visitaaponce.com

Mengenal Tradisi Nyadran di Masyarakat Jawa, Ajang Silaturahmi dan Kebudayaan

Mengenal Tradisi Nyadran di Masyarakat Jawa, Ajang Silaturahmi dan Kebudayaan
Tradisi Nyadran di Boyolali(Dok. MaxOne Hotel Loji Kridanggo)

TRADISI Sadranan atau Nyadran menjadi kegiatan sosial spiritual yang merupakan momen bagi masyarakat Boyolali khususnya dan Jawa umumnya, yang eksis sampai sekarang dari sejak ratusan tahun lalu.

Perayaan ini menjadi katalis untuk memperkuat silatuhrami antar keluarga  dan hubungan kekerabatan antarwarga.

Pergelaran ritual nyadran atau sadranan berlangsung dua kali setahun, yaitu pada bulan Ruwah dan Sapar pada penanggalan Jawa.

Baca juga : Jelang Ramadan, Masyarakat Yogyakarta Gelar Tradisi Apeman dan Ruwahan

Nyadran adalah suatu rangkaian budaya yang berupa membersihkan makam leluhur, nyekar (tabur bunga), dan puncaknya berupa kenduri selamatan / berdoa di makam leluhur.

Dalam spirit yang sama, masyarakat Tionghoa juga akan melakukan ritual yang sama dengan Nyadran, yang dikenal sebagai  “Qing Ming”/“Ceng Beng” dalam dialek Hokkian, atau sering disebut Cengbengan, yang puncaknya pada awal April berdasarkan kalender Masehi.

Tradisi nyadran juga digelar di MaxOne Hotel Loji Kridanggo yang berada di pusat kota Boyolali. Ajang itu juga bagian komitmen terus menggali dan berperan serta mempertahankan serta mengembangkan kearifan lokal (local wisdom) baik adat, seni dan budaya.

Baca juga : Implementasi 4 Konsensus Kebangsaan, Wujudkan Masa Depan yang Lebih Baik

“Tahun lalu kami berhasil menggelar festival tumpeng yang  kedua yang diikuti oleh perwakilan PKK se-Kabupaten Boyolali, kami juga mensponsori upacara adat kirab tadisi  Nyadran atau Sadranan bertempat di dukuh Dungus, Kelurahan Seboto” ujar Aloys Sutarto, pengusaha kelahiran Boyolali yang juga pendiri Maxone Hotel Loji Kridanggo.

Untuk prosesi, turut diundang dan hadir adalah teman teman pada waktu kecil Aloys Sutarto yang sejak mereka dewasa telah berpisah untuk merantau, yang saat ini tinggal di Jabotabek, Semarang, Jogjakarta, Surabaya dan kota lain untuk “nyekar”.

Bersama-sama dan napak tilas perjalanan semasa usia anak-anak, pada sore harinya dilanjutkan semua peserta boleh mengundang teman sahabat yang masih tinggal di Boyolali, sehingga total peserta lebih dari 50 orang.

Baca juga : Pesona Cinta di Ranah Minang: Banyak Penawaran Spesial untuk Hari Pernikahanmu!

Tradisi Nyadran dimulai tepat pada pukul 16.00 WIB. Kirap tenong mengawali kegiatan itu. 

Kirab Tenong membawa tumpeng  lengkap dengan lauk pauk dan ayam ingkung serta minuman & makanan ringan tradisional. Kirab atau arak-arakan dimulai dari Halaman Hotel masuk ke Pintu Utama dan selanjutnya menuju ke Ruang Sky Lounge yang menghadap ke pemandangan nan indah sisi barat terbentang pemandangan Gunung Merapi & Merbabu yang terletak di Lantai 8, menuju ke tempat upacara adat dilangsungkan.

Kegiatan kedua dalam rangkaian Nyadran adalah Ujub yang  merupakan tahap Pemangku Adat/modin/pendoa menjelaskan maksud kegiatan diadakan.
Kemudian Doa, Pemangku Adat/modin/pendoa memimpin kegiatan doa bersama yang ditujukan kepada roh leluhur yang sudah meninggal. 

Baca juga : Hajatan Tradisi Budaya Kepulauan Seribu 2023 Sajikan 9 Acara Menarik

Setelah itu, dilanjutkan dengan makan bersama atau disebut juga Kembul Bujono dan Tasyukuran.

Tata cara pelaksanaan tradisi nyadran arti disini tidak hanya sekedar ziarah ke makam leluhur tetapi juga terdapat nilai-nilai sosial budaya seperti gotong royong, pengorbanan, ekonomi, menjalin silaturahmi, dan saling berbagi antar masyarakat di suatu lingkungan.

Tradisi Nyadran dilakukan dengan kearifan lokal masing-masing sehingga di beberapa tempat terdapat perbedaan-perbedaan dalam prosesi pelaksanaannya.

Baca juga : Mengenal Tradisi Potong Jari Suku Dani Papua

Dalam perjalanannya terdapat pengembangan-pengembangan dalam prosesi Nyadran, yakni dengan memasukkan unsur-unsur budaya, salah satunya yakni dengan menampilkan Kirab Tadisi Nyadran atau kirab tenong sebagai unsur kebersaman.

Nyadran termasuk sebagai salah satu tradisi menjelang datangnya bulan suci Ramadan, yaitu bulan Syaban pada kalender Hijriyah.

Salah satu peserta Bayu Santoso yang telah lama menetap di Tangerang Selatan) mengatakan “Meski diadakan secara sederhana di hotel, rangkaian acara Nyadran tersebut cukup khidmat, menarik dan menyita perhatian pengunjung, yang seakan terbawa kembali ke masa lalu,” kata Bayu Santoso, peserta asal Tangerang Selatan. (Z-5)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat