visitaaponce.com

Sektor Perikanan Bitung Butuh Dukungan Untuk Bangkit

Sektor Perikanan Bitung Butuh Dukungan Untuk Bangkit
Ilustrasi(ANTARA)

PRODUKSI ikan olahan di Bitung, Sulawesi Utara, saat ini berkisar antara 20 ton hingga 40 ton per hari. Jumlah tersebut menurun jauh dibanding pada 2014 yang mencapai sekira 70 ton per hari.

"Penurunan yang sangat jauh dan mengakibatkan 14 ribu pekerja dirumahkan," kata Wali Kota Bitung, Maurits Mantiri dalam focus group discussion ‘Kebijakan Penangkapan Ikan Terukur Bagi Nelayan Bitung’, beberapa waktu lalu.

Kondisi tersebut disinyalir terjadi karena kebijakan sektor perikanan yang dijalankan pada periode 2014-2023 dinilai membuat kinerja industri perikanan menurun secara signifikan. Penurunan ini terjadi karena tata kelola perikanan yang tidak efektif dan efisien sehingga tingkat keberlanjutan perikanan tidak seimbang antara ekologi dan ekonomi. Kondisi ini menuntut Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melakukan terobosan agar kondisi sektor perikanan di Bitung kembali membaik.   

Di sisi lain, Kepala Dinas Perikanan Provinsi Sulawesi Utara Tienneke Adam menyampaikan Bitung merupakan kota pelabuhan yang memiliki banyak industri perikanan, baik perikanan tangkap maupun pascatangkap. "Pengolahan ikan yang dimiliki sebanyak 111 unit yang terdiri dari processing untuk produk kaleng, frozen tuna, fresh, dan smoke fish. Dengan potensi ini, Bitung berpeluang untuk menguasai perikanan dunia," ujarnya.

Secara geografis, kata Tienneke, Sulawesi Utara memiliki posisi strategis untuk mengekspor produk perikanan ke Tiongkok, Korea, Jepang, dan negara-negara lain. "Karena itu, perlu ada kebijakan baru yang mendukung produksi olahan perikanan" jelasnya.

Untuk menjawab persoalan tersebut, KKP secara bertahap mulai menjalankan kebijakan penangkapan ikan terukur (PIT) berbasis kuota. Kuota ini ditentukan berdasarkan potensi sumber daya ikan dengan jumlah tangkapan yang diperbolehkan. Kuota ini juga sangat mempertimbangkan pemanfaatan sumber daya ikan.

Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan KKP Ridwan Maulana mengatakan, kebijakan penangkapan ikan terukur adalah upaya untuk mengendalikan penangkapan ikan secara proporsional berdasarkan kuota yang telah ditetapkan. Dengan pengendalian ini diharapkan terjadi optimalisasi dari seluruh aspek biologi, sosial ekonomi, dan lingkungan.

"Sebelum ada PIT, izin penangkapan ikan membuat pemerintah tidak bisa mengawasi eksploitasi dalam penangkapan ikan. Ekploitasi inilah yang pada akhirnya menguras sumber daya ikan. Melalui PIT diharapkan tidak ada unsur perkiraan lagi dan loss control dalam penangkapan ikan," jelasnya.

Disebutkan, pembagian kuota penangkapan ikan dibedakan atas tiga jenis, yaitu kuota industri, kuota nelayan lokal, dan kuota non-komersial. Kuota industri berlaku di wilayah perairan yang jaraknya lebih dari 12 mil. Sedangkan untuk nelayan lokal di bawah 12 mil sebagai batas kewenangan pemerintah. Di antara itu ada batas non-komersial untuk keperluan penelitian.

Menurut Hendra, ketentuan penangkapan ikan terukur harus dijelaskan lebih lanjut dalam aturan teknisnya. Misalnya saja tentang kuota yang diperbolehkan. Ia merasa ada perbedaan antara apa yang disosialiasikan kepada pengusaha dengan ketetapan pada PP No 11 Tahun 2023. "Jangan sampai kontraproduktif," kata Hendra. (RO/R-2)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Widhoroso

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat