visitaaponce.com

Generasi Muda Revolusioner Kunci Percepatan Pembangunan Papua

Generasi Muda Revolusioner Kunci Percepatan Pembangunan Papua
Peserta memainkan alat musik tifa dalam Papua Street Carnival di Jayapura, Papua, Jumat (7/7).(ANTARA/GUSTI TANATI)

TOKOH Papua Hengky Jokhu mengatakan ada 6 provinsi di Papua menjadi wilayah otonomi khusus di Pulau Papua yakni Papua, Papua Barat, Papua Penggunungan, Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Barat Daya. Dari  jumlah itu, empat provinsi di antaranya merupakan hasil pemekaran pada 2022 dari dua provinsi sebelumnya, yaitu Papua dan Papua Barat.

Tentu ada visi dan cita-cita besar pemerintah melakukan memekaran provinsi dimaksud, untuk mempercepat pembangunan, peningkatan layanan publik, dan kesejahteraan masyarakat. Menurut Hengky, menyimak Rencana Induk Percepatan Pembangunan Papua,  tahun 2021-2041 (RIPPP 21-41) semoga saja dalam 20 tahun ke depan Orang Asli Papua (OAP) mampu sejahtera.

"Pulau Papua mengandung berbagai sumber daya alam yang melimpah untuk dieksplorasi, baik itu pertanian, pariwisata, ekonomi kreatif, tambang, sektor perikanan, dan kelautan. Pemekaran Papua dan Papua Barat  lebih banyak dilihat dari sisi pendekatan keamanan dan eksploitasi sumber daya alam, bukan kesejahteraan. Tak seorang pakar pun di negara ini yang mampu menjamin bahwa DOB di Tanah Papua akan otomatis menghadirkan kesejahteraan dan kemajuan di wilayah terluas dan juga termiskin di Indonesia," kata Hengky dalam keterangannya, Minggu (24/12).

Empat juta rakyat papua di 6 provinsi tersebut memiliki segudang permasalahan, antara lain masih rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia, kemiskinan yang merata, balita stunting, angkatan kerja minim keterampilan, tidak tersedianya lapangan pekerjaan, tidak mampu berkompetisi, serta tingginya angka pengangguran di antara penduduk asli.

Baca juga: umah Sakit Apung PIS dan doctorSHARE Resmi Beroperasi di Tanah Papua

Hengky yang juga Ketua LSM Papua Bangkit mengatakan perlu terobosan revolusioner, strategis dan visioner untuk mencetak generasi muda Papua sebagai penggerak transformasi yang masif, holistik dan universal. Dalam 30 tahun terakhir, ada ribuan anak-anak asli Papua lulusan perguruan tinggi dalam dan luar negeri, mereka ini semestinya diberikan ruang dan peran yang signifikan untuk mengelola dan menentukan arah pembangunan daerahnya.

"Bukan di desain dan didikte dari, oleh dan untuk penguasa Jakarta. Membangun Indonesia dalam pluralisme dan heterogenitas hendaknya menjadi mimpi generasi muda Papua mendorong revolusi penataan pemerintahan baru ke depan khususnya pada provinsi-provinsi otonomi khusus di Tanah Papua. Kita tidak boleh memaksakan rakyat Papua berpikir dalam sekat dan bingkai primodialisme ala kerajaan di tanah Jawa dahulu," ujarnya.

Kebersamaan sebagai bangsa bukan berarti keseragaman di dalam seluruh kebijakan berbangsa. Pemerintah dan masyarakat Papua harus berani mendorong peran MRP dan DPRP menjadi bermakna dan bermanfaat bagi entitas Papua melanesia dalam bingkai negara kesatuan (unity) bukan lembaga tukang stempel dalam negara persatuan (uniformity).

Untuk tujuan tersebut, generasi muda Papua potensial harus didukung dengan dana dan difasilitasi untuk meraih pendidikan tinggi yang berkualitas, jurusan atau bidang studi yang spesifik sesuai bakat dan minat, selain berorientasi pada pasar kerja atau industri yang sedang dan akan merambah di pulau minus populasi tersebut. Mereka yang telah selesai study di luar negeri harus diundang pulang membangun negerinya dengan konsep dan budayanya. Tidak harus dipaksakan pola dan budaya luar Papua kepada generasi muda Papua melanesia.

Generasi milenial dan Gen Z Papua harus unggul dan ahli di bidangnya, sehingga orang asli Papua mampu menjadi tuan di negerinya sendiri sebagaimana tujuan dan cita-cita para penggagas UU Otonomi Khusus Papua. Inilah konsep sederhana dan revolusioner sebagai strategi mempercepat proses pembangunan dan mengejar ketertinggalan di berbagai sektor dan lini kehidupan masyarakat Papua. Jika pemerintah teristimewa penguasa pada pusat kekuasaan, memasung seluruh ide, gagasan dan cita-cita generasi cerdas Papua, maka cepat atau lambat orang asli Papua akan tetap menjadi second class di antara anak bangsa lainnya yang miskin, tertindas, termarginal dan akhirnya akan punah. 

Sektor pendidikan harus mendapatkan porsi anggaran yang lebih baik, mulai dari tingkat PAUD, TK, SD, SMP, SMA/SMK hingga Universitas. Pemerintah harus mampu hadirkan Infrastruktur pendidikan yang terbaik dengan standar internasional, bukan perguruan 'ecek-ecek' termasuk tenaga pendidik baik itu guru-guru dan dosen harus memiliki kapasitas intelektual yang mumpuni dengan kualifikasi dan kompetensi yang bersertifikat internasional.

Kemudian, di sektor kesehatan harus mendapatkan perhatian khusus agar pelayanan kesehatan yang diberikan dan diterima oleh masyarakat adalah yang terbaik dengan memperhatikan infrastruktur kesehatan, tenaga dokter, obat-obatan yang lebih baik, mulai dari puskesmas dan rumah sakit. Tenaga para medis juga baik itu bidan, perawat, apoteker, ahli gizi, rekam medis dan dokter harus difasilitasi untuk mengupgrade ilmu dan kompetensi secara berjenjang dan berkelanjutan. Seandainya sejak integrasi 1963, pemerintah pusat serius memperhatikan sektor pendidikan dan kesehatan, maka Papua adalah wilayah paling aman, damai dan sejahtera di Indonesia.

Realita hari ini, kemiskinan, ketertinggalan, keterisolasian Papua, masih dipandang sebatas komoditi yang dapat dieksploitasi untuk kepentingan kekuasaan, serta politik dan institusi. Untuk itu, diperlukan niat, tekad dan perhatian ekstra serius bagi pemerintah mendorong percepatan pembangunan Papua, jika tidak, maka segala regulasi percepatan pembangunan kesejahteraan masyarakat Papua, akan menjadi lips service atau cerita dongeng bagi anak-anak balita sebelum tidur.

Generasi milenial dan Gen Z Papua dengan naluri, nalar dan ideologinya sendiri, sungguh tak mudah mereposisi dan restrukturisasi pola pikir dan pemahamannya. Mereka adalah generasi cerdas yang tidak mudah di indoktrinir dengan propaganda nasionalisme  berbasis korupsi dan nepotisme. Mereka sangat paham setiap pasal dan ayat dari UU 21 tahun 2001, dimana kewenangan pusat terbatas hanya pada 5 bidang. Apalagi di era sekarang, ketika korupsi, kolusi dan nepotisme menjadi tren sebagian oknum pejabat dan penguasa di Indonesia, hal ini terlihat dari maraknya OTT. Kondisi yang cukup sulit untuk meyakinkan generasi milenial dan gen z Indonesia, khususnya milenial Papua memiliki nation character building. Perlu kesabaran dan pendekatan yang berbeda, membangun semangat  pembentukan karakter berbangsa dalam bingkai kemajemukan Indonesia.

Diperlukan pejabat-pejabat pemerintahan baik di tingkat pusat hingga daerah yang benar-benar bersih, bebas dari korupsi, berilmu dan berkualitas, sehingga menjadi teladan yang dapat dicontoh oleh generasi muda Papua. 

"Harus jujur kita akui, bahwa cita-cita pemerintahan Jokowi mempercepat kemajuan Papua terhambat dengan maraknya korupsi. Baik korupsi oleh oknum pejabat dan pegawai di daerah, maupun korupsi berjamaah dari pusat hingga daerah. Oleh karenanya, kurikulum berantas korupsi hendaknya menjadi kurikulum wajib disemua tingkatan pendidikan di Indonesia. Lebih para lagi, hampir seluruh BUMN kelas kakap yang hadir Papua, secara sengaja, sadar dan sistimatis, mempraktekkan semangat rasisme. Mereka cenderung tidak mau menerima atau bekerjasama dengan orang asli papua ataupun perusahaan orang asli Papua," kata Hengky.

Baca juga: 

Kemudian, sektor ekonomi dan investasi. Pejabat tinggi di Papua baik itu gubernur, bupati/walikota dan anggota legislatif harus merumuskan kebijakan yang ramah investasi, perlu regulasi teknis yang memberi kemudahan birokrasi, alur praktis, murah dan mudah. Harus dilakukan terobosan agar para investor ditingkat nasional maupun investor asing mau melirik serta menanam modalnya di Papua. Dengan gelombang investasi skala besar masuk di Papua maka dampaknya adalah terbukanya lapangan pekerjaan, angka pengangguran dapat ditekan, kesejahteraan meningkatkan dan transaksi ekonomi bertumbuh termasuk pendapatan asli daerah akan semakin meningkat.

Banyak anak-anak muda Papua yang sedang menimba ilmu di berbagai universitas di dalam negeri dan diuar negeri. Mereka ini tentu memiliki bekal ilmu yang spesifik dan mumpuni dengan jejaring sosial tanpa batas. Pemerintah harus miliki kiat tertentu untuk mengundang mereka kembali membangun daerahnya. Berikan akses dan fasilitasi dengan jabatan dan gaji/upah yang wajar, untuk mengabdi kepada masyarakat di daerahnya di Papua. Upah minim dan stanndar gaji PNS, jangan berharap generasi cerdas ini akan produktif diwilayah termahal di nusantara.

Sebaliknya dengan jejaring sosial lintas bangsa, mereka akan menjadi suara entitasnya mewartakan kebenaran di jagat raya. Janganlah membiarkan kapasitas keilmuan mereka kerdil dikarenakan tidak terakomodir dan atau terfasilitasi secara tepat. Mereka adalah pemimpin bangsa di masa depan yang siap mengabdi dan memajukan Papua. Indonesia yang unggul di era globalisme ini, ketika pemerintah mampu memasung supremasi entitas mayoritas, memberi ruang seluas-luasnya kepada segenap sukubangsa membangun daerahnya dalam spirit pluralisme berbasis tradisi, budaya dan adatnya. (Z-6)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Budi Ernanto

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat