visitaaponce.com

Haris Azhar dan Fatia Ajak Anak Muda Hidupkan Kebebasan

Haris Azhar dan Fatia Ajak Anak Muda Hidupkan Kebebasan
Haris Azhar saat menjalani persidangan dugaan pencemaran nama baik Luhut Binsar Pandjaitan(Antara/Aprilio Akbar )

DUA aktivis yang sedang tersangkut kasus hukum dengan Luhut B Panjaitan, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti mengajak anak muda demi menghidupkan kebebasan untuk kehidupan yang lebih baik.

Harus menegaskan, masa depan indonesia bukan tergantung pada pemilu, partai politik, ataupun orang-orang yang punya hubungan dengan kekuasaan, melainkan oleh kita yang berjiwa muda, yang mau mengoreksi. 

"Hidup bersama di tempat yang indah, Indonesia, terancam punah oleh praktik pertambangan dan para oligarki," kata dia saat orasi dalam Festival Keadilan, Mimbar Gagasan dan Pertemuan Mendobrak Kebuntuan, Bento Kopi Godean, Sleman, Minggu (10/12) malam.

Haris dan Fathia dalam kesempatan itu juga meminta doa kalian karena akan masuk penjara. Namun, lanjut Haris, melihat banyaknya anak muda yang datang, ia mengaku akan tenang karena banyak yang akan melawan.

Baca juga: Kebebasan Berekspresi Jadi Konsentrasi Anies-Muhaimin

Di tempat yang sama, Fathia mengatakan kekagumannya atas sikap anak muda yang berani membangkang dan melawan atas ketidakadilan.

Setiap pemilu, semua membahas suara anak-anak muda, keterlibatan anak-anak muda, dan lain sebagainya. Namun, peran anak muda hanya menjadi aksesoris, pelengkap, dan politik, dan tidak mendapatkan posisi signifikan dalam pemerintahan.

Baca juga: Rekomendasi Setara Institute untuk Pemipin Baru Tingkatkan Perlindungan HAM

"Gibran bisa dipilih (menjadi cawapres) bukan karena demokratis, tetapi karena warisan," kata dia. 

Anak muda yang punya privilege, kekayaan, dan posisi untuk bisa masuk dalam politik praktis.

"Dulu, kita bicara demokrasi setiap Pemilu, tapi sekarang ini adanya oligarki," kata dia. 

Pembangunan proyek strategis nasional ada di mana-mana buat oligarki, buat orang-orang kaya, buat pejabat dan penguasa.

Ia menyebut, kita hari ini diperdaya dengan pembangunan proyek-proyek yang rasanya megah dan memudahkan mobilisasi. Namun, nyatanya, itu hanya memperkaya para kapitalis.

"Yang sekarang katanya paling patriotis, paling nasionalis, tetapi mereka adalah koruptor, pelanggar HAM, dan juga tidak pernah peduli atas hak masyarakat," kata dia.

Fathia mengatakan, selama sembilan tahun, kita sudah menghadapi oligarki, penindasan, perebutan lahan, tidak boleh bersuara. "Dan hari ini, itu saatnya kita melawan, sudah tidak bisa lagi kita bertahan," kata dia.

Otoritarianisme sudah masuk ke dalam nadi-nadi demokrasi. Selama sembilan tahun demokrasi dihancurkan secara perlahan dan kita tidak sadar soal itu. Sampai akhirnya, Mahkamah Konstitusi menjadi alat bagi para otoritarianisme tersebut.

Menurut dia, kitalah yang harus menciptakan harapan-harapan untuk kita sendiri. "Maka, hanya ada satu kata? Lawan," tutup Fathia. (AT/Z-7)

Cek berita dan artikel yg lain di Google News dan dan ikuti WhatsApp channel mediaindonesia.com

Terkini Lainnya

Tautan Sahabat