visitaaponce.com

Jelang Pemilu 2024, LDII Ingatkan Dewasa dalam Berdemokrasi di Tahun Politik

Jelang Pemilu 2024, LDII Ingatkan Dewasa dalam Berdemokrasi di Tahun Politik 
Ketua Umum DPP LDII Chriswanto Santoso(Dok. LDII)

PEMILU 2024 tinggal dua tahun lagi, para politisi terus bermanuver. Bila tak disikapi dengan bijak, tahun-tahun yang penuh kekerasan tampak di depan mata. Inilah pentingnya kedewasaan dalam berdemokrasi, karena inti demokrasi adalah menyejahterakan rakyat bukan ambisi pribadi atau kelompok. 

“Tahun politik jelang pemilu adalah tahun yang emosional, inilah pentingnya pengendalian diri. Apalagi ini bulan Ramadan,” ujar Chriswanto Santoso, Ketua Umum DPP LDII di Jakarta,, Senin (18/4). 

Ia mengajak seluruh elemen bangsa, baik pemerintah maupun rakyak Indonesia melakukan politik kenegaraan dalam bingkai moralitas, 

“Kebebasan individu dalam demokrasi itu, tujuannya untuk meningkatkan kesejahteraan. Tanpa moralitas, kebebasan itu bisa bertabrakan dengan kebebasan orang lain,” tuturnya. 

Ia berpendapat, ketika bangsa ini setelah Reformasi memilih untuk berdemokrasi. Maka selanjutnya semua pihak mematuhi hukum atau aturan yang dibuat bersama oleh eksekutif dan legislatif, dan dijalankan oleh yudikatif, 

“Taat terhadap peraturan itu adalah salah satu ciri masyarakat yang demokratis dan beradab,” imbuhnya.  

Manusia dengan moralitas yang luhur, menurutnya akan menjadi pribadi yang mampu mengendalikan diri, 

“Ramadan ini adalah bulan yang bisa kita pakai untuk belajar mengendalikan diri, mengikuti aturan yang dibuat atas kesepakatan bersama,” katanya. 

“Emosional dengan menghajar orang lain, itu mendegradasi nilai perjuangan yang dicanangkan. Cara berdemokrasi yang baik kita jangan mudah terpancing,” imbuhnya. 

Ia menambahkan, keributan pada tahun politik disebabkan karena bangsa ini memiliki banyak politisi tapi miskin jiwa leadership atau kepemimpinan.  

Menurut dia, antara politisi biasa dan yang memiliki leadership itu berbeda, 

Baca juga : Masuk Daftar Capres, Airlangga: Doanya Semoga Mabrur

“Politisi selalu menekankan program untuk jangka pendek, agar lima tahun terpilih lagi,” ujar Chriswanto yang pernah menjadi politisi Golkar di Jawa Timur itu. 

Sementara leadership, menurutnya  menekankan program jangka panjang, agar masyarakat sejahtera dan menyiapkan serta membangun generasi berikutnya. 

Jadi boleh saja, politisi menumpang program jangka panjang dari politisi lain yang memiliki leadership. Tapi nantinya, akan tampak pada saat politisi itu kalah, 

“Misalnya dia akan banyak komplain, menyalahkan sistem, dan lain-lain,” tambahnya. Sementara seorang politisi yang memiliki leadership tidak masalah siapapun yang menang, yang terpenting visinya untuk menyejahterakan rakyat dan membangun generasi penerus yang berkualitas bisa tercapai.   

Terkait kebebasan beragama dan berkeyakinan dalam negara demokrasi, Chriswanto mengingatkan, masalah agama adalah given, masalah keyakinan, “Semua orang menganggap agama atau keyakinannya adalah yang paling benar, rasa itu hadir karena pemberian Sang Khalik,” ujarnya.  

Dia berpandangan adanya perbedaan tafsir mengenai agama atau keyakinan adalah hal yang lumrah. Namun, setiap agama selalu mengajarkan mengenai perdamaian, 

“Pada titik inilah, semua umat beragama dan mereka yang memiliki keyakinan berbeda-beda, memiliki kewajiban membuat kesepakatan perdamaian satu sama lain,” imbuhnya. 

Senada dengan Chriswanto, Ketua DPP LDII Rully Kuswahyudi mengingatkan pentingnya ruang publik, dalam hal ini media sosial, bukan sebagai tempat saling menyerang keyakinan, 

“Baik sesama umat Islam atau antar umat beragama,” ujarnya. 

Menurut Rully kekerasan simbolik atau kekerasan verbal di media sosial, mampu menciptakan kekerasan fisik di tengah-tengah masyarakat. (RO/OL-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Ghani Nurcahyadi

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat