visitaaponce.com

NTT Diguyur Hujan Ringan, Suhu Masih 35-37 Derajat Celcius

NTT Diguyur Hujan Ringan, Suhu Masih 35-37 Derajat Celcius
Ilustrasi(Medcom.id)

SEJUMLAH wilayah di Nusa Tenggara Timur (NTT) diguyur hujan dengan intensitas sedang sejak dua hari terakhir. hal itu sesuai dengan laporan BMKG Stasiun Meteorologi El Tari Kupang, Jumat (20/10).

Menurut BMKG, hujan ringan turun di tujuh kecamatan di Kabupaten Manggarai mulai pukul 15.15 sampai pukul 17.15 Wita yakni Lelak, Ruteng, Rahong Utara, Langke Rembong, Cibal Barat, Satar Mese Utara, dan Wae Rii.

Sebelumnya pada Kamis (19/10), selain tujuh kecamatan tersebut, hujan juga turun di tiga kecamatan lainnya di Manggarai yakni Satar Mese Barat, Reok, dan Reok Barat.

Baca juga : Akhirnya Palembang Diguyur Hujan

Kemudian meluas ke Kecamatan Lambaleda Selatan, Lambaleda Timur, Congkar, Kota Komba Utara, Kota Komba, dan Elar Selatan di Manggarai Timur, serta  Aimere, Bajawa Utara, dan Inerie Kabupaten Ngada.

"Sesuai prakiraan, musim hujan di Flores mulai November sehingga pada Oktober ini, sudah masuk masa peralihan musim. Hujan yang terjadi adalah hujan pada siang atau sore hari," kata Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi El Tari Kupang, Maria Seran kepada Media Indonesia, Jumat (20/10).

Baca juga : Hujan Ringan Mulai Turun, Tapi Kekeringan di Pantura, Jawa Tengah, Meningkat

Meskipun hujan mulai turun, suhu panas maksimum masih tinggi yakni 35-37 derajat celcius mulai sejak tiga hari terakhir.

"Beberapa hari terakhir ini, banyak yang mengeluhkan cuaca panas dan terasa gerah. Hasil pengamatan di beberapa stasiun cuaca BMKG di NTT menunjukkan bahwa suhu udara maksimum dapat mencapai 35-37 derajat Celsius sejak 18 Oktober," tambah Maria Seran.

Radiasi matahari 

Menurutnya, cuaca panas ini erat kaitannya dengan gerak semu matahari. Pada September, matahari berada di sekitar wilayah Khatulistiwa dan akan terus bergerak ke belahan bumi selatan hingga Desember.

Dan pada Oktober ini posisi semu matahari akan berada di sekitar wilayah Indonesia bagian selatan termasuk di atas NTT. Kondisi ini menyebabkan radiasi matahari yang diterima oleh permukaan bumi di wilayah tersebut relatif menjadi lebih banyak sehingga akan meningkatkan suhu udara pada siang hari.

Dia mengatakan, sesuai pantauan dalam sepekan terakhir, kondisi atmosfer di wilayah Indonesia bagian selatan relatif kering sehingga sangat menghambat pertumbuhan awan yang bisa berfungsi menghalangi panas terik matahari.

"Selain suhu yang tinggi, suasana gerah secara meteorologis disebabkan juga oleh kelembapan udara yang tinggi. Semakin banyak uap air yang terkandung dalam udara, maka akan semakin lembap udara tersebut, dan apabila suhu meningkat akibat pemanasan matahari langsung karena berkurangnya tutupan awan, maka kita akan merasa lebih gerah dari biasanya," ujarnya.

Karena itu, masyarakat diimbau tidak panik dengan suasana gerah yang terjadi, tetapi tetap perlu menjaga kesehatan dan stamina sehingga tidak terjadi dehidrasi dan iritasi kulit.

Banyak minum dan makan buah segar sangat dianjurkan, termasuk memakai tabir surya sehingga tidak terpapar langsung sinar matahari yang berlebih ketika beraktivitas di luar ruangan.

Waspadai Hotspot

Dia menyebutkan, kondisi panas dan kering ini biasanya juga diikuti oleh kemunculan titik panas atau hotspot, yaitu daerah yang memiliki suhu permukaan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah di sekitarnya berdasarkan ambang batas suhu tertentu yang terpantau oleh satelit, yang dapat berkembang menjadi kebakaran hutan dan lahan yang pada akhirnya menimbulkan asap dan penurunan kualitas udara.

Kondisi tersebut juga perlu diperhatikan, agar tidak diperparah dengan maraknya pembukaan lahan untuk perkebunan atau pertanian dengan cara membakar.

Sesuai pantauan satelit polar (NOAA20, S-NPP, TERRA dan AQUA) memberikan gambaran anomali suhu panas dibandingkan dengan sekitarnya di wilayah NTT pada 20 Oktober 2023, terpantau hingga pukul 16.00 Wita dengan tingkat kepercayaan tinggi terdapat 21 titik hotspot yang tersebar di beberapa lokasi di Manggarai Timur, Sumba Timur, Alor, Kabupaten Kupang, Lembata, dan Nagekeo. 

Namun jumlah titik hotspot tersebut bukanlah jumlah kejadian kebakaran lahan dan hutan yang terjadi, melainkan dapat dijadikan indikator adanya kebakaran lahan dan hutan. (Z-4)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat