visitaaponce.com

Menelisik P4G Seoul Summit 2021

Menelisik P4G Seoul Summit 2021
Park Tae-sung, Duta Besar Republik Korea untuk Indonesia(Dok Kedubes Korea)

PENYU yang hidungnya tertusuk sedotan plastik sepanjang 12 cm sehingga berdarah dan sangat kesakitan, pernah membuat banyak orang terperangah. Pencemaran laut telah mengancam tidak hanya kehidupan penyu yang telah ada di Bumi sejak 150 juta tahun lalu, tetapi juga ekosistem laut dan kesehatan manusia. 

Perubahan iklim yang disebabkan penggunaan bahan bakar fosil pun telah lama menjadi tantangan global. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) memperingatkan bahwa ketika suhu dunia meningkat 1,5 derajat hingga 2,0 derajat dibanding sebelum masa industrialisasi, maka spesies hewan vertebrata dan tumbuhan yang kehilangan habitat akan meningkat dua kali lipat. 

Demi mencegah perubahan iklim, sekarang saatnya kita semua mengambil tindakan yang lebih konkret. Dibutuhkan perubahan besar-besaran, yaitu merombak sistem perindustrian ekonomi yang ada menjadi sistem ekonomi rendah karbon yang ramah lingkungan. Masalah global seperti pencemaran laut dan perubahan iklim sulit diselesaikan dalam tingkat regional ataupun nasional. Pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat sipil harus berusaha untuk menyelesaikannya bersama-sama.
 
Korea telah menyelenggarakan P4G Summit di Seoul pada 30–31 Mei 2021. Tahun ini merupakan tahun awal pelaksanaan Perjanjian Paris yang bertujuan menurunkan gas rumah kaca sampai mencapai target pada 2030. Oleh karena itu, solidaritas dan kerja sama di antara masyarakat internasional untuk menangani perubahan iklim sangat dibutuhkan dan penting. Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) kali ini mengusung tema 'Mewujudkan Visi Netralitas Karbon Melalui Pemulihan Hijau (Green Recovery) yang Komprehensif', dan dihadiri 68 perwakilan yang terdiri dari 47 pemimpin dan pejabat tinggi dari berbagai negara, serta 21 orang pemimpin organisasi internasional. 

Pada kesempatan yang sama, telah disepakati untuk mengadopsi Deklarasi Seoul yang mencantumkan upaya-upaya, seperti; menekan kenaikan suhu global lebih dari 1,5 derajat; mempercepat konversi energi menuju bebas batu bara; menangani limbah laut; serta mencapai target penurunan gas rumah kaca (NDC) dari masing-masing negara. 

Butuh dukungan 

Dalam pidato penutupan, Presiden Korea Selatan Moon Jae-in menyatakan bahwa bagi negara-negara berkembang, netralitas karbon merupakan suatu hal yang sangat sulit diatasi karena selama ini, mereka hanya bisa bergantung pada bahan bakar fosil, sehingga dibutuhkan dukungan dari negara-negara maju agar masalah tersebut bisa diselesaikan bersama-sama. Presiden Moon juga menyebutkan bahwa Korea akan berperan sebagai jembatan antara negara maju dan negara berkembang dengan memperluas bantuan ODA di bidang iklim agar negara-negara berkembang dapat mengakses teknologi ramah lingkungan. 

Di bawah visi netralitas karbon 2050, Pemerintah Korea mendorong kebijakan Digital Green New Deal. Hingga 2025, US$65 miliar akan diinvestasikan pada proyek-proyek prioritas nasional, seperti: infrastruktur hijau (zero energy untuk fasilitas umum, pemulihan ekosistem hijau, pembentukan sistem pengelolaan air); energi baru dan terbarukan (pembentukan jaringan pintar/smart grid, pembentukan dasar yang andal untuk energi baru dan terbarukan, perluasan penyediaan mobilitas hijau); dan industri hijau (pembuatan kawasan industri hijau dan rendah karbon, serta pembentukan fondasi inovasi hijau untuk penelitian dan pengembangan, keuangan, dan lain-lain).

Agar dapat merealisasikan pertumbuhan ekonomi hijau secara global, dalam KTT ini Presiden Indonesia Joko Widodo menekankan penguatan landasan kerja sama yang berkesinambungan demi membangun landasan untuk investasi, menciptakan lapangan kerja yang terkait pertumbuhan hijau (green growth), mendorong investasi serta inovasi transfer teknologi untuk pembangunan hijau, dan menghindari proteksionisme. 

Dalam sesi khusus bidang kemaritiman, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut B Pandjaitan menekankan bahwa negara-negara ASEAN harus memimpin pembangunan jaringan kerja sama dengan organisasi masyarakat untuk pengelolaan limbah laut. Selain itu, dalam sesi umum yang membahas lima bidang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) 2030 dari PBB, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mempresentasikan bahwa Indonesia telah mendorong kerja sama antara pemerintah dan sektor swasta di bidang pertumbuhan hijau dengan meluncurkan Rencana Kerja (Platform) Nasional P4G pada 2019 agar dapat mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tersebut.

Beralaskan fondasi yang bernama P4G, Korea dan Indonesia dapat menjadi mitra kerja sama untuk secara bersama-sama merespons pembangunan berkelanjutan dan menangani perubahan iklim. Pertama, kerja sama di bidang industri mobilitas hijau (green mobility). Proyek investasi perusahaan Korea di Indonesia yang sedang aktif dilakukan akan mengembangkan Indonesia menjadi pusat produksi kendaraan listrik dunia hingga menciptakan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia. Bahkan ini akan menurunkan gas rumah kaca dan debu halus sehingga akan membantu memperbaiki pencemaran udara di Indonesia.

Kedua, penguatan kemitraan Korea–Indonesia di bidang energi bersih (clean energy). Di Indonesia, Korea akan memperluas proyek pembangkit energi baru terbarukan, seperti tenaga air, surya, dan lainnya. Jika mendistribusikan energi ramah lingkungan melalui ESS (energy storage system) yang tersambung dengan energi baru terbarukan dan sesuai dengan kondisi geografis Indonesia, maka transisi menuju ekonomi hijau di Indonesia akan semakin cepat. 

Ketiga, Korea dan Indonesia dapat mencari kesempatan kerja sama di sektor keuangan hijau (green finance), yang dapat mendorong kegiatan perusahaan yang ramah lingkungan, seperti di bidang penelitian dan pengembangan teknologi hijau, termasuk pengumpulan dan penyimpanan karbon dioksida serta perdagangan hak emisi karbon. 

Dilihat dari perkembangan hubungan kerja sama yang mengagumkan selama setengah abad terakhir ini, Korea dan Indonesia telah meningkatkan hubungan kedua negara menjadi mitra strategis khusus pada 2019. Saat ini, saya berharap bahwa kedua negara dapat meningkatkan hubungan secara lebih berkualitas, melalui kerja sama transisi menuju ekonomi hijau dan pencapaian netralitas karbon serta nol (net zero) karbon bersih.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat