visitaaponce.com

Lewat Ekspor Ritel, Batik Boyolali Laris di Singapura dan Malaysia

Lewat Ekspor Ritel, Batik Boyolali Laris di Singapura dan Malaysia
Achmad Latief (kiri).(Antara.)

BAPAK paruh baya, Achmad Latief, tidak pernah menyangka batik yang dibuatnya diminati oleh pelanggan dari luar negeri. Kerja keras pengrajin batik asal Boyolali itu berbuah manis. Meski memulai bisnis dari keadaan bangkrut, pengusaha itu bisa kembali dengan hasil yang mengesankan.

Tidak hanya menembus omzet miliaran rupiah, Achmad Latief berhasil memperluas pasarnya hingga mancanegara karena kemudahan ekspor secara eceran yang dia dapatkan. "Alhamdulillah sekarang sudah banyak pelanggan ekspor saya di Singapura dan Malaysia. Saya senang bisa memperkenalkan produk dalam negeri ke dunia luar, ya, bangga banget rasanya karena enggak pernah menyangka bisa ada yang tertarik beli di luar negeri. Waktu itu penjualan ekspor perdana ke Malaysia," tutur pemilik usaha bernama Toko Zahra 27 itu dalam keterangannya.

Kesuksesan Achmad Latif sebagai pejuang usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak datang dalam semalam. Sebelum berhasil mendapatkan omzet miliaran dan menjangkau pasar luar negeri, Achmad terlebih dulu menjalani perjalanan bisnis yang berliku dan penuh tantangan. Pada 2008, pria berusia 37 tahun itu membuka usaha batiknya sendiri di salah satu pusat perbelanjaan terbesar di Jakarta. Namun, kios batik milik Achmad harus ditutup total pada saat pandemi covid-19.

Baca juga: Kekeringan di Jawa Tengah Meluas, 4,6 Juta Liter Bantuan Air Bersih Telah Disalurkan

Omzetnya pun anjlok drastis hingga nol rupiah dan membuat dia bangkrut. Tidak menyerah, Achmad, yang mendapatkan saran dari rekannya, memulai bisnis online. Pada akhir 2020, Achmad memutuskan membuka toko online-nya di marketplace dengan pertimbangan pangsa pasar yang luas dan menjangkau seluruh Indonesia.

Meskipun awalnya kebingungan menjalankan bisnis online-nya, dengan semangat pantang menyerah, Achmad belajar dengan giat hingga mampu memahami seluk-beluk berjualan secara digital. "Awalnya, saya ragu dan bingung. Saya terbiasa jualan langsung ketemu orang, ini tiba-tiba cuma pakai handphone dan komputer. Namun, perlahan-lahan saya mulai menikmati dan ternyata enggak sesulit yang saya bayangkan, apalagi saya juga ikut Bimbel Shopee, dan diajari caranya memulai bisnis secara online. Ya, akhirnya saya menikmati sekali jualan online ini," ujar Achmad.

Ekspor secara eceran

Perjuangan dan kerja kerasnya mulai membuahkan hasil. Omzetnya secara perlahan meningkat dan prestasi yang ia raih menjadi semangat untuk terus berkembang. Pada akhir 2021, usaha Achmad mulai membaik dengan omzet yang terus meningkat dari puluhan juta hingga ratusan juta.

Baca juga: 10 Hektare Lahan Pertanian di Tasikmalaya Terancam Kekeringan

Pria itu pun berhasil membangun gudang dan rumah produksi di Ciomas, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pada Ramadhan lalu, Toko Zahra 27 milik Achmad mampu menyentuh omzet hingga miliaran rupiah. Tidak puas dengan kesuksesan di pasar dalam negeri, Achmad memanfaatkan program Ekspor Shopee untuk mengembangkan pasar internasional.

Produk batik buatannya merambah pasar di Singapura dan Malaysia sehingga membawa kebanggaan tersendiri dalam kiprahnya sebagai pejuang UMKM. "Sebagai penjual batik, ya, saya bangga sekali produk saya bisa dibeli oleh orang luar negeri, terutama pelanggan kami di Singapura dan Malaysia. Karena memang semudah itu, jadi saya bisa menjual ratusan produk per bulan. Sayang sekali kalau tidak dimanfaatkan," kata Achmad.

Shopee merupakan satu-satunya e-commerce yang memungkinkan pelaku usaha kecil untuk dapat menembus pasar ekspor melalui mekanisme cross border commerce. Program itu merupakan gebrakan besar bagi pelaku UMKM lokal karena memberikan kemudahan bagi pegiat UMKM lokal seperti Achmad untuk bisa mengekspor produknya ke mancanegara dengan mekanisme yang sangat mudah.

Berbeda dengan mekanisme ekspor konvensional yang harus memenuhi kuota tertentu, Program Ekspor Shopee memungkinkan Achmad bisa mengekspor produk batiknya dalam jumlah berapapun, sesuai pesanan pelanggan. "Alhamdulillah, enggak ribet sama sekali. Kita enggak perlu tambah biaya apapun dan buat pelanggan juga enggak harus bayar ongkir (ongkos kirim) mahal-mahal, mau beli satu atau dua saja juga gampang. Saya tetap bisa jual produk saya yang harganya mulai dari Rp40 ribu sampai yang paling mahal Rp200 ribu," ujar dia. (Ant/Z-2)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Wisnu

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat