visitaaponce.com

Sepak Bola Jangan cuma Ramai di Organisasi, tapi Sepi Prestasi

Sepak Bola Jangan cuma Ramai di Organisasi, tapi Sepi Prestasi
Eko Suprihatno, Editor Harian Media Indonesia(Dok pribadi)

DUNIA olahraga Indonesia rasanya perlu menabalkan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainudin Amali sebagai pencetak sejarah. Rasanya, baru kali ini jabatan empuk sebagai menteri dengan sukarela dilepas hanya untuk menjadi Wakil I Ketua Umum Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI) periode 2023-2027.

Alasan resmi Zainudin mundur sebagai Menpora, seperti dilansir berbagai media massa, adalah ingin fokus mengurus sepak bola. Sebuah alasan yang sungguh luar biasa dan patut diacungi jempol. Tidak banyak pejabat seperti pria yang pada 16 Maret 2023 akan berusia 61 tahun itu yang dengan gagah meninggalkan kursi nyaman sebagai menteri.

Terlepas dari alasan sebenarnya, bila melongok sejenak latar belakang Zainudin, ternyata sepanjang kariernya ia tak pernah sekalipun punya kesibukan menjadi pengurus cabang olahraga. Seperti disitat dari laman kemenpora.go.id, satu-satunya penanda kalau ia punya 'darah' olahraga adalah saat dikukuhkan sebagai profesor kehormatan bidang ilmu kebijakan olahraga (sport policy) pada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang (Unnes) pada 2022. Selain itu, ya karena menjadi Menpora.

Bahkan, ketika berkarya sebagai anggota legislatif sejak 2004 hingga (seharusnya) 2024, pria kelahiran Gorontalo ini tak pernah bertugas di Komisi X yang notabene salah satu mitranya adalah Kementerian Pemuda dan Olahraga. Bidang keilmuan yang dikuasainya adalah ekonomi dan kebijakan publik.

Jadi, kalau kemudian ingin fokus mengurus 'bal-balan', mungkin Zainudin akan mendapat tugas sebagai pembuat kebijakan mengingat dia adalah doktor di bidang ilmu pemerintahan yang diraih di Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) pada 2019.

Barangkali warisan yang cukup fenomenal dari Zainudin adalah terbentuknya blue print olahraga nasional. Pasalnya, baru saat kepemimpinannyalah cetak biru itu bisa dibuat yang diterjemahkan dengan nama Desain Besar Olahraga Nasional (DBON).

Bayangkan saja, sepanjang sejarah kementerian ini hadir, Indonesia tidak punya cetak biru tersebut. Program prestasi berbagai cabang olahraga kadang lebih mengedepankan crash programm.

DBON, sesuai Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 86 Tahun 2021 mengatur dari hulu sampai ke hilir olahraga. Artinya, di hulu adalah mencetak kebugaran masyarakat sementara hilirnya menorehkan prestasi di tingkat dunia. Di situ disebutkan ada 14 cabang olahraga yang menjadi prioritas yaitu bulutangkis, angkat besi, panjat tebing, panahan, menembak, wushu, karate, taekwondo, balap sepeda, atletik, renang, dayung, senam artistik, dan pencak silat.

Kipraih Zainudin di dunia keolahragaan berbanding terbalik dengan Ketua Umum PP PSSI Erick Thohir yang memang sejak lama memiliki darah olahraga. Bila kita menjelajah dengan menuliskan nama ini, niscaya akan terpampang posisi di Komite Olimpiade Indonesia, ketua panpel Asian Games 2018, anggota Komite Olimpiade Internasional (IOC), pemilik anggota NBA Philadelphia 76ers, mantan Ketua Umum PB Perbasi, hingga pernah memiliki klub anggota seri A, Inter Milan.

Artinya, ketika Erick mencalonkan diri sebagai ketua umum PP PSSI, rasanya tidak ada yang aneh karena dunia olahraga sudah melekat dalam tubuhnya. Bahkan dalam janjinya ketika resmi menjadi PSSI-1, Indonesia akan memiliki training ground timnas di Ibu Kota Negara (IKN). Selain itu, ia juga berjanji akan menyikat mafia-mafia yang berada di tubuh sepak bola Indonesia.

Ketika dua menteri mendadak memiliki passion luar biasa mengurus sepak bola, sungguh ada rasa sedih yang mendalam. Bukan mustahil banyak cabang olahraga yang iri karena hanya menjadi 'warga negara' kelas dua atau tiga bahkan empat.

Padahal mereka kerap memberikan kebanggaan bagi bangsa ini di berbagai pentas internasional. Sebut saja sejumlah cabang seperti angkat besi, bulu tangkis, wushu, pencak silat, atau panjat tebing menyumbangkan medali emas Asian Games 2018. Rasanya sih terlalu naif bila membandingkan prestasi sepak bola dengan cabang-cabang olahraga tersebut.

Bahkan angkat besi dan bulu tangkis menjadi langganan peraih medali di Olimpiade. Adakah banyak orang berebutan untuk menjadi ketua umum cabang-cabang olahraga itu dalam kongresnya? Barangkali bisa dihitung dengan dua jari saja yang bersedia menjadi ketua umum atau pengurus sejumlah cabang olahraga tersebut.

Tetapi justru di situlah letak kehebatan dan ketulusan seseorang yang bersedia mendedikasikan waktu, tenaga, bahkan dana demi kemajuan cabang olahraga yang menjadi tanggung jawabnya. Itu karena mereka menyadari bahwa prestasi itu dicetak, bukan dilahirkan. Jangan cuma pengurus saja yang ramai tapi sepi prestasi.

Zainudin memang sudah mengungkapkan akan mundur dan Presiden Joko Widodo juga membenarkan walau masih bersifat informal. Sedangkan Erick, rasanya mustahil banget akan meninggalkan kementerian yang mengelola total aset Rp8.978,1 triliun dari 92 BUMN di 2021. Tapi, apakah ia akan tetap menjabat sebagai ketua umum jika akhirnya ikut kontestasi capres/cawapres di 2024? Rasanya, setahun lagi PSSI bukan mustahil akan menggelar kongres luar biasa kembali untuk mencari komandan baru.

Mungkin sebaiknya kita beri mereka yang punya hasrat dan minat mengurus sepak bola nasional untuk unjuk kemampuan. Jangan lupakan peristiwa Kanjuruhan yang sudah menyebabkan 134 nyawa suporter melayang sia-sia. Jadikan itu sebagai pemicu untuk membuat prestasi sepak bola Indonesia lebih baik. PSSI bukan batu loncatan untuk menggapai hasrat pribadi, juga bukan tempat bersolek tanpa arti. (OL-15)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat