visitaaponce.com

Jaksa KPK Sebut Rentenir Nanang Hanya Dalih dalam Kasus Suap Azis Syamsuddin

Jaksa KPK Sebut Rentenir Nanang Hanya Dalih dalam Kasus Suap Azis Syamsuddin
Mantan Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin meninggalkan ruang sidang usai pembacaan tuntutan terhadap dirinya di Gedung Pengadilan Tipikor.(MI/Susanto)

JAKSA penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengesampingkan sosok rentenir bernama Nanang dalam surat tuntutan kepada bekas Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin.

Diketahui, Azis dituntut pidana penjara selama 4 tahun dan 2 bulan terkait penyuapan ke mantan penyidik KPK Stepanus Robin Pattuju dan advokat Maskur Husain.

Dalam persidangan sebelumnya, Robin mengaku mendapatkan uang sebesar US$100 ribu dan Sing$171.900 sebagai peminjam dari Nanang.

Di sisi lain, jaksa KPK meyakini uang itu merupakan bagian dari Rp3,099 miliar dan US$36 ribu yang diberikan Azis untuk Robin dan Maskur untuk mengamankan perkara rasuah Dana Alokasi Khusus (DAK) APBN-P Lampung Tengah TA 2017.

"Terkait alasan Stepanus Robin Pattuju bahwa uang sejumlah US$100 ribu dan Sing$171.900 merupakan pinjaman seorang rentenir bernama Nanang, jelas hanya merupakan dalih, bukan dalih. Oleh karenanya harus dikesampingkan," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan di ruang sidang Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Senin (24/1).

Menurut jaksa KPK, keberadaan sosok Nanang hanya diketahui oleh Robin. Selama persidangan, tidak ada satu saksi pun yang mengenal Nanang. Bahkan, Maskur sendiri sebagai rekan Robin baru mengetahui sosok Nanang berdasarkan kesaksian Robin di persidangan.

"Lebih menyedihkan lagi, terdakwa (Azis) dan Stepanus Robin Pattuju) nyata dan tegas tidak mempunyai satu bukti pun yang dapat diajukan di muka persidangan yang dapat menunjukkan benar ada sosok Nanang dimaksud," terang Lie.

Keberadaan sosok Nanang semakin disangsikan oleh jaksa KPK karena Robin mengaku menerima uang itu bertepatan saat menyanggupi bisa mengurus kasus Azis, yakni Agustus 2021.

Selain pidana penjara, jaksa KPK juga menuntut majelis hakim yang diketuai oleh Muhammad Damis dengan anggota Fahzal Hendri dan Jaini Bashir itu dengan denda sebesar Rp250 juta subsider 6 bulan kurungan.

Di samping itu, hakim pun diminta menjatuhkan pidana tambahan pencabutan hak politik.

"Berupa pencabutan hak dipilih dalam pemilihan jabatan publik atau politis terhitung 5 tahun terhitung sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokoknya," tandas Lie.

Usai pembacaan tuntutan, Azis mengutarakan ingin menyampaikan beberapa hal. Selama persidangan, politikus Partai Golkar itu terpantau beberapa kali mencatat di kertas menggunakan pulpen.

"Ada beberapa hal yang ingin saya underline," kata Azis.

Namun, hakim Damis memintanya untuk menyampaikan hal itu di dalam nota pembelaan atau pledoi. Setelah berkonsultasi dengan penasihat hukumnya, Azis meminta sidang pembacaan pledoi digelar pada Kamis (3/2) mendatang.

"Dikarenakan tanggl 1 (Februari) ada Imlek Yang Mulia," ujar Azis.

Namun, permohonan Azis itu tak diindahkan majelis hakim yang hanya memberi waktu Azis dan tim penasihat hukumnya menyusun pledoi selama sepekan. Hal ini mempertimbangkan waktu yang sama yang diberikan hakim ke jaksa KPK untuk menyusun surat tuntutan.

"Untuk perlakuan yang sama untuk pihak-pihak di depan persidangan, maka majelis hakim menentukan persidangan yang akan datang dengan acara pembelaan selama tujuh hari," jelas Damis.

"Diundur dan ditetapkan untuk disidangkan kembali pada hari Senin tanggal 31 Januari 2021 pada pukul 10.00 WIB," pungkasnya. (Tri/OL-09)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Deri Dahuri

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat