visitaaponce.com

Parkir Bus Rusia atau Kamikaze ala Jepang

Parkir Bus Rusia atau Kamikaze ala Jepang
(AFP/ODD ANDERSEN)

BABAK 16 besar Piala Dunia 2018 mempertontonkan dua sisi drama dalam sepak bola. Tuan rumah Rusia memperlihatkan permainan 'parkir bus' yang sukses memberikan kemenangan, tapi menuai kritik. Sementara itu, Jepang memilih aksi nekat seperti halnya kamikaze atau operasi berani mati pada pasukan angkatan udara pada Perang Dunia II, walau berakhir dengan kekalahan.

Strategi 'parkir bus' sering kali masih menjadi perdebatan tak berujung dewasa ini. Sepak bola yang telah terbungkus embel-embel industrialisasi menuntut olahraga ini menjadi sebuah tontonan yang menarik. Namun, strategi yang dipopulerkan bos Manchester United Jose Mourinho, seperti duri dalam daging karena menunjukkan permainan yang membosankan.

Tidak sedikit yang menganggukkan kepala ketika menyaksikan laga Rusia kontra Spanyol di babak 16 besar Piala Dunia 2018, Minggu (1/7), sebagai pertandingan yang tak sedap dipandang mata. Rusia menumpuk seluruh pemainnya di garis pertahanan dan jarang melakukan inisiatif serangan. Akibatnya, Spanyol hanya mampu mengalirkan bola ngalor-ngidul tak jelas sepanjang pertandingan.

Rusia banyak dihujat layaknya pendosa karena strategi 'parkir bus'-nya tersebut. Namun, toh mereka menang juga. La Furia Roja, julukan timnas Spanyol, menyerah melalui babak adu penalti setelah skor imbang 1-1 menutup 120 menit duel di lapangan. Hasil manis permainan ultradefensif ala Stanislav Cherchesov, pelatih Rusia.

Cherchesov mengklaim keberhasilan Rusia lolos ke perempat final Piala Dunia 2018 berkat kecerdasaannya dan itu 100% benar. Pelatih berkepala plontos ini tak sepenuhnya bergantung pada dewi fortuna untuk menaklukkan Spanyol. Cherchesov merupakan mantan penjaga gawang, maka ia mampu mengidentifikasi potensi kiper Igor Akinfeev secara detail.

Hanya pelatih sembrono yang mengambil risiko dengan menggantungkan nasib pada babak adu penalti tanpa memiliki kualitas kiper jempolan dan Akinfeev merupakan kiper berkualitas.

Kualitasnya digadang-gadang setara dengan Iker Casillas atau Gianluigi Buffon. Yang membedakan ialah ia tak tertarik bergabung ke klub-klub top Eropa. Akinfeev memilih setia bersama CSKA Moscow yang dibelanya.

Seperti kiper-kiper hebat lainnya, Akinfeev juga ditempa karena kesalahan. Di usia ke-32 tahun saat ini, Akinfeev jauh lebih matang. Hasilnya pada akhir pekan lalu, Akinfeev sukses menggagalkan eksekusi penalti Koke dan Iago Aspas dengan sempurna sekaligus membawa Rusia menuju babak delapan besar.

Ide permainan Rusia sangat jauh berbeda dengan Jepang. Tim asuhan Akira Nishino menuai banyak pujian di akhir pertandingan karena mereka menunjukkan permainan menyerangnya ketika menghadapi Belgia di babak 16 besar, Selasa (3/7) dini hari.

Jepang tentu menjadi tim nonunggulan ketika melawan Eden Hazard dan kolega. Namun, mereka terlihat tak gentar dan meladeni permainan terbuka lawan. Keunggulan 2-0 sempat didapatkan Jepang yang membuat kans mereka lolos terbuka sangat lebar.

Akan tetapi, Jepang, anehnya tak terpikir untuk mengendorkan tekanan sembari memperkuat pertahanan. Mereka tetap meladeni permainan tempo tinggi timnas Belgia layaknya pasukan berani mati. Pilihan yang harus dibayar dengan mahal karena Belgia sukses membalikkan keadaan dengan menyarangkan tiga gol balasan.

Jepang yang notabene menjadi wakil Asia satu-satunya akhirnya kalah. Mungkin hasil akhir akan berbeda jika Jepang memilih menghalalkan segala cara untuk mempertahankan skor.

Namun, Nishino memilih mempertahankan jati dirinya untuk menunjukkan sepak bola penuh hasrat. Mungkin langkahnya berbuah hal yang sembrono, tapi bukan hal yang diharamkan. (R-1)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat