visitaaponce.com

Saya Buruh Migran Sulsel Meninggal dan Dikubur di Arab

Saya Buruh Migran Sulsel Meninggal dan Dikubur di Arab
Peraga dan aksi teatrikal pada aksi buruh di Kota Makassar, Sulawesi Selatan(Dok. Serikat Perempuan Anging Mammiri)

‘SAYA buruh migran Sulsel meninggal dan dikubur di Arab’, begitu peraga yang ditunjukkan dalam aksi buruh di Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Peringatan Hari Buruh di kota itu berlangsung di 13 titik aksi dari gabungan sejumlah elemen buruh dan pekerja yang ada di Kota Makassar dan sekitarnya. Dan yang menjadi pusat aksi di bawah fly over, Jalan Urip Sumohardjo.

Kapolrestabes Makassar Kombes Mokhamad Ngajib, saat memimpin apel pengamanan aksi Hari Buruh di bawah fly over Makassar menyebutkan, pihaknya menyiagakan personel untuk pengamanan.

"Sebanyak 2.150 personel gabungan dilibatkan terdiri dari TNI, Polri, Satpol PP, dan Dinas Perhubungan," sebut Ngajib, Senin (1/5).

Baca juga: Usai Aksi Buruh, Pastikan Jakarta Tetap Bersih

“Karena semua yang kita hadapi ini adalah saudara-saudara kita, tekankan melayani dengan humanis. Tetap senyum sapa salam, kemudian tidak ada arogansi hingga melakukan kekerasan,” sambungnya, mengingatkan personel yang berjaga.

Di titik aksi lain, 100 meter dari fly over Makassar, di depan Kantor DPRD Sulsel, ratusan buruh dan mahasiswa dari berbagai organisasi juga berunjuk rasa, dengan menutup sebagian jalan, berorasi secara bergantian, menyampaikan seruan untuk menyelamatkan Indonesia dari cengkeraman oligarki ekonomi dan politik.

Baca juga: Temanggung Peringati Hari Buruh dengan Jalan Santai

"Kita berharap, perjuangan dan aspirasi buruh melalui anggota DPRD tapi ternyata DPRD mengkhianati rakyatnya sendiri. Begitu juga pemerintah yang otoriter, pemerintahan yang licik. Meskipun kebijakan sudah dibuat tetapi pemerintah, saat ini tidak merespon apa menjadi tuntutan dari kami," teriak Yusuf Sitaba, salah satu orator buruh.

Sementara itu, Komunitas Solidaritas Perempuan (SP) Anging Mammiri, yang juga menggelar aksi di fly over Makassar, menggaungkan isu-isu perempuan.

Menurut Ketua Badan Eksekutif Komunitas Solidaritas Perempuan Anging Mammiri Suryani, 1 Mei bukan hanya sekedar perayaan melainkan harus dimaknai sebagai hari perjuangan buruh di seluruh dunia.

"Betapa tidak, kondisi buruh, utamanya perempuan, masih berada dalam kondisi yang sangat rentan. Perempuan buruh di Indonesia, termasuk di Sulsel masih mengalami banyak persoalan seperti diskriminasi pemenuhan hak-hak reproduksi, kekerasan di tempat kerja, korban trafficking hingga kematian di negara tujuan," urai Suryani.

Tidak hanya itu, Solidaritas Perempuan Anging Mammiri juga mencatat, sedikitnya ada 6.000 PMI (pekerja migran Indonesia) asal Sulsel menjadi korban deportasi massal selama masa pandemik Covid-19 dari Malaysia ke Indonesia.

Selain itu, sejak 2022 hingga April 2023, mereka juga menangani sebanyak 8 kasus perempuan buruh migran yang menjadi korban trafficking (perdagangan orang), yang 2 di antaranya meninggal dunia dengan negara tujuan Uni Emirat Arab dan Arab Saudi.

"Data mengenai jumlah PMI, khususnya perempuan, asal Sulsel yang mengalami berbagai situasi penindasan dan ketidakadilan, baik sejak pra pemberangkatan hingga pemulangan, telah menunjukkan bahwa negara gagal melindungi hak konstitusional perempuan buruh," tegas Suryani. (LN/Z-7)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat