visitaaponce.com

Membangun Budaya Sekolah Inklusif melalui Keadilan Restoratif

Membangun Budaya Sekolah Inklusif melalui Keadilan Restoratif
(Dok. Pribadi)

SECARA tradisional, keadilan restoratif (restorative justice) adalah pendekatan untuk mengatasi kerusakan yang disebabkan perilaku kriminal yang berfokus pada memperbaiki kerusakan, dan membangun kembali hubungan daripada hanya menghukum pelaku.

Sistem keadilan pidana tradisional sering kali bersifat hukuman (punitive), yaitu menekankan hukuman dan upaya pencegahan. Sementara itu, keadilan restoratif berusaha melibatkan semua pihak terkait dalam proses yang lebih kolaboratif dan partisipatif.

Keadilan restoratif mengalihkan fokus dari pelanggaran aturan ke kerusakan yang ditimbulkan individu dan masyarakat, serta mengidentifikasi kebutuhan korban, pelaku, dan masyarakat yang terkena dampak. Pendekatan itu melibatkan semua pihak yang terpengaruh kejahatan dalam proses penyelesaian perkara dan mendorong komunikasi terbuka dan dialog.

Partisipasi dalam proses keadilan restoratif bersifat sukarela bagi semua pihak yang terlibat. Harapannya, keadilan restoratif dapat menitikberatkan pada penyembuhan emosional dan psikologis korban, serta memfasilitasi reintegrasi pelaku ke dalam masyarakat.

Pelaksanaan keadilan restoratif bisa bervariasi dalam bentuknya, seperti mediasi antara pelaku dan korban, konferensi keluarga, atau lingkaran masyarakat. Pendekatan ini bertujuan mendorong rasa keadilan yang melebihi hukuman dan berkontribusi pada kesejahteraan keseluruhan individu dan komunitas yang terlibat dalam proses hukum.

Efektivitas keadilan restoratif dapat bervariasi tergantung pada faktor-faktor, seperti dukungan masyarakat, komitmen peserta, dan sifat khusus kasus yang terlibat (Howard Zehr, The Little Book of Restorative Justice, 2002).

 

Dalam dunia Pendidikan

Dalam konteks pendidikan, keadilan restoratif merujuk pada filosofi dan rangkaian tindakan yang bertujuan menciptakan lingkungan sekolah yang inklusif. Fokusnya ialah memperbaiki kerusakan, mengembalikan hubungan, dan membangun rasa komunitas.

Hal itu ialah respons terhadap isu disiplin yang menghindari penggunaan hukuman dan sebaliknya memprioritaskan dialog, pertanggungjawaban, dan kesejahteraan semua pihak yang terlibat, termasuk siswa, guru, dan seluruh komunitas sekolah (Katherine Stuart van Wormer & Lorenn Walker, eds, <i>Restorative Justice Today: Practical Applications<p>, 2013).

Keadilan restoratif dalam pendidikan bertujuan membangun budaya sekolah positif dan inklusif dengan menangani konflik, masalah disiplin, dan perilaku berbahaya melalui pendekatan restoratif dan kolaboratif. Pendekatan ini mengakui bahwa tindakan hukuman tradisional tidak selalu efektif dalam mendorong perilaku positif, dan bahkan dapat memperburuk masalah yang ada.

Keadilan restoratif dalam pendidikan bertujuan menciptakan iklim sekolah positif yang mendorong rasa memiliki, saling menghormati, dan tanggung jawab di antara semua anggota komunitas sekolah. Dengan menggeser fokus dari hukuman ke pembelajaran dan pertumbuhan, keadilan restoratif berupaya membangun hubungan yang lebih kuat dan mendorong perubahan perilaku positif.

Pendekatan ini sejalan dengan gagasan bahwa disiplin seharusnya dianggap sebagai peluang pendidikan daripada respons hukuman. Dengan menitikberatkan pada perbaikan kerusakan, memfasilitasi pemahaman, dan membangun rasa komunitas. Pendekatan ini bertujuan menciptakan lingkungan belajar positif dan mendukung bagi semua pemangku kepentingan dalam komunitas sekolah.

 

Dalam memperkuat hubungan, keadilan restoratif memberikan prioritas pada pembangunan hubungan dan komunitas di lingkungan sekolah. Ini mendorong terciptanya komunikasi terbuka, penghormatan, dan pemahaman di antara siswa, guru, dan staf.

Saat terjadi konflik di antara anggota sekolah, pendekatan ini fokus pada penyelesaian dan penanganan perilaku melalui dialog dan mediasi, menggunakan lingkaran, atau konferensi restoratif. Dalam pertemuan ini, pihak terlibat berkumpul untuk membahas insiden, berbagi pandangan, dan mencari solusi secara kolaboratif tanpa mengandalkan hukuman. Pendekatan ini juga menyoroti pentingnya empati, pemahaman, dan pertanggungjawaban di antara siswa.

Dalam aspek pertanggungjawaban dan pemulihan kerusakan, keadilan restoratif menekankan tanggung jawab siswa terhadap tindakan mereka. Selain itu, membantu mereka memahami dampak perilaku pada orang lain. Ini mendorong siswa untuk bertanggung jawab dan mencari solusi untuk memperbaiki kerusakan yang diakibatkan.

Proses keadilan restoratif menggunakan pendekatan preventif dengan fokus pada penciptaan iklim sekolah positif, mengajarkan keterampilan sosial-emosional, strategi penyelesaian konflik, dan pengembangan empati untuk mencegah konflik dan masalah perilaku.

Keadilan restoratif juga mencakup inklusivitas dan kesetaraan, mempertimbangkan sensitivitas budaya dan isu kesetaraan dalam penanganan konflik dan perilaku. Oleh karena itu, keadilan restoratif memastikan praktik-praktiknya bersifat inklusif dan dapat diakses semua siswa dan pihak terkait.

Penting untuk memberikan pelatihan pada guru dan staf mengenai praktik restoratif dan teknik penyelesaian konflik, serta mendukung implementasinya secara efektif. Libatkan juga keluarga, anggota masyarakat, dan sumber daya eksternal untuk mendukung pendekatan keadilan restoratif dalam konteks pendidikan.

 

Keadilan untuk anak-anak

Keadilan restoratif untuk anak-anak- disebut keadilan restoratif remaja atau anak-anak ialah pendekatan khusus menangani pelanggaran yang dilakukan individu muda. Seperti dalam pendidikan, prinsip-prinsip keadilan restoratif yang diterapkan pada anak-anak mempertimbangkan kebutuhan dan situasi perkembangan unik dari pelaku muda (The Office of the SRSG on Violence Against Children, Promoting Restorative Justice for Children, 2013).

Beberapa pertimbangan penting dalam keadilan restoratif untuk anak-anak dapat diuraikan sebagai berikut. Pertama, pengakuan bahwa anak-anak sedang berkembang secara fisik, emosional, dan kognitif, dengan mempertimbangkan usia dan kedewasaan mereka dalam menanggapi situasi.

Kedua, penekanan pada pendidikan daripada hukuman, dengan tujuan membantu anak-anak memahami konsekuensi tindakan mereka dan membangun empati. Ketiga, pentingnya melibatkan keluarga dalam proses keadilan restoratif. Keempat, mempertimbangkan konteks lebih luas kehidupan anak, termasuk dinamika keluarga, pendidikan, dan lingkungan sosial.

Kelima, upaya pencegahan keterlibatan lebih lanjut dalam sistem keadilan melalui intervensi yang mendukung dan partisipasi masyarakat. Keenam, dorongan agar anak-anak bertanggung jawab memperbaiki kerusakan yang diakibatkan oleh tindakan mereka.

Ketujuh, pengakuan dan penghargaan terhadap keragaman budaya serta dampaknya pada anak dan komunitas mereka. Kedelapan, penerapan komponen pendidikan untuk membantu anak-anak mengembangkan keterampilan dan pemahaman yang diperlukan untuk pengambilan keputusan dan perilaku positif.

Kesembilan, kesadaran bahwa proses keadilan restoratif mungkin memerlukan dukungan dan tindak lanjut untuk memastikan hasil positif yang berkelanjutan bagi anak.

Keadilan restoratif untuk anak-anak bertujuan mencapai keseimbangan antara pertanggungjawaban dan pengakuan terhadap tahap perkembangan anak, memfasilitasi rehabilitasi mereka, dan reintegrasi yang berhasil ke dalam masyarakat.

Pendekatan ini menekankan pada pendekatan yang lebih personal dan mendukung jika dibandingkan dengan tindakan hukuman. Budaya keadilan restoratif ini perlu dibudayakan dalam dunia pendidikan kita.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat