visitaaponce.com

Raheem Sterling, Chelsea, dan Piala Carabao

Raheem Sterling, Chelsea, dan Piala Carabao
Suryopratomo Pemerhati Sepak Bola(MI/Ebet)

DI tengah para pemain muda, Raheem Sterling tahu diri bahwa pada usianya ke-29 dirinya tidak lagi masuk golongan muda. Ia pun sadar apabila dirinya bukanlah pilihan utama bagi pelatih Mauricio Pochettino yang sedang berupaya membangun Chelsea yang baru.

Namun, pilihan untuk bergabung dengan The Blues dan menolak tawaran klub Arab Saudi yang bersedia membayar 47,5 juta poundsterling dan gaji 300 ribu poundsterling per minggu sudah diambil. Sterling harus konsekuen dengan keputusan yang tinggal bersama Chelsea.

Apalagi, pengalaman seperti ini bukan pertama kali dialami Sterling. Ia pernah menjadi bulan-bulanan The Kop ketika memutuskan meninggalkan Liverpool dan bergabung bersama Manchester City.

Baca juga : Potret Suram Perwasitan Asia

Di Tim Nasional Inggris pun, Sterling tidak lagi dilirik pelatih Gareth Southgate. Padahal, ia pernah begitu sangat diandalkan dan menjadi pilihan utama untuk membela Three Lions sampai Piala Eropa 2021 berakhir.

Perjalanan panjang sebagai pemain tidak meruntuhkan mental dirinya. Sterling tetap menjadi Sterling yang selalu siap memberikan yang terbaik ketika dipercaya untuk turun bermain. Ia merupakan pemain yang memiliki kecepatan dan ketajaman untuk memanfaatkan peluang yang ada.

Pekan lalu ia tunjukkan saat menghadapi bekas klubnya, Manchester City, di Stadion Etihad. Sterling membuat mantan rekan-rekannya sampai frustrasi. Gol yang ia ciptakan untuk menyelesaikan umpan yang disodorkan Nicolas Jackson semakin menambah beban tim asuhan Josep Guardiola.

Baca juga : Menunggu Persembahan Terakhir Juergen Klopp

Baru tujuh menit menjelang bubaran, The Citizens mampu menyamakan kedudukan. Gelandang bertahan Rodri menyelamatkan Manchester City dari kekalahan di depan pendukungnya sendiri.

Sterling memang belum berubah. Ia merupakan sosok yang tetap produktif dan bahkan dengan 120 gol yang ia ciptakan di Liga Primer, ia lebih produktif daripada seniornya di Liverpool, Steven Gerrard.

 

Baca juga : Asia Tenggara di Tengah Kekuatan Sepak Bola Asia

Di tangan Pochettino 

Besok malam merupakan kesempatan terakhir bagi Chelsea untuk bisa atau tidak mengangkat piala di musim ini. Di Stadion Wembley, the Blues akan ditantang pemimpin klasemen Liga Primer, Liverpool, untuk berebut gelar juara.

Meski merupakan kasta ketiga di kompetisi sepak bola Inggris, Piala Carabao tetap memberikan gengsi. Keberhasilan mengangkat piala itu akan membawa pemenang mendapat tiket untuk tampil di Liga Europa musim mendatang.

Baca juga : Sepak Bola pun Menegakkan Etika

Pilihan itu kini ada di tangan Pochettino. Apakah besok malam pelatih asal Argentina itu akan memberi kesempatan kembali kepada Sterling untuk menjadi starter XI atau menempatkan pemain paling senior di Chelsea itu sebagai pemain pengganti.

Dengan pengalaman lima kali mengangkat Piala Carabao, Sterling merupakan satu-satunya pemain Chelsea yang berpengalaman bermain di Stadion Wembley. Kehadiran Sterling akan sangat berguna bagi para pemain muda yang berusia di bawah 25 tahun dan belum pernah tampil di pertandingan final.

Tampil di pertandingan puncak membutuhkan ketahanan mental yang berbeda. Keterampilan teknis bisa memudar ketika tampil di hadapan 80 ribu penonton yang memadati Wembley dan jutaan orang yang menyaksikan melalui layar kaca.

Baca juga : Perjalanan Terakhir Menuju Tangga Juara

Apalagi Liverpool yang harus mereka hadapi merupakan tim yang matang. Meski tim asuhan Juergen Klopp kali ini disebut sebagai Liverpool 2.0, banyak pemain yang sudah lama bermain bersama-sama untuk 'si Merah'.

Itulah yang harus menjadi perhatian Pochettino, besok. Ia harus memilih untuk mempertahankan tim yang mampu mencuri dua poin dari Manchester City pekan lalu ataukah menurunkan gelandang sayap muda Noni Madueke untuk mengisi tempat Sterling.

Berbeda dengan Liverpool yang diguncang cedera, Pochettino relatif sudah menemukan format terbaik, setidaknya untuk barisan depan. Ia memiliki Cole Palmer yang menjadi pilihan sebagai ujung tombak dan Conor Gallagher sebagai second striker. Sementara itu, di tengah ada dua pemain jangkar Enzo Fernandez dan Moises Caicedo.

Baca juga : Boxing Day Penentu Juara Paruh Kompetisi

Hanya di posisi center-back Pochettino masih harus kehilangan kapten kesebelasan Thiago Silva yang mengalami cedera hamstring. Namun, Levi Colwill yang menggantikan Silva tidak mengecewakan untuk mendampingi Axel Disasi. Mereka mampu membuat penyerang-penyerang Manchester City frustrasi karena berulang kali gagal menjebol gawang Chelsea.

 

Bukan favorit

Baca juga : Era Wonderkids belum Tiba

Klopp mencoba merendah dengan mengatakan tim asuhannya bukan favorit untuk bisa memenangi kejuaraan. “Apakah tim kami lebih difavoritkan menjadi juara? Rasanya tidak. Chelsea justru berkembang lebih baik dan di final nanti pasti mereka akan tampil lebih luar biasa,” ujar pelatih Jerman itu kepada BBC.

Namun, Klopp percaya kepada anak-anak asuhannya meski Mohamed Salah, Diogo Jota, Curtis Jones, dan Trent Alexander-Arnold tidak bisa tampil karena cedera. Apa yang mereka perlihatkan saat bangkit dari ketertinggalan dan menggasak Luton City 4-1, Rabu malam lalu, mencerminkan semangat juang tim yang mengagumkan.

Modal kemenangan itulah yang membuat Liverpool akan tampil dengan penuh percaya diri. Klopp terutama yakin dengan penampilan penyerang sayap asal Kolombia, Luis Diaz, yang mampu mengangkat semangat rekan-rekannya. Dari serangan yang dibangun Diaz, Cody Gakpo mampu membalikkan keadaan dan kemudian melumat Luton.

Baca juga : Kali ini Dibu Angkat Aston Villa

Gelandang muda Ryan Gravenberch juga tampil gemilang untuk mendampingi playmaker Alexis Mac Allister dan gelandang bertahan Wataru Endo. Sementara itu, Harvey Elliot semakin matang sebagai penyerang muda masa depan.

Pertarungan di lapangan tengah menjadi penentu kemenangan besok malam. Siapa yang lebih unggul mengatur permainanlah yang akan merebut kemenangan. Menarik melihat persaingan dua pemain asal Argentina, yakni Mac Allister akan ditantang rekan mudanya, Enzo Fernandez.

Pengalaman final 2022 kedua tim tampil dengan sangat hati-hati. Ketika itu kedua tim tidak mampu menjebol gawang lawan sehingga pertandingan harus diselesaikan melalui drama adu penalti. Semua pemain ketika itu harus menjadi algojo karena Liverpool baru bisa menang dengan 11-10.

Bukan tidak mungkin kali ini pertandingan harus ditentukan dengan adu tendangan penalti kembali. Kecuali ada tim yang lebih berani mengambil inisiatif menyerang dan mencuri gol pada awal pertandingan.

Seharusnya Chelsea lebih berani mengambil risiko karena inilah peluang terbesar bagi mereka untuk menjadi juara. Berharap tampil di ajang Liga Champions agak sulit karena the Blues baru memenangi 10 pertandingan dari 22 kali tampil. Kesuksesan di Piala Carabao kali ini bisa menjadi pemicu untuk meraih prestasi lebih tinggi, termasuk di ajang Piala FA yang pekan depan akan memainkan perdelapan final.

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat