Pengamat Nilai TNI tidak Butuh Jabatan Wakil Panglima
TNI menyodorkan sejumlah saran perubahan UU 34/2004 tentang TNI. Salah satu pasal yang disarankan untuk diubah adalah Pasal 13 yang mengatur masalah pengangkatan Panglima.
Pada Pasal 13 ayat 3 mengatur bahwa pengangkatan dan pemberhentian Panglima didasarkan pada kebutuhan organisasi TNI.
Ketentuan ini disarankan untuk dihilangkan dan diubah menjadi aturan yang menyebut bahwa panglima dibantu oleh seorang wakil panglima berpangkat perwira tinggi bintang empat. Artinya posisi Wakil Panglima TNI tidak lagi bersifat opsional.
Menanggapi itu, pengamat militer dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi, menuturkan saran perubahan UU 34/2004 tidak berpengaruh terhadap tugas dan kewajiban seorang Panglima, tidak pula mengubah signifikan tugas pokok dan fungsi TNI.
Baca juga : Revisi UU TNI Berpotensi Akomodir Prajurit Aktif Dapat Jabatan Kementerian
“Artinya, tidak ada tambahan tugas yang membutuhkan pembagian peran dengan seorang Wakil Panglima,” papar Khairul kepada Media Indonesia, Kamis (11/5).
Khairul menyebut pengendalian krisis, pengambilan keputusan dan mobilitas Panglima TNI selama ini sudah terbukti mampu berjalan efektif meski tidak ada wakil panglima.
Baca juga : DPR: Menyedihkan, TNI Terlibat Jual-Beli Senjata di Wilayah Konflik Papua
Apalagi, kekuatan militer sejatinya selalu berada di bawah kendali Presiden, baik dalam keadaan perang ataupun damai.
“Jika ingin ideal dan mengacu pada prinsip supremasi sipil, mestinya jabatan Panglima TNI bahkan tak perlu ada,” terang Khairul.
Ia mencontohkan negara Amerika Serikat. Negara adidaya ini tak punya Panglima Angkatan Bersenjata. Yang ada adalah Chairman of The Joint Chief of Staff atau dalam bahasa sering diterjemahkan sebagai Kepala Staf Gabungan.
“Dua jabatan ini punya makna dan konsekuensi berbeda. Panglima menunjukkan adanya kewenangan memberikan komando atau perintah dalam hal pengerahan kekuatan, sedangkan Kepala Staf menunjukkan kewenangan melakukan koordinasi, pembinaan kemampuan dan kekuatan,” tuturnya.
Di AS, Khairul mengemukakan otoritas pengerahan kekuatan sepenuhnya berada di tangan Presiden dan dalam perumusan kebijakan sektor pertahanan dibantu oleh Secretary of Defence, alias Menteri Pertahanan. Pola ini menunjukkan supremasi sipil adalah mutlak dan militer merupakan subordinatnya.
“Nah, hadirnya posisi Wakil Panglima dalam saran perubahan UU 34/2004 menurut saya memang bukan sesuatu yang ideal,” ungkapnya.
Namun, bukan berarti tak bisa diterapkan. Khairul menuturkan dengan terus berkembangnya organisasi TNI, maka akan ada banyak posisi, di antaranya sejumlah posisi bintang 3 yang harus dikendalikan.
“Seorang wakil panglima nantinya bisa membantu panglima dalam menjalankan tugasnya di tengah upaya pengembangan organisasi dan tugas TNI dalam sejumlah operasi militer selain perang yang cukup signifikan belakangan ini,” ucapnya.
Sebelum itu, TNI perlu memperhatikan keberadaan Wakil Panglima. Keberadaan Wakil yang sekotak dengan Panglima tanpa kejelasan tugas dan fungsi, dapat menimbulkan kerawanan dari sisi kendali operasional.
Kemudian, lanjut Khairul, jabatan Wakil Panglima TNI berbeda dengan jabatan Wakil Kapolri. Organisasi TNI terdiri dari tiga angkatan.
“Sehingga perlu lebih jelas mekanisme pengangkatan, tugas pokok dan fungsinya. Jangan sampai malah memunculkan friksi maupun dualisme yang justru melemahkan efektifitas komando Panglima,” tegasnya.
Yang terakhir, jabatan Wakil Panglima diproyeksikan menjadi salah satu sumber kandidat calon Panglima.
Wakil Panglima nantinya akan berkompetisi dengan tiga kepala staf angkatan. Artinya, setiap kali proses politik pengisian jabatan Panglima TNI berjalan maka sekurangnya akan ada 4 perwira bintang empat yang berkompetisi.
“Dua diantaranya bakal berasal dari matra yang sama, yaitu seorang kepala staf angkatan dan seorang Wakil Panglima. Hal ini jangan sampai menimbulkan disharmoni berlebihan di lingkungan TNI,” tandas Khairul.
Terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Laksamana Muda Julius Widjojono menegaskan bahwa draf revisi masih berupa pembahasan.
Artinya, revisi UU TNI ini masih dalam bentuk usulan dan belum disampaikan ke Kementerian Pertahanan (Kemhan).
“Paparan (revisi UU TNI) itu baru konsep internal, belum di-approved Panglima TNI,” ucap Julius. (Z-8)
Terkini Lainnya
TNI Dorong Peningkatan Ekonomi Masyarakat Pegunungan Meratus
ASN dan Anggota TNI-Polri yang Ikut Pilkada Harus Mundur Sebelum 22 September
Ini Daftar Nama 7 Perwira Tinggi TNI AU yang Naik Pangkat
Polri Perpanjang Operasi Pencegahan Penyebaran Paham Radikalisme di Sulteng
TNI Kaji Perubahan Nama Puspen TNI Jadi Puskominfo
TNI Buka Suara Soal Dugaan Anggota Terlibat Kebakaran Rumah Wartawan
Elite PDIP Nilai Andika Lebih Tepat Maju di Pilgub Jawa Tengah
Ini Jawaban Panglima TNI Ratas 'Hujan' Kritik Revisi UU TNI
TNI Lestarikan Benteng Cikahuripan di Lembang
Komentar Panglima TNI tentang Multifungsi TNI Disayangkan
Panglima TNI Ajak Semua Elemen Bangsa Bersatu Pasca Pemilu
Tinjau Pelabuhan Gilimanuk, Menhub Pastikan Pelayanan Angkutan Lebaran Berjalan Lancar
Setelah Menang Presiden, Pezeshkian Kini Menghadapi Jalan Terjal
Grand Sheikh Al Azhar: Historis dan Misi Perdamaian Dunia
Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai
Program Dokter Asing: Kebutuhan atau Kebingungan?
Pancasila, Perempuan, dan Planet
Eskalasi Harga Pangan Tengah Tahun
Polresta Malang Kota dan Kick Andy Foundation Serahkan 37 Kaki Palsu
Turnamen Golf Daikin Jadi Ajang Himpun Dukungan Pencegahan Anak Stunting
Kolaborasi RS Siloam, Telkomsel, dan BenihBaik Gelar Medical Check Up Gratis untuk Veteran
Ulang Tahun, D'Cost Donasi ke 17 Panti Asuhan Melalui BenihBaik.com
Informasi
Rubrikasi
Opini
Ekonomi
Humaniora
Olahraga
Weekend
Video
Sitemap