visitaaponce.com

Sekolah Rakyat Kalsel Membangun Intelektualitas Kelompok Marjinal

Sekolah Rakyat Kalsel Membangun Intelektualitas Kelompok Marjinal
Sejumlah anak dari keluarga yang kurang beruntung mengikuti Sekolah Rakyat Kalimantan Selatan di salah satu taman di Kota Banjarbaru(MI/DENNY SUSANTO)


SEKELOMPOK anak usia sekolah dasar terlihat asik menggambar dan mewarnai beragam kertas gambar bertema alam di salah satu sudut taman, di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Orangtua mereka mengamati dari kejauhan sambil berdiskusi santai tentang berbagai permasalahan yang dihadapi.

Inilah suasana Sekolah Rakyat Kalimantan Selatan, salah satu bentuk pendidikan informal wadah membangun intelektualitas kelompok marjinal. Sekolah Rakyat ini hadir setiap akhir pekan dengan lokasi berpindah-pindah, biasanya di tepi jalan dan sudut taman di Kota Banjarmasin maupun Kota Banjarbaru.

Para peserta didik Sekolah Rakyat ini adalah masyarakat pinggiran kota yang mengalami keterbatasan akses pendidikan, ekonomi dan sosial. "Sekolah Rakyat ini berdiri sejak 2021 lalu, sebagai gerakan anak-anak muda dalam upaya membangkitkan pendidikan dan intelektualitas bagi kaum marjinal," ungkap Pendiri Sekolah Rakyat Kalsel,  Wira Surya Wibawa.

Sekolah Rakyat Kalsel berdiri pada 21 April 2021 bertepatan dengan Hari Kartini. Habis Gelap Terbitlah Terang menjadi motto yang menginspirasi dalam mengembangkan gerakan bersama  yang mengedepankan pendidikan memanusiakan manusia, saling menghargai, menghormati dan menjunjung tinggi solidaritas sesama.

"Sekolah rakyat sebagai ruang belajar alternatif untuk semua baik anak-anak, kaka (remaja), orang tua dan berbagai kalangan yang ingin belajar bersama. Ruang belajar sekolah rakyat akan terus digalakan di berbagai tempat dan kesempatan," tutur Wira yang kini tengah menyiapkan Sekolah Rakyat di Kalimantan Tengah.


Relawan


Saat ini tercatat ada 30 orang yang mayoritas adalah mahasiswa dari berbagai disiplin ilmu bergabung menjadi relawan pengajar di Sekolah Rakyat Kalsel. Dengan memegang prinsip kesetaraan hak dan kewajiban, dimana anggota sekolah rakyat (tenaga pengajar) maupun keluarga sekolah rakyat (peserta didik dan orang tua) memiliki hak untuk di dengar, dihargai, bicara dan hak untuk dirinya sendiri memilih hadir dan tidak hadir. Kewajiban mengikuti rangkaian kegiatan yang ada dan berkontribusi di dalamnya.

Sekolah Rakyat juga mengedepankan prinsip kolektif dan mutual aid. Menurut teori Peter Kropotkin dalam esainya Mutual Aid: A Factor of Evaluation, mutual aid diartikan sebagai suatu kerjasama antara komunitas untuk menjamin keberlangsungan hidup mereka. Hal tersebut dilakukan melalui pertukaran timbal balik secara sukarela atas sumber daya dan layanan untuk memenuhi kebutuhan setiap orang dalam komunitas.

"Mutual aid yang kita terapkan di antaranya program Bagi Rata, Bagi Nasi, dapur rakyat, sekolah rakyat, alat distribusi peer-to-peer untuk bantuan solidaritas atau gotong royong dengan konsep "Rakyat Bantu Rakyat," lanjut Wira.

Keberadaan Sekolah Rakyat ini mendapat apresiasi positif dari banyak kalangan. Sekolah rakyat memberikan kesempatan bagi anak-anak yang tinggal di daerah pinggiran maupun kurang mampu untuk bisa mendapatkan pendidikan secara gratis.

"Dengan hadirnya sekolah rakyat kita harapkan mampu mencerdaskan seluruh anak bangsa. Kesadaran untuk membangun pola pikir melalui edukasi lingkungan ini harus terus digaungkan dan mendapat perhatian dari pemerintah," tutur Berry Nahdian Furqon, pemerhati lingkungan, pendidikan dan sosial di Kalsel. (N-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Sugeng

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat