Masyarakat Hukum Adat Disahkan

Kondisi yang dialami Zakarias bersama komunitasnya sama dengan yang dialami masyarakat adat lain di Tanah Papua maupun di Indonesia pada umumnya.

Negara tidak mau mengakui keberadaan masyarakat adat dan hak-hak yang dimilikinya. Jika ditanya, siapa yang duluan? Masyarakat adat sudah ada, sebelum negara dan pemerintah hadir di muka bumi ini.

Negara Republik Indonesia misalnya, baru berusia 77 tahun, terhitung sejak merdeka pada 17 Agustus 1945 sampai sekarang, 2022.

Baca juga : Desa Adat di Bali Perlu Bantuan dari APBN

Tetapi hingga Aliansi Masyarakat Adat Nusantara menggelar Kongresnya yang keenam di Jayapura Provinsi Papua pada 24 – 30 Oktober 2022, keberadaan masyarakat adat dan seluruh kekayaan alamnya belum pernah diakui negara.

Kondisi yang dialami Zakarias di Dosay Kabupaten Jayapura merupakan situasi umum yang juga dialami masyarakat adat di Indonesia maupun masyarakat adat di manapun di muka bumi ini.

“Masyarakat adat hanya tolong jaga negara punya sumber daya alam. Kapan saja negara mau ambil? Terserah dia, karena dia yang punya,” kata Zakarias.

Baca juga : RUU Masyarakat Hukum Adat Mandek

Selama ini eksistensi dan hak-hak masyarakat adat diperjuangkan oleh komunitas adat masing-masing. Tetapi setelah terbentuknya Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), pada 17 Maret 1999.

Maka, itu menjadi agenda bersama secara organisasi. Anggota AMAN di Indonesia hingga 2022 berjumlah 4.449 komunitas adat. Belum semua komunitas adat di Indonesia belum menjadi anggota AMAN.

Dalam memperjuangkan eksistensi dan hak-hak masyarakat adat, AMAN melakukan suatu gerakan untuk bangkit memperjuangkan hak-haknya yang selama ini tidak pernah dihargai dan dihormati negara.  

Baca juga : Komisi IV DPR akan Tinjau Permasalahan Limbah ‘Tailing’ PT Freeport

AMAN menganggap negara telah mengabaikan eksistensi dan hak-hak masyarakat adat, dengan pernyataan AMAN bahwa,

“Jika negara tidak mengakui masyarakat adat, maka masyarakat adatpun tidak akan pernah mengakui negara,” jelas Zakarias.

Zadrak Wamebu, mantan Direktur Pt. PPMA di Jayapura, mengatakan gejolak masyarakat adat, khususnya di Papua, dimulai dengan adanya program transmigrasi yang mencaplok ribuan tanah adat secara grartis, kemudian pencaplokan atau perampasan hak atas tanah adat itu dilakukan oleh perusahaan pemegang Hak Penguasaan Hutan (HPH), perusahaan pertambangan dan perkebunan.

Baca juga : Sekjen AMAN Terpilih Ajak Masyarakat Adat Rebut Ruang Politik

“Banyak tanah masyarakat adat diambil oleh negara, karena negara menganggap tanah-tanah itu dikuasai negara. Jadi hak masyarakat atas tanah adat, juga hak Negara,” ujar Zadrak Wamebu.

Negara tidak pernah memberikan ruang bagi masyarakat adat untuk bisa berunding dengan pihak pemerintah dan investor. “Kalau kita melawan, dicap separatis dan penghambat pembangunan. Bahkan kita harus berhadapan dengan moncong senjata,” ujar Zakarias Bonyadone.

Ondofolo Bambar, Doyo Baru, Orgenes Kaway, mengatakan negara cenderung mengabaikan masyarakat adat dalam memperjuangkan eksistensi, hak dan martabatnya.

Baca juga : PPMAN Berikan Layanan Bantuan Hukum Gratis untuk Masyarakat Adat 

Masyarakat adat merupakan kelompok utama, jumlahnya besar, yang paling banyak dirugikan dan menjadi korban politik dan pembangunan selama 77 tahun, sejak Indonesia meredeka apda 17 Agustus 1945 hingga kini, 2022.

“Penindasan terhadap masyarakat adat ini terjadi, baik di bidang ekonomi, politik, hukum, maupun di bidang sosial dan  budaya lainnya,” tegas Orgenes Kaway Kampung Bambar Kabupaten Jayapura, pada Rabu 14 September 2022.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara telah menggelar Kongres sebanyak enam kali sejak kongres AMAN pertama pada 1999 di Jakarta sampai dengan Kongres AMAN keenam pada 2022 di Wilayah Adat Tabi di Jayapura Provinsi Papua.

Apakah kongres keenam AMAN ini pemerintah akan hadir mengakui eksistensi dan hak-hak masyarakat adat sekaligus mengakhiri konflik penguasaan hutan dan tanah adat di Papua dan Indonesia? (RO/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat