visitaaponce.com

Indonesia dan Malaysia Berdiskusi tentang Terorisme dan Radikalisme

Indonesia dan Malaysia Berdiskusi tentang Terorisme dan Radikalisme
Direktur Pencegahan BNPT Irfan Idris berbicara di forum regional penanggulangan terorisme dan rradikalisme yang digelar The Apex Chronicles.(MI/WIDJAJADI)

KEMENTERIAN Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pada 2020 merilis adanya temuan 20.543 konten yang bermuatan narasi radikalisme dan terorisme. Pada saat sama, Institute for Youth Research Malaysia (IYRES), menyebutkan bahwa 83 persen dari individu yang ditangkap Kepolisian Malaysia (PDRM) terpapar dua ideologi tersebut dari internet.

Hal itu kemudian melatar belakangi digelarnya workshop regional oleh The Apex Chronicles, organisasi nonpemerintah yang fokus pada edukasi publik terkait isu-isu keamanan nasional dan regional di Kota Solo, Jawa Tengah, Rabu (27/9).

Workshop tersebut menghadirkan Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris dan PS Kasatgaswil Benten Densus 88 AKB Mayndra Eka Wardhana yang mewakili Indonesia dandari Malaysia ialah Asisten Dirut Divisi Penanggulangan Terorisme Cabang Bukit Asam Normah Ishak dan Dr Haezreena Begum binti Abdul Hamid selaku dosen senior di Fakultas Hukum Universitas Malaya Kuala Lumpur Bidang Kriminologi. Hadir pula digital content spesialist Iqbal Aji Daryono.

Baca juga: Radikalisme Hadir karena Pemahaman Keagamaan yang Keliru

Workshop menyoroti apa yang sedang kedua negara hadapi di dunia digital terkait dengan radikalisme, ekstremisme, dan terorisme. Mayndra mengatakan saat ini platform digital menjadi sarana penyebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme dengan berbagai tujuan.   

"Baik mulai dari rekrutmen, propaganda, pemecahan masyarakat, serta dukungan terhadap paham terorisme," kata dia.   

Menurut Mayndra, identifikasi narasi-narasi semacam ini bisa dilakukan dengan memahami konteks narasi yang disebarkan, menganalisa apakah konten yang disebarkan memiliki potensi destruktif dan mengarah pada ajakan mengesampingkan Pancasila serta melanggar hukum yang berlaku di Indonesia.

Cara menghindari paparan dan dampak dari sebaran narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di ranah digital bisa dengan cara mengurangi eksposur dan mengedukasi diri.

Baca juga: Masyarakat Harus Miliki Ketahanan Ideologi Melawan Terorisme

"Ya harus bijak bermedia sosial, masyarakat harus menjaga privasi, saring sebelum sharing, dan melakukan kroscek kebenaran konten," kata Mayndra.

Sementara Irfan, mengatakan terpaparnya seorang oleh narasi-narasi radikalisme hanya bisa ditanggulangi dengan kerja sama berbagai pihak.

"Segenap masyarakat, seluruh lapisan bangsa dan generasi anak jaman sekarang bangkit bersama, maju serempak melawan narasi provokatif yang sebagian mengatas namakan tafsiran keagamaan yang bertujuan mengorbankan keragaman dan keberagaman yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia.

Kemudian Normah, yang hadir secara online, mengulas tentang pengalaman dan strategi Kepolisian Diraja Malaysia tentang mitigasi yang dilakukan oleh PDRM dalam mengatasi dan menangani narasi radikalisme dan terorisme di dunia maya.   

Hal yang sama diulas Haezreena yang juga mengatakan mengantisipasi aksi teroris harus tetap mempertimbangkan hak-hak asasi manusia. Lalu, Norzikri ikut membagikan pengalamannya selama bertugas menangani dan mengawasi penyebaran narasi-narasi radikalisme, ekstremisme, dan terorisme ini dimedia sosial.

Sedangkan, Iqbal membagikan tips membuat konten-konten digital untuk memenangkan hati dan pikiran agar teralihkan dari konten-konten yang merusak. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat