visitaaponce.com

PBB Nyatakan 2023 Tahun Terpanas yang Pernah Tercatat

PBB Nyatakan 2023 Tahun Terpanas yang Pernah Tercatat
Ilustrasi(Freepik)

ORGANISASI Meteorologi Dunia (WMO) menyatakan, tahun 2023 sebagai tahun terpanas dan memperingatkan potensi peningkatan kejadian banjir, kebakaran hutan, pencairan gletser, dan gelombang panas di masa depan. 

"Sembilan tahun 2015 hingga 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, kata WMO. Temuannya untuk tahun ini berlangsung hingga Oktober, namun dikatakan bahwa dua bulan terakhir sepertinya tidak akan cukup untuk mencegah tahun 2023 menjadi tahun terpanas," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam sebuah wawancara.

WMO memperingatkan bahwa suhu rata-rata tahun ini meningkat sekitar 1,4°C dari masa pra-industri atau hanya sepersepuluh derajat di bawah batas target akhir abad ini yang ditetapkan dalam perjanjian iklim Paris tahun 2015.

Baca juga : Korban Tewas Banjir di Kenya Mengganda Menjadi 120 orang

Ia mengatakan El Nino, fenomena cuaca yang ditandai dengan memanasnya Samudra Pasifik, dapat membuat suhu rata-rata tahun depan melampaui batas target 1,5°C yang ditetapkan di Paris.

"Hampir dapat dipastikan bahwa dalam empat tahun ke depan kami akan mencapai angka 1,5, setidaknya untuk sementara waktu," kata Petteri Taalas dalam sebuah wawancara. "Dan dalam dekade berikutnya kita kurang lebih akan berada di sana secara permanen,” sambungnya.

Baca juga : Lapisan Es di Himalaya semakin Cepat Mencair, Miliaran Orang Terancam Bahaya

WMO melaporkan temuan-temuan tersebut pada Kamis (30/11) untuk dimulainya konferensi iklim tahunan PBB, yang diadakan di kota Dubai, Uni Emirat Arab.

 

Nasib Perjanjian Paris

Badan PBB tersebut mengatakan bahwa tolok ukur dari tujuan utama kesepakatan Paris adalah apakah kenaikan 1,5 derajat dapat dipertahankan selama rentang waktu 30 tahun namun pihak-pihak lain mengatakan bahwa dunia memerlukan kejelasan mengenai hal tersebut.

"Kejelasan mengenai pelanggaran batas-batas kesepakatan Paris akan sangat penting," kata Richard Betts dari Met Office Inggris, penulis utama sebuah makalah baru mengenai masalah ini bersama University of Exeter yang diterbitkan di jurnal Nature.

"Tanpa kesepakatan tentang apa yang sebenarnya akan dianggap melebihi 1,5 derajat Celcius, kita menghadapi risiko distraksi dan kebingungan pada saat tindakan untuk menghindari dampak terburuk dari perubahan iklim menjadi semakin mendesak," tambahnya.

Taalas menambahkan bahwa apa pun masalahnya, dunia tampaknya akan melewati angka tersebut.

"Kita sedang menuju ke arah pemanasan 2,5 hingga 3 derajat dan itu berarti bahwa kita akan melihat lebih banyak lagi dampak negatif dari perubahan iklim," kata Taalas, menunjuk pada hilangnya gletser dan kenaikan permukaan laut dalam ribuan tahun ke depan.

Dia juga menyampaikan pesan untuk para peserta konferensi iklim PBB. Menurutnya, masih ada beberapa harapan, termasuk peralihan ke energi terbarukan dan lebih banyak mobil listrik, yang membantu mengurangi jumlah karbon yang dilepaskan ke atmosfer, yang memerangkap panas di dalamnya.

"Kita harus mengurangi konsumsi batu bara, minyak dan gas alam secara dramatis untuk dapat membatasi pemanasan hingga batas Paris," katanya.

"Untungnya, hal ini sedang terjadi. Namun tetap saja, kita di negara-negara Barat, di negara-negara kaya, masih mengonsumsi minyak, sedikit lebih sedikit batu bara dibandingkan masa lalu, dan masih menggunakan gas alam,” lanjutnya.

"Pengurangan konsumsi bahan bakar fosil, itulah kunci keberhasilan,” pungkasnya. (Arabnews/Z-4)

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Zubaedah Hanum

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat