visitaaponce.com

Polri Jadilah Sapu yang Bersih

 Polri Jadilah Sapu yang Bersih
Edi Hardum(Dok pribadi)

BEBERAPA tahun belakangan ini dunia penegakkan hukum Indonesia tercoreng di mata dunia internasional. Hal itu terjadi karena yang melakukan pelanggaran hukum justru segelintir aparat penegakan hukum itu sendiri. Menurut hukum (undang-undang) penegak hukum adalah polisi, penyidik pegawai negeri sipil, jaksa, hakim, dan advokat. Hampir semua penegak hukum ini ikut menyumbang melakukan pelanggaran hukum yang membuat nama Indonesia sebagai negara hukum tercoreng.

Dalam tulisan ini penulis fokus pada pelanggaran hukum yang dilakukan anggota (oknum) Polri, khususnya di beberapa tahun terakhir. Menurut penulis kasus pelanggaran hukum yang merusak nama Indonesia karena melibatkan anggota Polri; kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Kepala Divisi Propam Polri Irjen (purn) Ferdy Sambo, kasus tindak pidana narkoba yang melibatkan Kapolda Jawa Timur Irjen (purn) Teddy Minahasa, kasus suap penghapusan red notice Djoko Tjandra yang melibatkan Kepala Divisi Hubungan Internasional Polri Irjen (purn) Napoleon Bonaparte, kasus korupsi penanganan perkara PT Salmah Arowana Lestari dan dana pengamanan Pilkada Jawa Barat 2008 yang melibatkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komjen (purn) Susno Duadji. 

Ferdy Sambo telah divonis hukuman mati oleh PN Jakarta Selatan yang dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Selanjutnya Teddy Minahasa yang divonis hukuman seumur hidup oleh PN Jakarta Barat kini melakukan upaya hukum banding ke pengadilan tinggi.
 
Sedangkan Napoleon Bonaparte diganjar empat tahun penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan. Upaya hukum Napoleon sampai tingkat kasasi sia-sia, sebab majelis kasasi tetap menghukumnya empat tahun penjara. Yang tambah memalukan lagi adalah di rumah tahanan Mabes Polri Napoleon melakukan penganiayaan kepada tahanan lain sampai tahanan lain itu mengalami luka-luka, serta Napoleon melakukan tindakan keji dengan menyiram kotoran manusia kepada tahanan lain itu. Atas perbuatannya itu Napoleon juga dihukum lima bulan penjara oleh majelis hakim PN Jakarta Selatan. Uniknya, sampai saat ini Napoleon belum dipecat dari anggota Polri. Sedangkan Ferdy Sambo dan Teddy Minahasa sudah dipecat.
 
Sementara Susno Duadji divonis 3,5 tahun penjara oleh PN Jakarta Selatan. Upaya hukum Susno sampai kasasi sia-sia, sebab Mahkamah Agung tetap menghukum Susno sesuai vonis PN Jaksel. Mengapa kasus yang melibatkan tiga orang tersebut dikatakan merusak nama Indonesia? Menurut penulis karena ketiganya adalah pejabat tinggi Polri. Mereka memegang jabatan strategis tentu berfungsi sebagai penuntun atau guru untuk semua anggota Polri di bawah mereka.
  
Dengan adanya kasus pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat tinggi Polri itu tentu masyarakat, bahkan dunia, tidak heran dengan begitu banyaknya anggota Polri terlibat pelanggaran hukum dan atau tindak pidana. Seperti sejak 2018-2021, Mabes Polri mengungkap keterlibatan anggota Polri dalam tindak pidana narkotika. Sebanyak 1.858 anggota polisi ditangkap dan ditindak. Ini tentu tidak termasuk keterlibat anggota dalam kasus tindak pidana lainnya, seperti korupsi, pelecehan seksual, penganiyaan dan sebagainya. 

Ungkapan 'hilang kambing melapor ke polisi akan kehilangan sapi' masih berlaku untuk menggambarkan kinerja Polri sampai saat ini. Masih begitu banyak masyarakat yang mengeluhkan kinerja penyidik Polri terutama di tingkat polsek, polres bahkan polda yang terkesan lamban mengusut setiap laporan dugaan tindak pidana yang diadukan masyarakat.

Namun, masyarakat yang mengeluarkan banyak uang kepada oknum penyidik maka pengusutan kasusnya cepat. Tidak sedikit oknum penyidik terang-terangan meminta uang kepada pelapor atau terlapor. Ada oknum penyidik yang mengeluh bahwa gajinya sebesar UMK (upah minimum kota/kabupaten) padahal pekerjaannya banyak dan berat.

Bahkan ada klien penulis yang mengeluhkan seorang oknum pejabat Polri di sebuah polres memaksanya agar kasus dugaan penggelapan uang miliaran rupiah mengambil langkah restorative justive (RJ). Tentu dengan harapan sang oknum mendapat bagian uang dari para pihak. Untungnya klien penulis berani menolak, dan sang oknum tidak bisa berbuat apa-apa. 

Saran

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia terdiri dari empat sub-sistem yaitu kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan (LP). Proses peradilan pidana yang dijalankan di tingkat kepolisian merupakan hulu dari penegakan hukum pidana (Santoso, 2019: 16). Karena itulah dalam UU Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian ditegaskan bahwa salah satu fungsi Polri adalah menegakkan hukum.
 
Pada bagian pertimbangan UU Kepolisian dinyatakan; pertama, keamanan dalam negeri merupakan syarat utama mendukung terwujudnya masyarakat madani yang adil, makmur, dan beradab berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 

Kedua, pemeliharaan keamanan dalam negeri melalui upaya penyelenggaraan fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.  

Jadi yang perlu penulis tekankan adalah penegakan hukum itu sangat penting demi terwujudnya masyarakat yang adil dan beradab. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo di awal menjabat berjanji akan memperbaiki kinerja lembaga Polri dengan prinsip mengedepankan slogan Presisi (prediktif, responsibilitas, dan transparansi berkeadilan).  Menurut penulis tekad dan janji Kapolri tersebut lumayan berhasil. Bukti nyata yang masyarakat rasakan adalah diseretnya para jenderal polisi tersebut ke meja hijau bahkan sebagiannya telah dipecat.
 
Kapolri responsif dan transparan dalam mengambil tindakan hukum kepada siapa pun anggotanya yang terlibat tindak pidana seperti para jenderal polisi tersebut. Penulis sepakat dengan komunikolog Emrus Sihombing yang menilai Kapolri telah mengantarkan institusi Polri lebih profesional dan objektif, dengan memberlakukan hukum yang setara bagi semua masyarakat, tidak terkecuali bagi jajarannya.

Namun menurut penulis yang masih perlu diawasi dan dibenahi kinerjanya adalah di bidang reserse dan kriminal, serta di bagian tindak pidana narkoba. Kapolri sepertinya harus melakukan inspeksi mendadak ke dua bagian tersebut. Hal itu dilakukan agar ungkapan 'hilang kambing melapor ke polisi akan kehilangan sapi' sudah tidak ada lagi. Selain itu, agar tidak ada lagi oknum polisi yang mempermainkan pasal UU Narkotika serta tidak menjual barang bukti narkoba.
 
Pakar ilmu hukum pidana dan kriminologi Jacob Elfinus Sahetapy (Sahetapy, 2009:IX), mengatakan moral suatu bangsa dan masa depan mental serta integritas suatu bangsa ikut dibina oleh para sarjana hukum baik secara eksplisit maupun secara implisit. Para politisi dan birokrat bisa saja korup, asal para penegak hukum, khususnya hakim, jasa, polisi dan advokat memiliki moral dan integritas yang tinggi maka negara akan selamat. 

Ayo bapak/ibu pejabat Polri dan teman-teman Polri semuanya, mari bangun Indonesia dengan penegakan hukum yang baik dan benar. Polri haruslah menjadi sapu yang bersih. Laksanakan slogan Presisi yang dicanangkan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Selamat hari Bhayakara ke-77. Viva Polri, viva Indonesia.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat