visitaaponce.com

Isu Gender dalam Pemangkasan Hukuman Pinangki Dinilai Salah Tempat

Isu Gender dalam Pemangkasan Hukuman Pinangki Dinilai Salah Tempat
Mantan Jaksa PinangkiSirma Malasari sebagai terdakwa di kasus pengurusan fatwa Djoko Tjandra(Antara/Reno Esnir)

PERTIMBANGAN mengenai gender dalam putusan perkara jaksa Pinangki Sirna Malasari dinilai salah tempat lantaran hanya fokus pada pelaku. Pertimbangan itu dinilai tak tepat lantaran Pinangki terbukti sebagai pelaku penting di pusaran kasus itu.

"Kasus Pinangki berbeda, dia core-nya. Kalau lihat dakwaannya, Pinangki ini core-nya dia datang nyamperin (mendatangi Djoko Tjandra), dia yang rapat dan lain-lain. Kecuali Pinangki memang hanya support dalam kasus ini," kata Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Erasmus Napitupulu dalam diskusi daring yang digelar Indonesia Corruption Watch (ICW), Minggu (27/6).

Menurut Erasmus, dalam kasus Pinangki tak perlu dipertentangkan antara isu gender dan antikorupsi. Dia menyatakan pertimbangan hakim memangkas hukuman Pinangki yang seolah-olah dengan pertimbangan gender mengandung inkonsistensi.

Catatan ICJR, jauh lebih banyak perempuan yang terjerat kasus narkotika hanya sebagai pelaku pendukung (supporting) namun sulit mendapat pertimbangan meringankan seperti yang terjadi pada Pinangki.

"Ini menunjukkan inkonsistensi dalam tubuh peradilan kita saat ini karena dari kejahatan yang banyak menarik perempuan masuk yakni kejahatan narkotika, pertimbangan seperti ini susah sekali ditemukan. Bahkan untuk hukuman pidana mati pertimbangan ini juga tidak keluar," kata dia.

Baca juga : KY Diminta Telusuri Hakim-Hakim dalam Perkara Pinangki

Pengajar hukum pidana Universitas Katolik Parahyangan Nefa Claudia Meliala juga menilai pertimbangan meringankan terhadap Pinangki tidak secara seimbang mempertimbangkan posisi perempuan-perempuan lain sebagai pihak yang juga terdampak tindak pidana korupsi secara umum. Dia menilai pertimbangan itu hanya parsial fokus pada pelaku.

"Perspektif saya sebagai perempuan, pertimbangan ini hanya secara parsial melihat korban sebagai pelaku tapi tidak memperhitungkan juga korban tindak pidana yang dilakukan pelaku. Kita tahu ekses negatif dari pidana korupsi itu berdampak bagi banyak orang, tentu yang banyak terdampak ini juga wanita," ucapnya.

Dalam perkara Pinangki, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan banding dan memangkas hukumannya dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Dalam hal yang meringankan, hakim mempertimbangkan Pinangki mengaku bersalah, menyesal, dan ikhlas dipecat sebagai jaksa.

Kemudian, hakim juga mempertimbangkan Pinangki seorang ibu yang mempunyai anak berusia empat tahun. Tak hanya itu, Pinangki sebagai wanita harus mendapat perhatian, perlindungan dan diperlakukan secara adil.

Dalam kasus itu, Pinangki terbukti melakukan tindak pidana korupsi, pencucian uang, dan pemufakatan jahat terkait penanganan perkara terpidana korupsi hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra. (OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat