visitaaponce.com

Menanti Siklus Dua Dekade

Menanti Siklus Dua Dekade
()

ADA benarnya sejarah milik para pemenang. Begitu juga postulat yang bergema dalam sepak bola. Itu sebabnyapara pemburu kemenangan kerap memompakan semboyan ini,it's now or never, sekarang atau tidak sama sekali!

Elaninilah yang tengah bergelora di skuat tim nasional Kroasia. Negeri dengan penduduk empat juta jiwa itu tengah memburu asa tertinggi, menjadi juara dunia. Ada yang percaya pada mitos juara baru setiapdua dekade. Setidaknya hal itu telah tiga kali terjadi, yaitu Prancis (1998), Argentina (1978), dan Brasil (1958).

Adapula keyakinanPrancisbakal mengulangi kesuksesan les Bleuspada 1998 di masaZinedine Zidane meskipun di babak penyisihan tertatih-tatih mengalahkan Australia2-1, Peru 1-0, dan seri melawan Denmark, 0-0. Di babak 16 besar, Prancis mengalahkan Argentina 4-3, di perempat final menggulung Uruguay 2-0, dan di semifinalmengandaskan Belgia 1-0.

Namun, apa pun ceritasang 'Ayam Jantan'--sebab ada Antoine Griezmann dan Kylian Mbappe--yang oleh parabobotohnya dinubuat bakal berkokok nyaring, para penggemar Kroasiatak kehilangan jawaban.

Lihat saja di babak penyisihanGrup D. Ia memetik nilai sempurna,9 poin, menghajar Nigeria 2-0, mencukur raksasa Amerika Latin Argentina 3-0, dan mengempaskan Islandia 2-1.

Selanjutnya tim Vatreni mengempaskan Denmark di ronde 16 besardan tuan rumah Rusia di perempat final. Keduanya dikalahkan dengan adu penalti. Meraih kemenangan lewat tos-tosan kerap diolok-olok karena hanya mengandalkan keberuntungan. Namun, tanpa skill mumpuni dan kematangan pemain, tak ada kemenangan di situ.

Lalu, di semifinal, dan ini yang tak kalah menyesakkan dada bagi para penggemar Inggris, tos-tosan mengubur ambisi tim ini menjemput juara yang pernah diraih pada 1966. Mario Mandzukic menjadi penentu kemenangan Kroasia, negeri pecahan Yugoslavia yang berdiri 1991 itu,di menit ke-108 saat perpanjangan waktu 2 x 30 menit. Meski Inggris menjebol gawang Kroasia terlebih dahulu, asa itu melisut ketika Kroasia membalasnya dan pada akhirnya harapan Inggris sirna sama sekali ketika skor menjadi 2-1.

Di babak final di Stadion Luzhniki, Moskow, mungkin sejarah akan tercipta. Tarian Presiden Kroasia nan cantik,Kolinda Grabar-Kitarovic, di tribune kehormatan ketika timnya mengubur sang tuan rumah, Rusia, ialah sebuah isyarat. Kolinda yang mengenakan jerseytim kesayangannya bahkan menyalami dan memeluk para punggawa Kroasia satu per satu di ruang ganti. Di antara mereka banyak yang bertelanjang dada dengan tubuh masih dibasahi keringat.

Sepanjang pesta bola (14 Juni-15 Juli 2-2018) entah berapa banyak air mata yang tumpah karena sukacita kemenangan dan dukacitakekalahan. Jika diakumulasi dengan 32 tim bermain, dari awal hingga akhir, pertandingan ditonton sekitar 30 miliar manusia. Tak ada tontonan di dunia yang bisa 'menyihir' puluhan miliar manusia serupa sepak bola.

Di rumah,pada Piala Dunia kali ini, kami sekeluarga berbeda tim yang difavoritkan. Saya dan anak perempuan kami menjagokan Jerman. Alasan si gadis jelas, ia studi bahasa Jerman di FIB Universitas Padjadjaran. Sementara itu, dalam imajinasi saya, setiap permainan der Panzer memperlakukan si kulit bundar serupa makhluk hidup. Mereka seperti berdialog dengan bola.

Yang laki-laki, si sulung,memfavoritkan Mesir karena ada Mohamed Salah di sana. Salah pernah merumput di klub AS Roma, klub Italia kesayangannya sejak sekolah dasar. Si ragil mengidolakan Inggris karena skuat'Tiga Singa' bertabur pemain Tottenham Hotspur, klub kesukaannya. Namun, harapan Harry Kane dkk dipupuskan Belgia, si 'Setan Merah' itu.

Sementara itu, istri saya, sejak tim-tim dari Asia dan Afrika berguguran, ia tertambat hatinya padaKroasia, bukan karena ada Luka Modric atau Mandzukic, melainkan Kroasia bukan nama besar. Tak henti-henti asa itu ucapkan.

Bisa jadi besok malam sejarah memangterukir di Stadion Luzhniki. Jika Kroasia yang mengukirnya, saya dengan besar hatiakan mengawali memberikan selamat kepada istri saya.

Di Rusia, seperti galibnya dalam pertandingan, salah satu di antaraDidier Deschamps (palatih Prancis) dan Zlatko Dalic (pelatih Kroasia), pastilah akan memberikan selamat, siapa pun pemenangnya dan betapa pun tegangnya pertandingan. Itulah adab dalam permainan yang menjunjung sportivitas. Terlebih sepak bola dalam sejarahnya selalu mampu merajut persaudaraan antarmanusia-antarbangsa.

Presiden FIFA Gianni Infantino pun sejak awal menyerukan agar pesta sepak bola di Rusia membuat warga dunia merasakan persaudaraan dan perdamaian. Caranya, meletakkan bola di atas segala-galanya, termasuk prasangka politik.

Rusia boleh punya masalah politik dengan Inggris, juga negeri lain, tapi sepak bola telah merekatkannya. Buktinya, Vladimir Putinsukses membawa Rusia menghelat bola dengan kemegahan dan semangat persaudaraan.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat