visitaaponce.com

Luhut Ngambek Dipanggil Lord, Pakar Itu Sapaan Akbar, Bukan Penghinaan

Luhut Ngambek Dipanggil 'Lord', Pakar: Itu Sapaan Akbar, Bukan Penghinaan
Luhut dalam sidang pencemaran nama baik Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti(Ist)

PAKAR Hukum Pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar mengomentari sikap Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan yang mengaku ngambek disapa 'Lord'.

Hal tersebut terungkap dalam persidangan perkara dugaan pencemaran nama baik dengan terdakwa Haris Azhar dan Fatia Maulidayanti. Luhut sendiri hadir dalam persidangan itu sebagai saksi a charge saksi yang memberangkatkan. Persidangan tersebut digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur pada Kamis (8/6).

Baca juga : Luhut Akui Jengkel dengan Sebutan Lord dan Penjahat di YouTube Haris Azhar

"Itukan sapaan akrab, Tuan, bukan penghinaan," kata Abdul saat dikonfirmasi (8/6).

Abdul pun menjelaskan bahwa perkara yang menyandung Haris-Fatia tersebut dapat menjadi noda Demokrasi di Indonesia dewasa ini.

Baca juga : Akui tak Alami Kerugian Materil, Luhut: tetapi secara Moral Anak Cucu Bilang Saya Penjahat

"Saya kira peristiwa ini menjadi noda, jika tidak dikelola dengan benar justru akan memukul mundur demokrasi," sebutnya.

Abdul menjelaskan, dalam persidangan Haris-Fatia tadi terdapat pola relasi antara terdakwa dengan saksi terlapor yang tidak seimbang.

"Mestinya yang menjadi penyelesaian adalah penjelasan yang transparan dari seorang pejabat negara. Karena yang datang itu bukan merupakan tindakan 'kejahatan' melainkan kritik dan pendapat yang sesungguhnya bisa selesai dengan saling menjelaskan," tutur Abdul.

Apa yang terlontar oleh Haris-Fatia, lanjut Abdul, merupakan kritik atau pendapat bukan suatu pencemaran nama baik. Justru, Haris-Fatia dalam perkara ini berperan menyuarakan suara masyarakat Papua.

"Kritik atau pendapat yang berbeda bukanlah pencemaran sekalipun info tentang kepemilikan saham oleh pejabat adalah peristiwa untuk kepentingan bangsa khususnya masyarakat Papua," beber Abdul.

"Haris dan Fatia tidak dan tidak akan pernah mendapatkan keuntungan materi. Mereka bagian dari suara masyarakat menuntut keadilan Masyarakat Papua," imbuhnya.

Lebih lanjut, Abdul berharap aparat Majelis Hakim dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dapat menggunakan perspektif yang lebih luas dalam menangani perkara tersebut.

"Mudah-mudahan para penegak hukum yang menangani khususnya Hakim dan JPU tidak legistis hanya berkacamata kuda hukum semata. Tetap menempatkan peristiwanya dengan perspektif yang lebih luas," pungkasnya.

Haris dan Fatia dilaporkan berdasarkan video dengan tajuk Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris Azhar.

Dalam video tersebut dibahas tentang laporan dari Koalisi Bersihkan Indonesia yang mengangkat isu bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.

Haris dan Fatia didakwa melanggar Pasal 27 ayat 3 juncto Pasal 45 ayat 3 Undang- Undang ITE, Pasal 14 ayat 2 Undang- Undang Nomor I Tahun 1.946, Pasal 15 UU Nomor I Tahun 1946 dan pasal 310 KUHP Tentang Penghinaan. (Z-8).

 

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com
Editor : Putra Ananda

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat