visitaaponce.com

Standar Ganda Barat dalam Konflik Israel-Palestina

Standar Ganda Barat dalam Konflik Israel-Palestina
Ilustrasi MI(MI/Seno)

SERANGAN Hamas ke wilayah Israel pada 7 Oktober 2023 telah memicu kemurkaan Israel karena lebih dari seribu warga sipil, tentara, dan petugas kepolisian Israel tewas dalam serangan itu. Sikap murka Israel terlihat dari serangan sporadis dan brutal yang kembali dilakukan ke Jalur Gaza. Hasilnya lebih dari seribu warga sipil di Jalur Gaza, baik anak-anak, perempuan, maupun warga lanjut usia tewas. Pada kondisi ini, konflik kedua belah pihak telah menimbulkan krisis kemanusiaan yang harus mendapat perhatian banyak pemerintahan dari berbagai negara dan warga dunia. Tujuannya agar kekerasan ini segera dihentikan dan dicari solusi damai yang permanen.

 

Mengapa Hamas menyerang?

Untuk menjawab pertanyaan ‘mengapa Hamas menyerang’, maka kita harus membuka mata atas penindasan Israel terhadap warga Palestina di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sejak Israel didirikan pada tahun 1948 dengan dukungan politik negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Inggris, negara Israel sudah banyak mencaplok tanah dan rumah rakyat Palestina.

Dalam merebut tanah rakyat Palestina, Israel sering kali melakukan kekerasan dan penindasan. Tak sedikit korban jiwa jatuh dari penduduk Palestina. Namun, sayangnya negara-negara sekutu Israel sering menutup mata atas penderitaan rakyat Palestina.

Kalaupun mereka bersikap, hal yang paling tinggi mereka lakukan atas tindakan Israel hanyalah menyayangkan tindakan Israel. Akan tetapi, sikap itu tidak bisa menghentikan Israel untuk terus mengambil tanah dan rumah Rakyat Palestina dengan kekerasan.

Rakyat Palestina di Gaza mengalami penderitaan yang lebih berat karena blokade Israel yang berkepanjangan. Gaza dalam berbagai pandangan lembaga kemanusiaan adalah penjara terbesar di dunia karena implementasi blokade Israel.

Penduduk Palestina di Jalur Gaza kesulitan mendapatkan akses ekonomi, kesehatan, air bersih, dan sumber daya listrik untuk menopang kehidupan mereka. Pendudukan serta perampasan yang dilakukan Israel atas tanah warga Palestina, ditambah dengan blokade yang mereka lakukan, merupakan tindakan sewenang-wenang yang kemudian dilawan oleh organisasi pembebasan rakyat Palestina, dan Hamas termasuk salah satu yang melawan Israel.

Organisasi pembebasan itu memandang ada suatu penindasan yang tidak disikapi secara adil oleh dunia internasioal. Karena itu, bagi mereka tidak ada jalan lain yang bisa dilakukan selain dengan melawan penindasan tersebut dengan cara konfrontasi bersenjata.

Perlu dipahami bahwa peperangan antara Israel dan gerakan pembebasan Palestina berada pada kondisi yang tidak seimbang. Israel memiliki begitu banyak alat pertempuran modern, ditambah dengan dukungan diplomasi dan milter negara-negara Barat. Sebaliknya gerakan pembebasan Palestina hanya mengandalkan serangan kecil dengan dukungan senjata yang minim dan boleh dikatakan kalah canggih dari Israel. Meski demikian, gerakan pembebasan Palestina bisa terus bertahan selama puluhan tahun karena adanya semangat pembebasan bagi rakyat Palestina.

Di tengah perlawanan Hamas dan kelompok pembebasan Palestina lainnya terhadap Israel, negara zionis ini kembali meresponnya dengan serangan militer yang mematikan dan brutal, dan lagi-lagi banyak warga Gaza yang tewas, bahkan jumlahnya melebihi jumlah tentara, polisi, dan warga Israel yang tewas.

Sebanyak 2.670 warga Palestina wafat akibat serangan Israel. Israel berdalih bahwa mereka menyerang Gaza untuk menekan kelompok-kelompok ekstrem. Akan tetapi, serangan Israel itu dilakukan secara sporadis dengan menggunakan senjata yang mematikan serta menimbulkan efek penderitaan jangka panjang, seperti halnya bom yang mengandung fosfor putih. Bukan kali pertama juga Israel menggunakan bom fosfor putih untuk menyerang Gaza. Bom ini memiliki efek berbahaya bagi mereka yang menghirupnya.

 

Kedaulatan negara Palestina

Pada 22 November 1974, Resolusi Majelis Umum PBB 3236 mengakui hak bangsa Palestina untuk menentukan nasib sendiri, kemerdekaan nasional, dan kedaulatan di wilayah Palestina. Akan tetapi, butuh waktu panjang bagi bangsa Palestina untuk mendapatkan status wilayahnya sebagai negara. Pada 29 November 2012, Majelis Umum PBB mengesahkan sebuah mosi mengubah status ‘entitas’ Palestina menjadi ‘negara pengamat bukan anggota’ dengan hasil pemungutan suara 138 banding 9, dan 41 abstain. Per 14 September 2015, terdapat 136 (70,5%) dari 193 negara anggota PBB dan dua negara bukan anggota yang telah mengakui negara Palestina.

Solusi dua negara (Isreal-Palestina) berdaulat seyogianya membutuhkan komitmen seluruh negara anggota PBB, dan pengakuan kedaulatan wilayah itu harus merujuk pada rencana PBB 1947. Perjanjian Oslo antara Israel dan Otoritas Palestina (sekarang negara Palestina) di satu sisi telah mendorong suatu perjanjian perdamaian di antara kedua belah pihak yang pernah berperang.

Akan tetapi, Israel sering kali melanggar perjanjian itu dan melanggar batas wilayah Palestina dengan mengambil secara paksa tanah warga Palestina dengan kekuatan militernya. Di sisi lain, Palestina dirugikan karena mereka tidak memiliki kekuatan bersenjata untuk membela kedaulatan wilayah dan warganya. Kondisi itu menimbulkan suatu ketimpangan kekuatan di antara kedua negara.

Setiap kali kelompok pembebasan Palestina melawan kesewenangan Israel, negara-negara Barat selalu menuduhnya dengan gerakan radikal dan teroris. Sedangkan ketika Israel dengan brutal mengambil hak-hak rakyat Palestina, termasuk ketika Israel yang pada saat ini sedang melakukan serangan militer bertubi-tubi ke Gaza, ditambah dengan dihentikannya pasokan energi listrik dan memblokade bantuan kemanusiaan ke Gaza, negara-negara Barat hanya bisa diam dan justru mendukung tindakan agresi Israel tersebut.

Apa yang telah dilakukan Israel kepada penduduk Palestina di Gaza saat ini sudah mengarah pada perbuatan genosida. Mereka secara perlahan bermaksud untuk menutup peluang hidup rakyat Palestina.

Sejatinya, perlindungan kedaulatan suatu negara tidak bisa diserahkan kepada bangsa atau negara Israel, apalagi bangsa Israel itu menduduki dan selalu merampas wilayah bangsa Palestina. Negara Palestina perlu memiliki kekuatan sendiri yang diawali masa pembangunan kekuatan pertahanan dengan dukungan PBB. Karena itu, pengerahan pasukan perdamaian juga dibutuhkan di Palestina untuk mendukung kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Palestina.

 

Dampak terhadap Barat

Negara-negara Barat tidak boleh menutup mata atas kekejaman yang sering kali dilakukan tentara Israel. Mereka harus memberikan sanksi kepada Israel yang telah menutup akses kemanusiaan serta melakukan serangan yang sporadis. Barat juga perlu segera mendukung terbangunnya kekuatan Palestina.

Standar ganda negara-negara Barat dalam mendukung Israel dan mengerdilkan Palestina adalah akar dari belarutnya konflik Israel dan Palestina. Jika perdamaian mau ditegakkan, keadilan harus ditegakan terlebih dahulu. Sumber dari konflik ialah adanya ketidakadilan dan kesewenangan yang tidak dikenai sanksi.

Barat harus menyadari bahwa sikap dalam kebijakan politik luar negeri mereka atas Israel bisa memicu ketegangan dan juga ketidakpercayaan dari dunia internasional. Sebagaimana sikap mereka yang berpihak kepada Ukraina dalam konflik dengan Rusia, berbeda dengan sikap mereka terhadap Palestina yang sedang diduduki oleh Israel.

Negara-negara Barat mengkritik dan bahkan menjatuhkan sanksi yang berat kepada Rusia atas invasi ke Ukraina, tetapi tidak mengkritik dan memberikan sanksi kepada Israel yang sudah sejak lama mengisolasi, merebut, dan bahkan melanggar hak asasi rakyat Palestina.

Bukan tidak mungkin kebijakan Barat ini akan memunculkan perlawanan politik dan ekonomi dari negara-negara lain, seiring dengan semakin banyaknya negara yang hendak melepaskan diri dari ketergantungan terhadap mata uang dolar Amerika dan produk negara-negara Barat.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat