visitaaponce.com

Mengendalikan Teknologi

Mengendalikan Teknologi
Adiyanto Wartawan Media Indonesia(MI/Ebet)

DALAM  beberapa abad terakhir, mobil telah menjadi salah satu moda transportasi yang penting dalam masyarakat modern. Saking pentingnya, ia bahkan telah mengubah persepsi kita tentang lalu lintas, terutama mengenai fungsi jalan. Padahal, selama berabad-abad, jalanan digunakan sebagai tempat untuk beragam aktivitas dan tujuan. Hanya dalam satu abad terakhir, ia telah menjadi ruang bagi lalu lintas untuk dilewati secepat dan seefisien mungkin.

Gagasan ini, menurut Roland Kager, seorang analis data dan peneliti transportasi multimoda dari Belanda, begitu meresap ke alam bawah sadar sehingga telah menjajah pemikiran kita. Di berita, kita sering membaca atau mendengar lalu lintas berangsur-angsur normal setelah terjadi genangan atau sebuah peristiwa kecelakaan. Menurut Kager, yang dimaksud lalu lintas dalam hal ini ialah mobil. Namun, kedengarannya seolah-olah itu berarti kita semua. 

Beberapa hari lalu, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Syafrin Liputo mengungkapkan saat ini Jakarta menduduki posisi ke-29 kota termacet di dunia. Berdasarkan data riset TomTom International yang dirilis pada Februari lalu, indeks kemacetan naik dari peringkat ke-46 pada 2021 menjadi posisi ke-29. Berdasarkan data itu, rata-rata kemacetan di Jakarta disebut mencapai 53%. Berita ini pun bikin heboh netizen. Lantas, apa masalahnya dan apa arti angka kenaikan itu bagi masyarakat keseluruhan? 

Menurut Kager, cara kita berbicara tentang lalu lintas membuat mobil jauh lebih penting dalam persepsi kita. Masalah kemacetan, misalnya, dianggap suatu masalah besar, padahal yang mengalami itu ialah minoritas kecil. Betul masalah kemacetan harus segera diatasi, tetapi tujuannya bukan sekadar laju perjalanan para pengguna mobil ini lancar. Penyelesaiannya juga bukan semata dengan penerapan ganjil-genap atau sistem jalan berbayar, tapi mesti menyeluruh. 

Kita pun paham dan mahfum akar masalah kemacetan ialah jumlah atau luas ruas jalan yang tidak sebanding dengan jumlah kendaraan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018-2020, rata-rata jumlah kendaraan, baik mobil pribadi, bus, angkutan barang, maupun sepeda motor, meningkat. Solusi utamanya ialah tentu saja mengerem laju produksi kendaraan dan mengubah kesadaran masyarakat untuk beralih menggunakan transportasi umum. Akan tetapi, yang terjadi selama ini pemerintah malah mempermudah kredit kepemilikan kendaraan, sementara layanan transportasi publik seperti kereta api, lambat dibenahi. Penumpukan ribuan penumpang di Stasiun Manggarai yang terjadi saban hari, misalnya, tidak kalah krusialnya untuk segera dicarikan solusi, seperti halnya kemacetan yang terjadi di seputaran Jalan Thamrin, Sudirman, dan Gatot Subroto. 

Selama kita masih menjadikan mobil sebagai berhala (sementara di negara-negara produsennya kendaraan ini mulai ditinggalkan), persoalan kemacetan akan sulit diatasi. Solusinya harus seiring sejalan dengan pembenahan angkutan  massal serta mengubah persepsi kita tentang jalan sebagai sarana mobilitas dan beraktivitas. Jalan bukan cuma buat laju kendaraan bermotor, melainkan juga berhak digunakan para pesepeda atau mereka yang berjalan kaki. Solusi untuk mengatasi kemacetan juga harus mempertimbangkan para pengguna jalan ini, termasuk dengan menyediakan jalur atau trotoar yang memadai. Begitu juga dengan penyediaan fasilitas transportasi publik yang aman dan nyaman. Selama semua ini tidak dibenahi, jangan pernah berharap kemacetan akan terurai.

Kita mungkin juga perlu meninjau secara fenomenologi dan menata kembali bagaimana mobilitas manusia agar pada akhirnya tidak merugikan, baik secara sosial, ekonomi, maupun ekologi, termasuk dengan meninjau kembali hubungan mesin, alam, dan manusia. Bukankah teknologi sejatinya diciptakan untuk memudahkan kerja manusia, bukan malah menyusahkan? Oleh karena itu, kitalah yang semestinya pintar mengendalikan teknologi, bukan malah sebaliknya.Wassalam.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat