visitaaponce.com

Tidak Ada Rayahan Gunungan, Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Sawal dengan 2 Gunungan Jaler

Tidak Ada Rayahan Gunungan, Keraton Yogyakarta Gelar Grebeg Sawal dengan 2 Gunungan Jaler
Grebeg Sawal Yogyakarta: 1 Sawal 1957 Jawa atau yang berteparan dengan tanggal 11 April 2024,(MI/Agus Utantoro)

BERBEDA dengan pelaksanaan upacara tradisi grebeg yang digelar tahun-tahun sebelumnya. Untuk Grebeg Sawal 1 Sawal 1957 (Jawa) yang diselenggarakan bertepatan dengan hari Kamis Pon (11/4) ini tidak ada lagi rayahan atau rebutan gunungan.

Penghageng II KHP Widyabudaya KRT Rintaiswara, Kamis, menjelaskan grebeg atau garebeg sebuah upacara budaya yang diselenggarakan oleh Keraton Yogyakarta. Khusus Grebeg Sawal diadakan dalam rangka memperingati hari besar agama Islam yakni Idul Fitri.

Selain Grebeg Sawal, Keraton Yogyakarta juga menyelenggarakan Grebeg Besar untuk memperingati Idul Adha, dan Grebeg Mulud untuk memperingati  Maulid Nabi Muhammad SAW.

Baca juga : Idul Fitri Jadi Momentum untuk Kembali Merawat Persatuan

“Gunungan merupakan perwujudan kemakmuran Keraton atau pemberian dari raja kepada rakyatnya. Jadi makna Grebeg Sawal secara singkatnya adalah perwujudan rasa syukur (mangayubagya) akan datangnya Idul Fitri, yang diwujudkan dengan memberikan rezeki pada masyarakat melalui ubarampe gunungan yang berupa hasil bumi dari tanah Mataram,” jelasnya.

Carik Kawedanan Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat mengemukakan pada masa awal, masyarakat dalam memperoleh Gunungan yang pada konsep awalnya memang nyadhong/menunggu giliran untuk mendapatkannya. 

“Ini merupakan perlambang kesabaran manusia. Berbeda dengan merayah, karena kesannya yang kuat pasti yang akan mendapatkan dahulu,” imbuh Carik Kawedanan Widya Budaya, KRT Widyacandra Ismayaningrat.

Baca juga : Jadikan Lebaran untuk Tingkatkan Taqwa dan Pererat Tali Silaturahmi

Kanjeng Candra, sapaannya, menambahkan cara membawa dan memberikan ubarampe pareden gunungan adalah dengan diemban sebagai wujud penghormatan karena ubarampe adalah sedekah raja/paring dalem. Merupakan wujud hormat dan sopan santun karena Utusan Dalem mengemban amanah untuk membagikan. Ubarampe yang dibawa oleh para utusan dalem ke Kepatihan dan Ndalem Mangkubumen akan diemban dengan kain cinde warna merah yang digunakan dalam upacara-upacara besar dan sakral. Sedangkan yang dibagikan sebanyak 50 pareden gunungan yang dibagikan berwujud rengginang dan tlapukan bintang yang memiliki lima warna. 

“Hitam melambangkan kewibawaan dan keteguhan, putih itu kesucian, merah lambang keberanian, hijau mengisyaratkan kesuburan/kemakmuran, serta kuning melambangkan kemuliaan,” ungkap Kanjeng Candra.

Pemilihan warna tersebut erat kaitannya dengan kearifan Jawa terkait mata angin (kiblat papat limo pancer), pancawara atau perhitungan hari pasaran, maupun gambaran hawa nafsu manusia.

Baca juga : Rutan Bareskrim Fasilitasi Tahanan Rayakan Idul Fitri selama 3 Hari

Berkaitan dengan pelaksanaan peringatan Idul Fitri, terdapat penyesuaian jam operasional museum dan wisata di Keraton Yogyakarta, Carik KHP Nitya Budaya Nyi R.Ry Noorsundari menjelaskan untuk wisata Kedhaton atau bangunan inti Keraton, akan ditutup selama tiga hari.

“Kedhaton akan libur pada Rabu (10/04), Kamis (11/04), dan Jumat (12/04). Wisata Kedhaton akan dibuka kembali pada Sabtu (13/04),” ujarnya.

Untuk museum Keraton lainnya seperti Museum Wahanarata, Jalan Rotowijayan, akan ditutup pada Selasa (09/04) dan Rabu (10/04) saja. 

“Sedangkan Wisata Tamansari libur pada Rabu (10/04) dan Kamis (11/04) saja,” tutupnya. (AU/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat